WAWANCARA

Nafsiah Mboi: Selama Bertugas, Pejabat Publik Selalu Dicek Kesehatan Jiwanya

Kamis, 17 Juli 2014, 08:31 WIB
Nafsiah Mboi: Selama Bertugas, Pejabat Publik Selalu Dicek Kesehatan Jiwanya
Nafsiah Mboi
rmol news logo Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) kini memiliki payung hukum dengan disahkannya Undang-Undang Kesehatan Jiwa. Ini berarti ODGJ harus diperlakukan manusiawi.

“Selama ini, banyak ODGJ diperlakukan tidak manusiawi. Misalnya dipasung. Dengan adanya undang-undang ini, tidak ada lagi perlakuan diskriminasi.

Mereka harus diperlakukan se­cara manusiawi,” ujar Menteri Kesehatan (Menkes) Nafsiah Mboi kepada Rakyat Merde­ka, Senin (14/7).

Makanya, Nafsiah Mboi me­nyambut positif pengesahan RUU Kesehatan Jiwa (Keswa) da­lam rapat paripurna DPR, Se­lasa (8/7) lalu.   Sebab, hal ini diya­ki­ni akan menghapus perlakuan dis­kriminasi terhadap ODGJ.

Menurutnya, saat ini akses fasilitas kesehatan bagi ODGJ masih rendah. Padahal, riset dasar kesehatan menunjukkan, pendu­duk berusia 15 tahun rentan mengalami gangguan jiwa ri­ngan, seperti gangguan kecema­san dan depresi. Jumlahnya se­banyak 6 persen atau 16 juta jiwa.

“Sedangkan gangguan berat, seperti psikosis berjumlah 400 ribu orang, dan sebanyak 14,3 persen atau 57 ribu ODGJ berat pernah dipasung keluarganya. Dengan adanya undang-undang ini, penanganan ODGJ lebih komprehensif, mulai dari pro­mosi, pencegahan, pengobatan, hingga rehabilitasi,” papar Menkes.

 Berikut kutipan selengkapnya:
 
Apa poin penting Undang-undang Keswa?
Poin penting undang-undang ini, antara lain, membuat pena­nganan ODGJ lebih komprehen­sif. Dengan undang-undang ini juga, pemerintah akan menyi­apkan tindakan pencegahan hingga rehabilitasi.

Kemudian kerja sama  pena­nga­nan ODGJ dari pusat hingga daerah, serta peran serta masya­rakat menjadi lebih jelas. Selain itu, biaya atau alokasi anggaran untuk ODGJ pun diperjelas oleh undang-undang tersebut.
 
Dengan adanya kepastian anggaran, apakah seluruh OD­GJ bisa ditangani maksi­mal?
Anggarannya nggak akan cu­kup dong. Makanya, kami meng­ajak dan melakukan upaya sosialisasi agar masyarakat ikut berperan aktif.
 
Apa yang bisa dilakukan mayarakat?
Masyarakat adalah pilar utama. Mereka yang bisa mencegah terjadinya itu (gangguan jiwa, red). Undang-undang Keswa juga mengamanatkan pemerintah daerah (pemda) untuk mengambil peran pencegahan, pengobatan, hingga rehabilitasi.

Nantinya, Pemda wajib me­nye­lenggarakan pelayanan kese­hatan jiwa sejak dari Puskesmas se­bagai pelaya­nan kesehatan dasar.
 
Bagaimana dengan keseha­tan jiwa para pejabat publik?
Pasal 71 Undang-undang Kes­wa mengatur tentang tes kejiwaan untuk para pekerja publik.  Siapa pun yang pekerjaannya berkaitan dengan publik, seperti calon pejabat publik, guru atau dosen harus menjalani uji ke­jiwaan. Uji kejiwaan tersebut akan diber­lakukan secara perio­dik terhadap kemampuan me­ngingat, ber­integrasi dan sosia­lisasi. Sebelum ditugaskan dan selama yang bersangkutan ber­tugas, kesehatan jiwanya akan se­lalu dikontrol.

Apakah kejujuran pejabat publik menjadi bagian dari tes kejiwaan?
Tes kesehatan jiwa ini tidak selalu menyasar pada aspek kejujuran se­seorang. Tes kejiwaan lebih pada aspek jiwa. Misalnya ke­mam­puan meng­ingat, dan berso­sialisasi. Terkait kejujuran sese­orang, itu baru bisa diketahui jika orang tersebut telah menjabat.

Bagaimana dia mau dikenal jujur, kalau belum menjabat. Saya rasa sulit untuk mengukurnya. Jadi, undang-undang ini hanya memastikan, seorang calon pejabat publik sehat atau tidak secara kejiwaan. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA