Kurs Rp13.250/US$ masih akan tertekan karena dolar Amerika US$ terus menguat, kewajiban utang yang semakin besar, dan tidak adanya kebijakan jelas dan agresif untuk membuat surplus perdagangan dan neraca berjalan.
"Yang ada malah pernyataan asal bunyi dari para pejabat. Bayangkan, ada pejabat yang berkata bahwa tiap pelemahan Rp100/US$, negara akan untung Rp2,3 triliun. Apa dia lupa, bahwa menguatnya dolar atas rupiah juga mengakibatkan beban pembayaran utang akan semakin besar?†ujar ekonom senior Rizal Ramli dalam siaran persnya (Jumat, 13/3).
Tim Panel Ahli Perserikatan Bangsa Bangsa yang kini tengah berada di Inggris untuk memberikan serangkaian ceramah ini juga menyayangkan pernyataan Menko Perekonomian Sofjan Djalil, tentang melemahnya rupiah. Orang dekat Jusuf Kalla itu menyatakan, kecilnya kiriman tenaga kerja Indonesia (TKI) (remittance) membuat rupiah rapuh.
Menurut Rizal, berbagai statement para pejabat tadi sekali lagi menunjukkan kelas mereka yang memang jauh di bawah banderol.
Indonesia membutuhkan orang-orang yang memiliki kapasitas dan kapabelitas memadai agar bisa keluar dari bermacam persoalan yang membelit bangsa.
Dia mengingatkan, anjloknya rupiah adalah sebuah "wake up call" untuk pemerintahan Jokowi. Pemerintah tidak bisa dan tidak boleh hanya terus-menerus bicara soal-soal mikro, seperti infrastruktur, proyek, dan lainnya. Pemerintah juga canggih dalam merumuskan kebijakan dan berbicara tentang ekonomi makro.
"Kata anak-anak muda, jangan asal njeplak. Kalau hal itu dilakukan, akan merusak kredibilitas kita di dalam dan luar negeri," lontar Menko Perekonomian era Presiden Abdurrahman Wahid ini masygul.
[zul]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: