Â
Sebagaimana diketahui, Presiden Jokowi pekan laÂlu mengamuk di Pelabuhan Tanjung Priok karena operator di lapangan dianggap tak mampu mempersingkat
dwelling time (waktu bongkar muat kontainer di pelabuhan) sesuai target yang ditetapkan.
Menurut Jokowi, di negara lain bongkar muat kontainer dari kapal sekaligus mengurus dokuÂmen bisa beres paling lambat dua hari. Sedangkan di sini bisa sampai 20 hari.
"Nggak jelas. Ini harus diÂjelaskan. Berapa hari? Saya marah karena jawaban dari opÂerator nggak jelas. Muter-muter. Saya tanyakan sampai tiga kali, instansi mana yang menghamÂbat, tidak juga dijawab. Untung saat itu belum puasa, jadi masih boleh marah," kata Jokowi saat meresmikan pelabuhan Tanjung Batu, Belitung, Provinsi Bangka Belitung, Sabtu (20/6).
Terkait persoalan ini, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan mengatakan, pihaknya sudah mengusulkan solusi. Yaitu, dikeÂluarkannya Keputusan Presiden (Keppres) untuk mengubah sistem
dwilling time. "Sebenarnya ini (
dwelling time) bukan persoalan yang rumit. Saya mengajukan agar dikeluÂarkan Keppres dari sebelumnya harus melewati 18 kementerian, diubah menjadi
one stop service atau layanan perizinan satu atap. Dengan demikian, proses dwillingtime akan menjadi lebih cepat," kata Jonan kepada
Rakyat Merdeka.Inilah wawancara lengkap dengan Menteri Jonan di sela-sela kesibukanya menyiapkan peresmian Pelabuhan Tanjung Batu di Bengkulu, Sabtu dinihari (20/6).
Presiden Jokowi menginÂstruksikan untuk menurunkÂan dwelling time, komentar Anda?Ini kan tugas Kemenko (Maritim) yang harus selesaikan. Kalau dari kita, Kemenhub sudah usulkan kalau mau (lebih singkat-red)
dwelling time itu 18 kementerian dan lembaga, termasuk operator Pelindo, itu otoritas pelabuhanya dijadikan koordinator.
Untuk menunjuk koordinaÂtor supaya dipatuhi 18 instansi itu, apa yang diperlukan?Harus ada Keppres-nya, suÂpaya ada dasar yang bisa mengatur lembaga yang lainnya di situ. Kan saya sudah usul berkali-kali, kalau itu dibikinkan (Keppres), maka Kepala Otoritas Pelabuhan jadi koordinator. Jadi satu atap, nah baru bisa jalan.
Kayak Samsat (Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap) kalau jalan sendiri-sendiri, cuma rundingan ayo janjian, nggak bakal teratur. Kalau satuÂnya telat, nggak bisa dihukum. Bagaimana caranya menghukum itu yang telat.
Dengan adanya sistem one stop service itu, kira-kira berapa lama waktu yang bisa terpangkas?Saya yakin kalau ada itu (sistem layanan satu atap) dampakÂnya akan besar (bagi penyelesaÂian dwelling time) yang saat ini masih 5,5 hari.
Menurut Anda, apa sih penyebab dwelling time di Pelabuhan Tanjung Priok kok lama?Dulunya Pelindo kan juga regulator, waktu masih jadi Unit Pengelola Pelabuhan. Lalu berubah jadi Perum, kemuÂdian jadi badan usaha. Harusnya ngikut, karena yang atur kan mestinya jadi satu di otoritas pelabuhan. Jadi otoritas pelabuÂhan kurang efektif saja.
Selain itu, apa ada usulan lain?Ini saya tawarkan saja ke Kemenko Maritim, saya kan ngÂgak bisa ambil langkah. Kayak Samsat atau BKPM(Badan Koordinasi Penanaman Modal), semua pelayanan dikendalikan dan dikontrol sama satu instansi saja. Semua instansi yang terkait dikirim ke sana, dikasih honor yang sama, jalan pasti.
Lah sekarang katanya rata-rata
dwelling time sudah 5,5 hari. Bahkan bisa 4 hari kalau mau dijalankan seperti itu. Otoritas Pelabuhan ditunjuk jadi koordiÂnator, ada Keppres-nya. Semua yang di pelabuhan harus dikÂoordinir oleh mereka jadi satu. Jadi kalau ada yang telat atau apa, bisa ketahuan. Siapa yang telat dan siapa yang tidak bisa dihukum.
Anda tidak menegur Pelindo 2?Kementerian Perhubungan itu cuma fasilitator saja. Saya mau kirim surat ke Menteri BUMN, ya mohon diimbau lah supaya Pelindo atur lagi tuh kontainer-kontainer yang berhari-hari nginep di situ supaya tidak numÂpuk di Pelabuhan. Dibawa keluÂarlah tuh kontainer supaya peÂmanfaatan lahan di situ bergerak terus. Nah ini pasti Pelindo harus mikir secara bisnis. Kurang lebih itu saja. ***
BERITA TERKAIT: