WAWANCARA

Bambang Widjojanto: Jika Pilkada Lewat DPRD, Apa Mau Anggota Dewan Disuap Rp 100 Ribu

Senin, 06 Oktober 2014, 09:20 WIB
Bambang Widjojanto: Jika Pilkada Lewat DPRD, Apa Mau Anggota Dewan Disuap Rp 100 Ribu
Bambang Widjojanto
rmol news logo Pemilihan kepala daerah lewat DPRD menjadi keprihatinan KPK. Sebab, dikhawatirkan korupsi makin merajalela.

’’Potensi korupsi dalam pil­kada tidak langsung lebih me­ngancam. Sebab sumber potensi korupsi berada di anggota DP­RD,’’ kata Wakil Ketua KPK, Bam­bang Widjojanto kepada Rakyat Merdeka, Rabu (1/10).

“Secara umum masalah di par­lemen adalah problem hilir karena masalah utama di hulunya adalah persoalan partai,” kata Bambang Widjojanto kepada Rakyat Merdeka.

Berikut  kutipan selengkapnya:

Apa kepala daerah memiliki karakter yang korup?
Partai dan anggota dipastikan akan punya karakter koruptif dan kolusif bila tidak bisa mem­ba­ngun sistem yang transparan dan akun­tabel di dalam partai. Untuk itu, potensi korupsi lewat pilkada tak langsung menjadi semakin besar jika setiap parpol tak dire­formasi.

Dengan kredibilitas seperti itu, apa partai akan menjadi kontributor potensi korupsi yang paling signifikan?
Ya, bila dibanding dengan pil­kada langsung.

Dalam pengesahan UU Pil­kada, apa KPK mencium ada­nya politik uang?
Kami belum mencium adanya politik uang tuh. Pokoknya begini saja, KPK  sudah melakukan ka­jian. Hasilnya 313 kepala daerah dan sekitar 3.000 anggota DPRD yang diduga terlibat dalam kasus korupsi selama 10 tahun.

Itu merujuk pada data yang di­rilis Kementerian Dalam Negeri. Tapi begitu kami mengkaji pasal-pasal dakwaan dan fakta-fakata yang menjadikan dasar dakwaan itu, 81 persen dari  me­reka diduga melakukan tindak pidana ko­rupsi.

Lebih bahaya pilkada lewat DPRD dong?
Ya. Kalau ada 313 kepala dae­rah yang terkena kasus korupsi, DPRD yang terlibat Korupsi itu sekitar 3 ribuan per 10 tahun itu. Kalau ada 3.000 lebih itu. Arti­nya, per tahun 300. Jadi jumlah anggota dewan yang terkena kasus korupsi itu 10 kali lipat dari kepala daerah yang terkena kasus korupsi. Jelas itu berbahaya.

 Alasannya?
Kalau korupsi di pemilihan lang­sung itu adalah money politics untuk membayar pemilih. Paling dibayarnya 100 ribu dan itu sekali. Tapi kalau pemilihan itu dilakukan oleh anggota de­wan, maka yang potensial disuap adalah anggota dewannya. Kalau anggota dewan,  apakah  mau disuap Rp100 ribu, apakah itu cuman satu kali.

Itu harus menjadi pengawa­san KPK?
Sekarang harus fair. Kami punya penyidik sedikit, cuma 50-an orang. Sedangkan kabupaten/kota ada 500.

Artinya nggak fair kalau se­mua­nya diserahkan kepada KPK.

Bukankah ada langkah mem­­buat kantor perwakilan KPK di seluruh Indonesia?
Kami sudah minta tahun 2011, tapi kagak di kasih.

Mana tahu nanti itu akan direalisasikan?
Nggak tahu.

O ya, apa tanggapan Anda mengenai ada anggota DPR yang dilantik terlibat kasus korupsi?
Kami sih sudah  meminta supa­ya itu tidak dilantik. Suratny kami tu­jukan kepada KPU dan Ba­waslu.

Kami ingin menjaga citra dan kewibawaan anggota parle­men, kalau ada orang yang di duga mela­kukan korupsi, apalagi jadi tersangka sudah pasti itu yang nanti akan menganggu citra dan kewibawaan parlemen.

Apa respons dari KPU dan Bawaslu?
Tidak ada tanggapan. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA