WAWANCARA

Surya Paloh: Saya Tak Menyetir Presiden Mengenai Calon Kapolri, Tapi Hanya Beri Masukan

Rabu, 04 Februari 2015, 10:37 WIB
Surya Paloh: Saya Tak Menyetir Presiden Mengenai Calon Kapolri, Tapi Hanya Beri Masukan
Surya Paloh
rmol news logo Digantungnya nasib calon Kapolri Komjen Budi Gunawan menimbul sejumlah tudingan terhadap orang-orang di lingkaran Istana.

Di antara tudingan itu adalah lingkaran Presiden Jokowi saat ini dikuasai segelintir orang yang memberikan ruang memadai ke­pada publik untuk memberikan masukan dan kritikan positif kepada pemerintah.

Bahkan, tokoh-tokoh PDIP yang merupakan partainya Jokowi, mengeluh dipersulit untuk berkomunikasi dengan Presiden.

Menanggapi hal itu, Ketua Umum Partai Nasional Demokrat (Nasdem) Surya Paloh membantah adanya kekuatan-kekuatan pen­ghalang di lingkaran Jokowi.

Bos Media Group yang dike­nal dekat dengan Jokowi itu, menepis sejumlah tudingan yang dialamatkan kepada dirinya dan lingkaran Istana.

"Saya pikir itu tidak benar. Perlu diingat, tokoh sentral kita dalam pemerintahan ini adalah Pak Jokowi sebagai Presiden," tegas Surya Paloh kepada Rakyat Merdeka di Jakarta, kemarin.

Berikut kutipan selengkapnya;

Kabarnya Anda menyetir Presiden Jokowi mengenai calon Kapolri. Apa itu betul?
Itu tidak betul, saya tak me­nyetir Presiden. Beliau (Jokowi) memiliki hak prerogatif sesuai undang undang, sesuai konsti­tusi dalam menetapkan calon Kapolri. Jadi, ya apapun yang diputuskan oleh Presiden, tentu itu kita ikuti.

Apakah persoalan calon Kapolri itu tidak menjadi masalah di kemudian hari?
Persoalan itu adalah hak prerogatif Presiden yang diatur undang-undang, sesuai konstitu­si. Kita berharap, semua berjalan sesuai aturan konstitusi, sesuai undang undang. Kita serahkan sepenuhnya kepada Presiden.

Kita hanya pada batasan mem­beri masukan. Selanjutnya be­liau yang memutuskan. Mau dibatalkan, ya silakan. Mau dilantik, ya silakan. Mau ditunda juga, ya silakan. Keputusan di tangan Presiden. Kita per­caya, Presiden akan mengambil keputusan yang tepat. Kita ikut dengan keputusan itu.

Apa peran Anda sebagai pendukung Presiden Jokowi?
Sebagai Ketua Umum Partai Nasdem dan yang merupakan bagian dari unsur koalisi, kami bisa memberikan saran kepada Presiden, memberikan masukan dan pe­mikiran. Demikian juga dengan unsur-unsur koalisi lainnya, bisa melakukan hal yang sama.

Soal apakah saran dan masu­kan itu bisa diterima atau malah ditolak, itu sepenuhnya berada di tangan Presiden. Kami hanya sebatas memberikan masukan dan pemikiran serta pertimban­gan saja. Selanjutnya, itu berada di tangan Presiden.

Termasuk soal nasib calon Kapolri?
Ya

Terdapat perbedaan pandan­gan dan sikap di antara parpol koalisi. Pendapat Anda?
Perbedaan sikap, perbedaan pendapat dan perbedaan ko­munikasi itu biasa saja dalam demokrasi. Kita menerima kon­sekuensi perbedaan-perbedaan itu dalam demokrasi kita. Justru perbedaan-perbedaan itu men­jadi penting, sebagai upaya me­nyeimbangkan, dan tetap dalam koridor mengedepankan kepent­ingan bangsa dan negara. Bukan untuk kepentingan kelompok atau kepentingan pribadi. Itu yang kita lakukan.

Apa itu pertanda bahwa barisan koalisi pendukung Jokowi sudah terpecah?
Perlu ada kearifan elite-elite partai dalam menyikapi segala persoalan. Sejauh ini, semua per­bedaan adalah konsekuensi yang ada yang kita terima. Itu tidak masalah. Perlu diingatkan juga, bahwa persepsi dan pandangan masyarakat kita saat ini belum sepenuhnya sehat dan belum bagus terhadap partai politik.

Karena itulah, segala kritik, perbedaan dan sikap yang terli­hat berbeda sebagai bagian dari mematangkan dan kematangan untuk keteladanan ke depan.

Sejauh ini, di antara koalisi pun terus saling beradaptasi satu sama lain. Tidak saling mengganggu dalam membangun Indonesia. Itu yang terpenting.

Pekan lalu, Presiden Jokowi bertemu Prabowo Subianto. Tanggapan Anda?
Itu kan bagian dari silaturahmi. Kita ini kan satu bangsa, satu negara. Saya kira komu­nikasi yang cair itu pasti lebih baik daripada komunikasi yang kaku. Saya kira komunikasi Pak Jokowi dengan Pak Prabowo itu juga bagian dari komunikasi yang baik dan bagus, cair dan saling bersilaturahmi. Itu ba­gus sekali. Sebab, sama-sama memikirkan kemajuan bangsa dan negara Indonesia toh. Itu memang perlu dilakukan.

Bukankah pertemuan itu bisa menimbulkan perpeca­han di internal koalisi parpol pendukung Jokowi?
Publik kan terbiasa menduga-duga. Apa saja bisa diduga-duga. Misalnya interpretasi berbeda, salah sangka, salah paham dan lain-lain, ya tidak usah kita perdebatkan. Kita terima konsekuensi perbedaan seperti itu.

Saya kira, kita perlu mengajak se­mua pihak untuk positive thinking. Sebab, dengan positive thinking dan pola komunikasi yang cair, akan jauh lebih baik bagi Indonesia ke depan. Mari bersama-sama membangun bangsa kita menjadi bangsa yang besar. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA