Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Datang Dari Belanda, Nenek Korban Ikut Beri Kesaksian

Manajer JIS Lihat Wajah Tersangka Lebam

Kamis, 02 Oktober 2014, 09:23 WIB
Datang Dari Belanda, Nenek Korban Ikut Beri Kesaksian
Jakarta International School (JIS)
rmol news logo Sidang kasus pelecehan siswa Jakarta International School (JIS) di Pengadilan Negeri  (PN) Jakarta Selatan, sudah berjam-jam molor. Sedianya sidang dijadwalkan pukul 9 pagi. Hingga menjelang siang hari belum juga dimulai.

Para terdakwa sudah siap menghadiri sidang yang masih mengagendakan mendengarkan keterangan saksi-saksi. Demikian pula dengan kuasa hukum yang akan mendampingi mereka.

“Kami belum tahu ada berapa saksi. Itu kan dari jaksa. Kami juga menunggu,” kata Mada Mar­danus, kuasa hukum terdakwa Agun Iskandar dan Virgiawan Amin di PN Jaksel.

Pihak pengadilan mengaku si­dang kali ini bakal molor. “Kami kan menunggu kesiapan semua­nya dulu. Kalau salah satu pihak belum siap, ya ter­paksa molor jad­walnya,” kata Kepala Humas PN Jaksel Ahmad Dimyati. Ia be­lum mengetahui berapa saksi yang akan ditampilkan jaksa pe­nuntut umum.

Lewat tengah hari, sidang pun dimulai. Sama seperti sebelum­nya, sidang berlangsung tertutup. Sebelum sidang dimulai, Jaksa Penuntut Umum Sandhy Andhika mengungkapkan akan meng­ha­dir­kan tiga saksi dalam per­si­dangan kali ini. “Termasuk nenek AK,” ujarnya. AK adalah salah satu siswa JIS yang menjadi kor­ban pelecehan.

Setelah hakim membuka si­dang, rombongan orang terlihat me­nuju ruang sidang utama yang terletak di lantai dasar pe­nga­di­lan. Dua di antaranya bule. Se­orang pria bule berperawakan ting­­gi mengenakan kemeja yang ditutup jas menuju ruang sidang dari pin­tu samping. Ia adalah ayah AK.

Ia bersama perempuan bule yang lebih pendek. Perempuan itu terlihat sudah berumur. Pe­nampilannya juga rapi dan resmi: mengenakan blazer, rok dan se­patu hak hitam.

Perempuan itu adalah Maria Josephine, nenek AK. Perempuan yang tinggal di Belanda itu salah satu saksi yang dihadirkan jaksa di persidangan kemarin. Ibu AK, Theresia Pipit Widowati lebih dulu memasuki ruang sidang.

Pipit dan Dewi, ibu dua siswa JIS yang diduga menjadi korban pelecehan telah lebih dulu mem­berikan kesaksiannya dalam per­si­dangan pekan lalu.

Seperti sidang sebelumnya, pi­hak keluarga korban dikawal pe­tugas dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) ter­ma­suk Maria yang akan mem­ber­i­kan kesaksiannya.

Selain Maria, jaksa meng­ha­dir­kan David, Manajer Operasional JIS dan Supervisor PT Indonesia Ser­vant Service (ISS), Hasan Basri.

PT ISS adalah perusahaan yang menyediakan petugas kebersihan di JIS. Lima petugas kebersihan yang ditempatkan perusahaan itu di JIS kini duduk jadi pesakitan dalam persidangan yang digelar kemarin.

Mereka menjadi terdakwa la­sus pelecehan terhadap siswa se­ko­lah itu. Polisi menetapkan enam tersangka petugas keber­sihan ISS dalam kasus pelecehan ini. Namun hanya lima yang di­giring ke pengadilan. Pasalnya, Azwar telah meninggal di dalam tahanan saat kasus ini disidik.

Usai sidang, ketika saksi yang dihadirkan di persidangan me­mi­lih langsung meninggalkan pe­nga­dilan. Mereka tak mau ber­komentar kepada awak media.

Apa saja kesaksian mereka di persidangan? Saut Irianto Raja­gukguk, tim kuasa hukum para terdakwa bersedia me­ngung­kap­kannya. Kata dia, dalam sidang lanjutan ini terkuak sejumlah fak­ta baru. Di persidangan, saksi Da­vid menyampaikan beberapa hal yang mengejutkan.

“Kata David, dia melihat pe­me­riksaan terdakwa sebagai sak­si. Mereka (terdakwa) sudah di­pukuli, lebam,” kata Saud sambil mengutip kesaksian David di persidangan.

David mengaku melihat wajah Zainal Abidin dan Syahrial yang mengalami luka lebam dan me­ngeluarkan darah pada 26 April 2014 sebelum jumpa pers pada hari yang sama.

“Kesaksian David hari ini se­makin membuktikan bahwa tin­dak kekerasan dan penyiksaan ke­pada terdakwa oleh penyidik memang terjadi dan terbukti. Aki­b­at kondisi terdakwa yang penuh luka itulah saat press con­feren­ce pada 26 April lalu wajah para terdakwa ditutup dengan karton,” beber Saut.

David, lanjut Saut, pernah di­panggil ke Polda Metro Jaya un­tuk menjadi saksi. Malam hari usai memenuhi panggilan polisi, dia diberitahu lewat telepon bah­wa Agun dan Afrischa akan dikembalikan ke rumahnya ka­rena dianggap tidak terbukti. Be­lakangan, mereka jadi tersangka dan tetap ditahan.

Dalam persidangan sebe­lum­nya, para terdakwa kecuali Af­rischa mengungkapkan me­nga­lami penyiksaan agar membuat pengakuan di Berita Acara Per­si­dangan (BAP). Mereka pun me­mutuskan mencabut ket­e­ra­ngan di dalam BAP itu.

Anggota tim kuasa hukum lain­nya, Patra Mijaya Zein meminta agar dibentuk tim investigasi untuk membuat terang benderang kasus ini. Ia sempat me­n­dam­pi­ngi keluarga para terdakwa me­ngadu ke Komnas HAM.

Apalagi, lanjut dia, Azwar yang ditetapkan sebagai ter­sang­ka dalam kasus ini mening­gal di tahanan. Azwar, dis­ebut­kan me­ninggal bunuh diri de­ngan me­nenggak cairan pem­bersih lantai di toilet. Namun ter­hadap je­na­zah­nya tidak di­la­kukan otopsi.

Dokter Tak Beri Tahu Hasil Pemeriksaan Kepada Ibu Korban

Dalam persidangan sebe­lum­nya, Senin lalu, mengha­dir­kan saksi dari dokter spe­sialis anak di Klinik SOS Me­dika Cipete yang memeriksa siswa JIS yang di­­duga menjadi korban pele­ce­han. Kesaksiannya mengejutkan.

Dokter Narain Punjabi me­ngaku tidak pernah menyam­pai­kan kepada ibu korban ba­h­wa anaknya menderita penyakit menular seksual (PMS). Hal tersebut disampaikan kuasa hu­kum terdakwa Virgiawan dan Agun Iskandar, Patra Mijaya Zen, usai persidangan yang ber­langsung tertutup.

“Saksi dengan tegas me­nyam­paikan di depan majelis tid­ak pernah memberitahu si ibu anaknya mengidap penyakit menular seksual,” katanya.

Ditambah lagi, kata Patra, hasil pemeriksaan medis dari dokter Narain disampaikannya kepada ayah korban. “Bukan ke­pada ibu korban,” kata dia.

Dalam konferensi pers, kor­ban me­nyam­paikan anaknya menderita PMS. “Artinya pada waktu kon­ferensi pers itu, si ibu nambah-nambahin dan waktu itu ma­syarakat percaya,” kata Patra. Namun keterangan dok­ter ter­nyata berbeda.

Selain itu, Patra mengatakan, dalam persidangan pun dokter Narain menyatakan, orangtua korban tak pernah meme­rik­sa­kan kembali korban ke dokter. Padahal, bisa jadi ada kesalahan diagnosa terhadap si korban.

“Karena terkait antibodi ter­ha­dap herpes bisa saja palsu. Sa­ksi menerangkan bahwa bisa saja antibodi terhadap herpes itu timbul karena si anak men–derita cacar air,” kata dia.

Untuk diketahui, antibodi yang keluar saat anak menderita herpes atau cacar air adalah sa–ma, yaitu HSV-2 IgM. Ka­re­na­nya, dokter menyarankan agar dilakukan pemeriksaan lanjutan.

Saat akan dikonfirmasikan, dokter Narain tak bersedia ber­ko­­­mentar banyak. Dia hanya me­ngatakan bahwa di per­si­da­ngan dia sudah me­nyam­pai­kan hasil pemeriksaan medis ter­hadap AK pada tanggal 26 Ma­ret 2014. “Iya, saya sampaikan ha­sil pemeriksaan,” kata dia.

Dengan keterangan saksi ter­sebut, Patra meragukan korban menjadi korban pelecehan. Ia menyebutkan, berdasarkan hasil visum Rumah Sakit Cipto Ma­ng­unkusumo (RSCM) Nomor 183/IV/PKT/03/2014 tertanggal 25 Maret 2014, sama sekali ti­dak ditemukan luka lecet atau robekan pada lubang pelepas (anus) korban. Hasil visum juga menyebutkan lipatan sekitar lu­bang pelepas tampak baik dan ke­kuatan otot pelepas baik.

Tak hanya itu, hasil visum Ru­mah Sakit Pondok Indah (RSPI) Nomor 02/IV.MR/VIS/RSPI/2014 tanggal 21 April 2014 me­nyebutkan, pemeriksaan visual dan perabaan pada anus MAK tidak ada kelainan. “Biar nanti majelis hakim yang menilai­nya,” kata Patra.

Untuk diketahui, enam pe­tugas kebersihan PT ISS --yang ditem­patkan JIS-- menjadi ter­sangka kasus pelecehan te­r­ha­dap siswa sekolah internasional itu. Mereka yakni Agun Iskan­dar, Virgiawan Amin, Syahrial, Zainal Abidin, Afrischa Setyani dan Azwar. Nama terakhir me­ninggal di da­lam tahanan ke­po­li­sian ketika ka­sus ini disidik. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA