Yang mengancam memeÂcat Dimyati itu Ketua Umum PPP hasil Muktamar Surabaya Romahurmuziy (Romy). Akar persoalannya Dimyati bersama pimpinan partai pendukung Koalisi Merah Putih (KMP) mendeklarasikan mengajukan hak angket kepada Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly karena mengeÂsahkan kepengurusan Partai Golkar kubu Agung Laksono.
"Tidak tertutup kemungkinan kita berlakukan PAW terhadap Dimyati," tegas Romy, Jumat (13/3).
Menanggapi hal itu, Wakil Ketua Umum PPP hasil Muktamar Jakarta Humphrey Djemat menegaskan, Romy tidak berhak memecat Dimyati. Sebab, dia bukan Ketua Umum PPP jadi tidak berhak memÂberikan instruksi kepada Fraksi PPP ataupun anggota PPP di DPR. Apalagi melakukan peÂmecatan atau melakukan PAW (Pergantian Antar Waktu).
Berikut pernyataan Humphrey Djemat selengkapnya yang disampaikan kepada Rakyat Merdeka, Minggu(15/3): Kenapa Anda bilang Romy bukan Ketua Umum PPP?Pihak Romahurmuziy telah kalah di PTUN, sehingga tidak berhak menyatakan dirinya seÂbagai Ketua Umum PPP, apalagi menginstruksikan Fraksi PPP dan anggota DPR PPP. Apa yang dinyatakan oleh Romahurmuziy tidak perlu dihiraukan. Dan Hak Angket terhadap Yasonna Laoly tetap berjalan.
Kenapa PPP didorong melakukan hak angket kepada Menkumham?Menkumham telah berbuat sewenang-wenang kepada PPP (kubu Djan Faridz), dan kini berÂbuat lagi kepada Partai Golkar.
Lalu mengapa PPP harus menÂdukung keputusan Menkumham Yasonna Laoly itu. Justru wajar bila semua anggota DPR dari PPP mendukung pengajuan hak angket tersebut.
Menkumham Yasona Laoly telah menyalahgunakan weÂwenang dan melakukan perÂbuatan melawan hukum terhÂadap PPP. Dengan demikian perlu diajukan hak angket
Apa itu sudah diinstrukÂsikan kepada Fraksi PPP DPR?Sudah. Ketua Umum PPP, Djan Faridz mengistruksikan kepada seluruh anggota PPP di DPR, termasuk Dimyati untuk ikut dalam penggalangan hak angket kepada Menkumham Yasonna Laoly. Bahkan, apaÂbila ada anggota DPR dari PPP yang tidak mengindahkan instruksi tersebut akan dikenaÂkan sanksi.
Apa alasan mendukung hak angket? Menkumham Yasonna Laoly pada 28 Oktober 2014 telah mengeluarkan Surat Keputusan yang mengesahkan kepenguruÂsan PPP dengan Ketua Umum Romahurmuziy. Padahal pada saat tersebut di internal PPP masih terjadi konflik dan belum terjadi islah.
Selain itu Putusan Mahkamah Partai tanggal 11 Oktober 2014 yang mengamanatkan kepada Majelis Syariah dan Pengurus Harian DP PPP Puntuk meÂnyelenggarakan Muktamar beÂlum dilaksanakan. Tindakan Menkumham ini dapat dikualiÂfikasikan sebagai tindakan seÂwenang-wenang karena menunÂjukkan sikap intervensi atau campur tangan pemerintah di dalam konflik PPP.
Tindakan Menkumham tersebut juga merupakan pelanggaran terhadap asas profesionalitas dalam asasâ€"asas umum pemerintahan yang baik karena SK Nomor: M.HH-07.AH.11.01 tersebut dikeluarkan hanya sehari setelah dirinya diÂlantik menjadi Menteri Kabinet Kerja.
Itu saja alasannya?Ada yang lain, pada 6 November 2014 telah ada penetapan penundaan PTUN yang memerÂintahkan kepada Menkumham untuk menunda pelaksanaan SK tersebut dan memerintahkan kepada Menkumham untuk tidak melakukan tindakan-tindakan Pejabat
Tata Usaha Negara lainÂnya yang berhubungan dengan SK tersebut. Namun pada 12 Februari 2015, Menkumham mengeluarkan Surat kepada Ketua KPU yang isinya menÂjelaskan bahwa Menkumham masih berpedoman pada Surat Keputusannya. Ini menunjukan Ketidakpatuhan Menkumham pada Penetapan Penundaan PTUN. Dengan demikian teÂlah melanggar asas kepastian hukum.
Setelah itu, apa yang selanÂjutnya terjadi?Pada 25 Februari 2015, Majelis Hakim PTUN telah membatalÂkan SK Menkumham Nomor: M.HH-07.AH.11.01 dan meÂwajibkan kepada Menkumham mecabut SK tersebut. Bahkan Hakim PTUN mempertahankan Penetapan Penundaan tangÂgal 6 November 2014 sampai adanya Putusan yang berkekuaÂtan Hukum. Dengan demikian Penetapan Penundaan tersebut tetap berlaku walau ada bandÂing maupun kasasi dan harus dipatuhi oleh siapapun. ***