WAWANCARA

Ginandjar Kartasasmita: Saya Terkesan, Jokowi-JK Jujur, Santun, Tulus Dan Bersahaja ...

Rabu, 18 Juni 2014, 09:44 WIB
Ginandjar Kartasasmita: Saya Terkesan, Jokowi-JK Jujur, Santun, Tulus Dan Bersahaja ...
Ginandjar Kartasasmita
rmol news logo Ginandjar Kartasasmita melabuhkan dukungan di pilpres tahun ini ke Jokowi-Jusuf Kalla. Dengan masuknya Ginandjar, makin banyak orang penting di negeri ini yang melabuhkan dukungan ke capres-cawapres nomor urut dua ini.

Apa alasan Ginandjar pilih Jo­ko­wi-JK? Kenapa tidak mengikuti pilihan Golkar yang mendukung Pra­bowo-Hatta? Berikut wawan­cara selengkapnya:

Beberapa waktu lalu Agus Gu­­miwang, putra Bapak, se­ka­rang Bapak sendiri bergabung ke Jokowi-JK. Apakah diren­ca­nakan begitu?
Sama sekali tidak. Terus terang saya katakan Agus bergabung ke Jokowi-JK tanpa konsultasi saya. Belakangan baru dia kasih tahu. Saya sendiri waktu itu masih me­milih netral.

Kenapa sikap Bapak ber­ubah?
Yah, ada berbagai faktor. Isti­kharah tentu salah satu yang me­nentukan. Tapi memang soal Pre­siden menyangkut kepentingan bangsa, bahkan dalam politik, kepentingan terbesar. Rasanya ti­dak patut dalam soal begitu pen­ting seseorang yang memiliki rasa tanggung jawab, paling tidak pada dirinya sendiri, untuk tidak mengambil sikap.

Lantas kenapa memilih Jo­kowi-JK?
Singkat saja, Pak Jusuf Kalla sudah datang kepada saya, dan ke­marin Pak Jokowi. Memang itu bukan pertemuan pertama, tapi saya terkesan beliau itu orang yang rendah hati, santun, tulus, jujur dan bersahaja. Satu kata dan per­buatan, artinya kata-katanya men­cerminkan perbuatannya. Sa­ya coba cari-cari kesalahannya di waktu yang lalu, nggak ketemu-ke­­temu juga. Rasanya justru se­ka­rang ini rakyat memerlukan pe­mimpin yang berkarakter seperti itu. Insya Allah, dengan sifat-sifat se­perti itu bisa menjadi pemimpin yang amanah dan membawa ba­ro­kah buat bangsa kita.

Itu saja?
Tentu ada berbagai pertim­bang­an lain. Yang utama adalah solidaritas sesama kader Golkar. Di situ ada Pak Jusuf Kalla, be­li­au kader Golkar bahkan mantan Ke­tua Umum, maka asumsinya beliau adalah kader partai terbaik.  Masa’ tidak kita dukung. Kalau Pa­k Ical yang jadi calon, pasti saya dukung lebih dulu.

Jadi Bapak meninggalkan Golkar?
Nggak mungkin itu. Tidak ada sesuatu atau kekuatan apapun di dunia yang dapat memisahkan saya dari Golkar. Saya sudah ma­lang melintang dengan Golkar se­lama puluhan tahun.

Saya sudah menjadi anggota Dewan Pembina Golkar  sejak awal tahun 80-an. Sa­ya pernah menjadi Ketua Frak­si Golkar di MPR, pada masa tran­sisi dalam proses reformasi. Dalam masa reformasi saya juga menjadi Pimpinan MPR me­wa­kili Golkar.

Saya tidak bilang bah­wa saya lebih Golkar dari yang lain. Tapi sebaliknya tidak ada orang yang bisa menyatakan di­rinya lebih Golkar dari saya.

Tapi apa itu tidak memecah suara Golkar dalam pilpres?

Suara Golkar sudah pecah pada waktu pengurusnya mendukung pa­sangan partai lain padahal ada kader Golkar yang menjadi calon. Begini, ya, kalau kita bicara soal etika dan moral, kalau kita meng­ha­rapkan setiap kader harus loyal pada partai, kita juga meng­har­ap­kan partai harus loyal pada ka­der­nya. Kalau kita mengharapkan setiap kader membela partainya, kita juga mengharapkan partai mem­bela kadernya. Jangan me­ning­galkan kader yang sedang ber­juang. Golkar partai besar dan ter­tua di Indonesia, banyak ka­der­nya yang bagus-bagus, wajar saja kalau diminta pihak lain.

Kita harus bangga dan ikhlas. Kalau partai tidak punya calon sendiri, nga­pain repot-repot membuang ener­gi, biaya dan tenaga men­du­kung yang lain padahal ada orang kita sendiri  yang sudah jadi calon.

Kenapa Bapak tidak sam­pai­kan pandangan itu langsung ke pimpinan Golkar?
Sudah, secara terbuka dalam per­temuan TriKarya yang diga­gas Agung Laksono. Juga lang­sung kepada Ical sejak awal. Ta­nya saja pada beliau. SMS saya yang panjang pada beliau masih saya simpan.

Apakah Prabowo atau Hatta, atau Aburizal Bakrie sebagai Ke­tua Umum Golkar pernah me­­nemui Bapak meminta du­kung­an, seperti Jokowi dan Jusuf Kalla?
Nggak ada, tuh. Tapi bukan itu ma­salahnya.

Apakah Bapak punya sa­saran atau kepentingan ter­tentu dengan sikap itu, soalnya ada pengurus Golkar yang bi­lang begitu...
Kepentingan apa? Umur saya sekarang 73 tahun. Saya sudah mengabdi di bawah 3 presiden. Saya jadi Menteri 16 tahun, jadi pim­pinan MPR 5 tahun, Ketua DPD 5 tahun, mau apa lagi? Ke­pentingan saya sekarang adalah melihat bangsa maju dan lebih baik ke depan, di bawah kepe­mimp­inan yang amanah.

Bagaimana dampaknya pa­da Golkar? Bisakah terjadi per­pecahan?
Ah tidak. Sudah berkali-kali ke­jadian serupa itu di Golkar. Sesudah pilpres kan bareng lagi, utuh lagi.

Masa’ kita mau hancur-han­curan cuma karena beda pilihan politik. Juga kan tidak ada kaitannya dengan ideologi, baik ideologi bangsa maupun ideologi Golkar.

Bersikap dewasa dan santai-santai sajalah. Jangan sa­ling men­zalimi, saling hargai dan hor­matilah sesama kader Golkar. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA