WAWANCARA

Todung Mulya Lubis: Sahkan UU Advokat, Jangan Biarkan Monopoli Hambat Kualitas Advokat

Senin, 15 September 2014, 07:19 WIB
Todung Mulya Lubis: Sahkan UU Advokat, Jangan Biarkan Monopoli Hambat Kualitas Advokat
Todung Mulya Lubis
rmol news logo Revisi UU Advokat diyakini akan membuat profesi advokat semakin berkualitas, sehingga penegakan hukum ke depan bakal lebih baik.

Untuk itu, DPR yang sedang mengggodok RUU Advokat agar tidak perlu ragu mensahkannya menjadi undang-undang.

Demikian disampaikan pengacara senior, Todung Mulya Lubis,  kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, Jumat (12/9).

“Jangan biarkan monopoli ini menghambat kualitas advokat. Sebaiknya organisasi advokat itu bersaing agar profesi advokat semakin berkualitas,” paparnya.

Berikut kutipan selengkapnya:

Ada yang bilang kalau RUU Advokat disahkan akan berbahaya, apa benar?
Itu tidak benar. Sebenarnya dalam RUU Advokat itu tidak ada yang dimatikan, semua bisa eksis. Ini akan menjadi basis bagi organisasi advokat untuk bersaing satu dengan lainnya.

Saya mengajak semua pihak untuk duduk bersama-sama dalam membangun profesi advokat yang jauh lebih baik ke depan. Jangan sampai ada penolakan dengan alasan mempertahankan monopoli.

Bukankah sertifikasi advokat satu pintu itu jauh lebih baik?
Ah, kata siapa. Keliru itu. Lebih baik dibuatkan susunan standarisasi. Tapi bukan monopoli seperti sekarang.

Maksudnya?
Nanti kan bisa dibuat standarisasi pendidikan, standarisasi ujian dan standarisasi kode etik. Nggak mungkin advokat tanpa standarisasi, itu harus ada.

Siapa yang buat standarisasi itu?
Tentu akan dibuat bersama Dewan Advokat Nasional (DAN).

Standarisasi yang seperti apa?
Standarisasi yang dekat dengan persyaratan universal advokat yang berlaku di dunia.

Ada yang menilai DAN ini bentukan pemerintah, sehingga advokat tidak independen, ini bagaimana?
Ah, tidak demikian adanya kok. Wartawan saja kan sekarang independen walau saat ini organisasinya  banyak.

Kalau di dunia pers ada Dewan Pers, apakah wartawan atau media diganggu oleh  Dewan Pers, kan tidak.

Mari kita berdemokrasi dan menghilangkan monopoli itu dengan cara membangun kompetisi yang sehat dan membangun.

Anda yakin advokat lebih berkualitas?
Ya. Advokat akan lebih baik dan berkualitas jika ada kompetisi, sehingga masing-masing berusaha yang terbaik.

Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) berpendapat kalau RUU Advokat itu disahkan, maka  organisai advokat menjadi sampah, ini bagaimana?
Itu kan upaya untuk mempertahankan monopoli saja.

Bukankah Anda bermasalah dengan Peradi?
Memang ada masalah, karena pimpinan Peradi tidak mau merangkul semuanya. Saya dan Pak Otto Hasibuan (Ketua Umum Peradi) adalah pendiri Peradi dan pendiri Ikadin (Ikatan Advokat Indonesia).

Kami tidak pernah mengecam Peradi, hanya mengajak bersaing. Jangan salahkan atau tuduh kami tidak mau duduk bersama. Dari dulu kami mau kok, tapi Peradi yang tidak mau.

Ada yang menilai, sertifikasi advokat  akan digampangkan bila organisasinya banyak, apa benar?
 Tidak benar itu. Terlalu jauh curiganya. Makanya agar hal itu tidak terjadi buat standarisasi yang ketat.

Ada argumentasi untuk menolak RUU Advokat bahwa di luar negeri lebih banyak gunakan single bar, ini bagaimana?
Ah, bohong itu. Di Jepang saja banyak asosiasi advokatnya kok. Di Jerman juga bagus dengan sistem  multi bar. Begitu juga beberapa negara di Amerika Latin.

Single bar seperti sekarang tidak bagus?
Kita jangan terpaku dengan single bar. Kalau ternyata multi bar bagus dan cocok untuk Indonesia, kenapa tidak.

Saya ini banyak bergaul dengan advokat internasional, maka saya tahu fakta di lapangan. Intinya dengan itikad baik kita bangun tradisi kompetisi dan standarisasi advokat tanpa saling mematikan dan saling memojokkan.  ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA