WAWANCARA

M Prasetyo: Penyadapan Penting Untuk Tangkap Tangan, Tapi Tetap Perlu Dikontrol

Selasa, 23 Juni 2015, 09:36 WIB
M Prasetyo: Penyadapan Penting Untuk Tangkap Tangan, Tapi Tetap Perlu Dikontrol
M Prasetyo/net
rmol news logo Presiden Jokowi sudah menegaskan tidak akan men­dukung revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Tapi kenapa Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly agak 'melunak' terhadap keinginan DPR agar revisi undang-undang tersebut dimaksukkan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015-2019.

Rencana revisi undang-undang ini memang ditentang banyak kalangan. Sebab, dikabarkan kewenangan KPK akan diprete­lin, seperti hak penyadapan dan penuntutan.

Tapi ada juga yang mendu­kung rencana itu. Antara lain datang dari Jaksa Agung M Prasetyo. Apa alasannya? Simak wawancara Rakyat Merdeka dengan M Prasetyo berikut ini;

Pro kontra rencana revisi Undang-Undang KPK, menu­rut Anda?
Saya berpendapat revisi Undang-Undang KPK memang diperlukan. Tapi dengan catatan untuk tujuan yang lebih baik.

Sebab, undang-undang itu memang bersifat dinamis, selalu disesuaikan dengan perkemban­gan dinamika masyarakat.

Apa dasar pemikiran Anda bahwa revisi UU KPK diper­lukan?
Undang-undang itu kan sangat dinamis sesuai dengan kebutu­han dan perkembangan dinamika masyarakat . UUD 1945 saja diamandemen kok, apalagi undang-undang.

Pasal mana saja kira-kira yang perlu direvisi?
Saya belum bisa pastikan ya, beberapa pihak memang mengh­endaki agar masalah penyadapan dikontrol dan sebagainya.

Bukankah penyadapan sangatmembantu KPK un­tuk mengungkap kasus-kasus korupsi?
Selama proses penyadapan itu kalau niatnya untuk mengungkapkan kasus, penyuapan dan sebagainya, penyadapan itu memang diperlukan.

Sebab, untuk menangkap tanganitu kan seketika. Kalau misalnya harus minta izin, dan sebagainya, tentu pembicaraan orang itu sudah selesai, terus apa­nya lagi yang disadap, he-he-he.

Sebaiknya bagaimana?
Hanya perlu dikontrol agar tidak disalahgunakan.

Bagaimana caranya?
Penggunaannya betul-betul harus selektif. Tidak ada peny­alahgunaan di situ, tidak men­gurangi privacy.

Penyadapan itu masih diper­lukan?
Ya. Tapi betul-betul kepada orang-orang yang ditenggarai sedang atau akan melakukan kejahatan korupsi. Penyadapan itu memang diperlukan untuk hal-hal tertentu.

Misalnya, kalau kita ingin melakukan tangkap tangan pelaku kejahatan korupsi, kan seketika itu. Nggak perlu ditunda-tunda. Kalau ditunda-tunda, sudah sele­sai apa yang mereka lakukan.

Konkretnya bagaimana?
Untuk hal-hal tertentu peny­adapan ini memang diperlukan. Tapi harus dilakukan secara selektif, jangan asal-asalan, apalagi yang berkaitan dengan privacy seseorang. Asal itu bisa dipegang dan menjadi komitmen semua pihak, termasuk KPK, itu akan positif untuk upaya pemberantasan korupsi.

Kabarnya penyadapan di KPK bisa berbulan-bulan. Apa itu tepat?
Mungkin KPK sudah me­nenggarai ada indikasi korupsi, mungkin penyuapan, grati­fikasi, atau deal-deal yang berkaitan dengan masalah kejahatan korupsi. Nyatanya terbukti kan, mereka bisa menemukan itu.

Berarti nggak masalah?
Asal yang dilakukan bisa dipertanggungjawabkan. Kalau orang sedang pacaran, kemu­dian disadap kan itu tidak etis. Tentunya penyadapan itu dilakukan setelah mereka punya petunjuk-petunjuk, data-fakta. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA