CEO Lion Group yang merupakan induk perusahaan ATS, Rusdi Kirana, mengatakan pihaknya sama sekali tidak berniat menguasai Halim Perdanakusumah selamanya. Sebagai operator PT Lion Air Group harus menyerahkan kepada negara setelah masa kontrak selama 25 tahun selesai.
Proyek Bandara Halim Perdanakusumah dimulai pada 2006. Namun karena sejumlah persoalan di antara para pihak yang bersepakat, sembilan tahun berlalu begitu saja. Kini tinggal 16 tahun waktu tersisa dari masa kontrak 25 tahun. Lion Group memperkirakan pembangunan bisa dilakukan dalam waktu satu tahun. Lalu 15 tahun sisa masa kontrak akan digunakan Lion Group sebagai perator bandara.
"Setelah 15 tahun kami operasikan, kami akan kembalikan kepada pemerintah,†ujar Rusdi di sela-sela penyerahan tiga unit Airbus A320 untuk Batik Air di Toulouse, Prancis, Rabu siang waktu setempat (12/11).
Rusdi juga mengatakan, dalam pembangunan dan pengoperasian Bandara Halim Perdanakusumah itu pihaknya juga melibatkan pihak TNI AU pada posisi-posisi kunci di PT ATS, seperti komisaris utama dan direktur operasional.
Bandara Halim Perdanakusumah itu adalah etalase bangsa ini. Tidak hanya dipakai oleh kepala negara kita. Kepala negara sahabat juga mendarat di Halim. Jadi yang penting dibangun agar wajah kita lebih baik,†ujar Rusdi.
Pada Februari 2004 Induk Koperasi Angkatan Udara (Inkopau) menandatangani perjanjian kerjasama pengelolaan Bandara Halim Perdanakusumah dengan Lion Air dan membentuk PT ATS. Lion Air memiliki 80 persen saham di PT ATS dan 20 persen lainnya dimiliki Inkopau.
Pada 2010 Inkopau dan PT Angkasa Pura II yang meminta siapapun termasuk anak perusahaan Lion Air Group angkat kaki dari Halim. PT ATS tentu saja tidak menerima keputusan itu dan menggugatnya ke PN Jakarta Timur.
Gugatan Lion itu dimenangkan PN Jakarta Timur pada Mei 2011 dan kemenangan itu dikuatkan MA pada Juli 2014.
[guh]
BERITA TERKAIT: