Adalah Menteri Dalam Negeri yang juga kader PDIP yang membawa usulan ini ke permukaan. Menteri Tjahjo berdalih besarnya bantuan negara untuk 10 Parpol dengan total sebesar Rp 13,17 miliar tidak mencukupi.
Tjahjo menambahkan bahwa dana Rp 13,17 miliar dinilai tidak cukup untuk meningkatkan kualitas demokrasi dan mencegah korupsi. Untuk itu bantuan pun diwacanakan naik masing-masing menjadi Rp 1 triliun.
Wapres Jusuf Kalla terkejut mendengar wacana itu. Saat ia menjadi Ketua Umum Golkar partainya hanya menerima Rp 2 miliar.
"Rp 1 triliun per partai? Wah!" kata Jusuf Kalla (
Kompas, 10 Maret 2015).
Bantuan untuk Parpol memang mungkin dibutuhkan. Tapi bila disampaikan dengan 2 pesan kunci tadi, pasti komentar Menteri Tjahjo akan rawan kontroversi dan polemik, terutama alasan pemberian bantuan ini untuk mencegah korupsi.
"Nggak ada hubungannya anggaran besar dengan perilaku tidak korupsi"
Masalah waktu penyampaian ide "hadiah" juga harus dipertimbangkan Menteri Tjahjo untuk mengurangi tingkat sensitivitas isu ini.
Bayangkan saja, Tjahjo menyampaikan wacana bantuan untuk Parpol saat harga beras, harga bahan bakar minyak dan harga barang kebutuhan lainnya sedang naik melambung tinggi.
Setiap Parpol harus menunjukkan niat baik dan kerja nyata bagi rakyat dengan jujur serta tanpa korupsi dulu baru bicara menaikkan bantuan. Citra Parpol yang dekat dengan korupsi bukanlah isapan jempol belaka.
Rp 1 triliun per partai..., hmm ini jumlah yang menggiurkan. Mungkin kelak ada wiraswasta bidang parpol..
Atau ada sekolah pendirian Parpol karena dijanjikan dana yang fantastis dan kemungkinan besar akan naik setiap 5 tahunnya.
Meminjam kata dari JK, "Rp 1 triliun per partai? Wah!"
Penulis adalah pengamat komunikasi politik Universitas Paramadina
BERITA TERKAIT: