Demikian disampaikan M. Ihsan, pemerhati anak yang juga mantan Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia, (Senin malam, 2/6).
Sejauh ini, dalam amatan Ihsan, masing-masing kubu masih sibuk mencari makna dan tafsir dari nomor urut yang didapatkan sesuai dengan selera masing-masing untuk menarik perhatian pemilih. KPU memang telah menetapkan nomor urut capres dan cawapres. Prabowo-Hatta nomor urut 1 dan Jokowi-JK nomor urut 2.
"Tapi sayang sungguh disayangkan, di saat yang sangat ditunggu-tunggu tersebut, belum terdengar para capres secara spesifik dan eksplisit mengangkat isu perlindungan anak termasuk pemenuhan hak-hak anak dan melindungi anak dari kekerasan dan eksploitasi," jelas Ihsan.
Pentingnya menyampaikan secara spesifik dan eksplisit soal isu tersebut untuk memastikan pada pemilih bahwa jika pasangan tersebut nanti terpilih, ada bukti atau dasar untuk melakukan evaluasi. Dan juga memastikan apakah dukungan diteruskan atau dihentikan sebagai bentuk delegitimasi pada pemerintahan sehingga berdampak pada kinerja dan dukungan di pemilu berikutnya.
Terkait dengan pemenuhan hak adalah jaminan akte kelahiran gratis, pendidikan dan kesehatan gratis dan layak, sistem perlindungan anak mencegah perlakuan salah, penelantaran, eksploitasi dan kekerasan.
"Program ini disampaikan dengan indikator yang jelas sehingga tidak dianggap sebagai politik gincu, kelihatan tapi tidak terasa. Seharusnya politik garam, terasa walaupun belum kelihatan, mengutip ungkapan buya Syafii Maarif," imbuh Ihsan.
Ihsan yakin, jika saat ini ada capres yang spesifik mendeklarasikan jaminan terhadap kesejahteraan dan perlindungan anak, masyarakat yang punya anak tidak akan segan-segan menentukan pilihannya. Apalagi di tengah tingginya suara mengambang (swing voter), perlu komitmen dari pasangan capres untuk melirik permasalahan mendasar dan menjadi keprihatin masyarakat akhir-akhir ini.
"Semoga (isu anak ini) menjadi perhatian capres dan cawapres," demikian Ihsan.
[zul]
BERITA TERKAIT: