Meski Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah menganugerahi Bintang Jasa Pratama kepada empat mahasiswa tersebut, nilai-nilai keadilan bagi para korban rupanya belum ditegakkan. Jelang peringatan tragedi tersebut, mereka mendesak agar pemerintah lebih serius menuntaskan kasus tersebut.
Koordinator Keluarga Besar Alumni Universitas Trisaksi, Indra P Simatupang menyatakan, sampai saat ini pihaknya masih berduka atas tewasnya Elang Mulia Lesmana, Heri Hartanto, Hafidin Royan, dan Hendrawan Sie dalam tragedi Trisakti yang terjadi 12 Mei 1998 itu.
“Kami, keluarga besar alumni Trisaksi sampai hari ini masih prihatin dan berduka atas tragedi Trisakti yang setiap tahun selalu kita peringati dan suarakan, tapi sampai sekarang para korban belum mendapat keadilan,†katanya dalam diskusi ‘Melawan Lupa Tragedi Berdarah Trisakti’ di Jakarta, kemarin.
Karena itu, dirinya berharap generasi bangsa saat ini tidak melupakan perjuangan para pejuang reformasi tersebut. Kendati, penegakan hukum atas tragedi ini masih berlarut-larut. “Kami akan mendesak semua pihak untuk segera menuntaskan kasus Trisaksi ini,†ujarnya.
Lasmiati, ibu dari Heri Hartanto mengatakan, selama 16 tahun ini dirinya berharap tragedi Trisakti dapat dituntaskan secara hukum. “Meski Presiden SBY memberikan penghargaan sebagai pejuang reformasi kepada para korban, kami dari keluarga korban tetap menuntut pemerintah untuk bertanggung jawab,†pintanya.
Dia mengaku kecewa saat empat mahasiswa itu dinyatakan sebagai pejuang reformasi, para pelaku pelaku penembakan justru dibiarkan bebas tanpa diminta pertanggung jawaban.
“Sampai Presiden sampai mau turun jabatan, kasus Trisakti ini tidak ada kejelasannya, 12 Mei 1998 anak kami dibunuh aparat negara di kampusnya, mana pertanggungjawaban negara?†tuntutnya.
Syahrir, ayah dari Heri Hartanto, mengaku tidak puas atas janji-janji yang selalu diberikan pemerintah. “Selama 16 tahun kami tidak pernah lupa menuntut pemerintah memberi penyelesaian atas kasus ini dengan seadil-adilnya, semoga tuntutan ini dilaksanakan pemerintah meski pemerintah mau diganti,†sebutnya.
Dia menyatakan tidak akan menyerah menuntut keadilan atas nasib anaknya. “Kalau tidak bisa ke pemerintah yang sekarang, kami akan tuntut ke pemerintah yang selanjutnya,†imbuhnya.
Hira Tetty Yoga, ibu dari Elang Mulia Lesmana, mengaku tidak pernah lelah memperjuangkan keadilan bagi anaknya. “Kalau dikatakan sudah lelah pun kami tetap meminta pertanggungjawab pemerintah atas anak kami yang meninggal ditembak aparat,†cetusnya.
Dia menuturkan, meski sudah merelakan kepergian anaknya, dirinya akan terus mendesak pemerintah memberikan keadilan. “Kami sebagai orang tua sudah menyerahkan anak kami untuk hidup tenang disana, tapi mana tanggung jawab negara selama 16 tahun ini,†keluhnya.
Ketua Setara Institute, Hendardi, yang turut menjadi saksi terjadinya tragedi Trisaksi itu menyebutkan jatuhnya korban jiwa merupakan akibat dari praktik tangan besi yang diterapkan rezim orde baru. “Yang paling mengerikan bukanlah kekejaman yang terjadi, tapi bila semua kejadian itu berlangsung tanpa adanya proses penghukuman terhadap pelaku,†ujarnya.
Dia menyerukan agar setiap orang harus berani menyatakan perang terhadap kejahatan tanpa hukuman, atau yang disebut dengan impunitas.
Hendardi menerangkan, kendati negara bertanggung jawab atas terjadinya impunitas, kondisi itu juga terjadi atas ketidakpedulian orang banyak terhadap penuntasan kasus-kasus pelanggaran HAM.
“Lemahnya kekuatan masyarakat membuat pemerintah tidak taat pada hukum. Selama masyarakat tidak marah pada pelanggaran hukum maka negara akan menjadi otoriter dan pelanggaran hukum akan terus terjadi,†tandasnya.
Dia menekankan, gugurnya empat mahasiswa Trisakti merupakan episode pahit bagi rakyat Indonesia yang sedang memperjuangkan hak-hak dasarnya. “Empat mahasiwa itu tidak boleh gugur sia-sia,†cetusnya.
Komisioner Komnas HAM Siti Noor Laila mengatakan, kasus Trisakti merupakan satu dari tujuh kasus yang berkas penyelidikannya sudah diselesaikan Komnas HAM, namun mandeg di Kejaksaan Agung.
“Di sidang kovenan hak sipil dan politik yang berlansung di Jenewa, Swiss pada tahun lalu, pemerintah Indonesia ditanyai soal penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM berat. Jadi kasus-kasus ini harus dilihat sebagai persoalan bangsa, dan jangan sampai ini terus dipertanyakan di dunia internasional,†katanya.
Putra-putri Veteran Ngaku PrihatinPraktek Jual Beli Hukum MarakSejumlah putra-putri pahlawan nasional mengaku prihatin atas masih terjadinya praktek jual beli hukum dan keadilan di Tanah Air.
Juru bicara kelompok putra-putri Veteran, Bambang Sulistomo menyatakan, pemimpin masa depan harus mampu menjawab tantangan tersebut. Apalagi, kata Sulistomo, komitmen para capres dalam melawan kebiadaban korupsi para elit parpol dipertanyakan. Pasalnya, sejauh ini para calon pemimpin belum menyampaikan ke publik rencana atau strategi melawan praktek korupsi yang menjadi musuh bersama.
“Mereka belum mengutarakan cara mengatasi keserakahan penyamun kedaulatan yang duduk di legislatif,†kata putra pahlawan nasional Bung Tomo dalam jumpa pers di Jakarta, kemarin.
Bambang juga menegaskan para calon pemimpin negeri ini harus berani mencegah terjadinya praktek jual beli hukum dan keadilan, jual beli kedaulatan rakyat yang pada akhirnya pasti akan mengakibatkan terjadinya praktek jual beli harga diri maupun harkat dan martabat negeri ini. Oleh karena itu, dia berharap, pilpres 2014 akan melahirkan pemimpin yang berani, baik hati, tegas serta kerakyatan.
“Pemimpin nanti haruslah pejuang yang sudah membuktikan dirinya berani secara tegas dan tulus untuk membela kepentingan rakyat dan negara,†katanya.
Bambang mencontohkan, petani tidak mendapatkan perlindungan saat menjual hasil panen mereka dan tak berdaya dalam mempertahankan hak atas tanahnya.
Selain Bambang, hadir dalam kesempatan itu putra-putri veteran lainnya yakni; Yanny Drajat (Manado), Yusroni (Solo), Agus Dimara (Papua), Baidar Faisal (Ende), Johanes Sanjaja Darmawan, Dharmono Larsono (Tegal), Nurochman (Magelang).
Massa PPDI Berharap Jokowi Ikut DiperiksaMinta Kasus Transjakarta Diusut TuntasSejumlah massa yang tergabung dalam Perhimpunan Pejuang Demokrasi Indonesia (PPDI) menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Kejaksaan Agung (Kejagung), Jalan Sultan Hasanudin, Jakarta, kemarin.
Dalam aksinya, massa membawa sejumlah poster dan foto bergambar Joko Widodo alias Jokowi. Aksi dorong pagar pun sempat terjadi. Namun, dapat dikondisikan oleh koordinator massa. Sementara sejumlah aparat polisi berjaga-jaga demi lancarnya aksi tersebut.
Koordinator Aksi PPDI Salim Mujahid Nusantara menyatakan, Kejagung harus segera menuntaskan kasus dugaan korupsi bus Transjakarta dan bus kota terintegrasi busway (BKTB). “Kami desak Kejagung tuntaskan kasus korupsi bus Transjakarta. Kita menuntut Kejagung secepatnya periksa Michael Bimo Putranto dan Joko Widodo,†teriak Koordinator aksi PPDI Salim Mujahid Nusantara saat berorasi.
Saat ini, pihak Kejagung telah menetapkan dua anak buah Jokowi sebagai tersangka yakni Drajat Adhyaksa dan Setyo Tuhu dalam kasus dugaan korupsi proses pengadaan dan perencanaan bus Transjakarta dan BKTB sebesar Rp 1,5 triliun.
Pihaknya menduga ada kongkalikong pemenangan tender dari Bimo ke Jokowi. Mengingat Bimo pernah menjadi tim sukses Jokowi saat Pilkada Gubernur DKI tahun 2012.
Pada kesempatan sama, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Setia Untung Arimuladi menyatakan, pihaknya memeriksa beberapa saksi. Diantaranya bekas Kepala Dishub DKI Udar Pristono. Beberapa kalangan menilai pengusutan kasus ini berbau politis karena dilakukan menjelang pelaksanaan Pilpres pada 9 Juli nanti.
Sementara Jokowi menanggapi soal kemungkinan dirinya diperiksa Kejagung terkait kasus Transjakarta. “Itu sudah wilayah hukum. Saya tidak ingin bicara apa pun,†ujarnya.
Menurut dia, pengadaan itu merupakan tanggung jawab pengguna anggaran. “Ada 57 ribu item, anggaran itu yang tanda tangan pengajuan di dewan pasti gubernur. Kamu harus ngerti mekanisme di pemerintah.†Dia kemudian menjelaskan dengan contoh.
“Kamu pengguna anggaran. Saya suruh kamu ke utara, tapi kamu nyemplung ke jurang, gimana? Siapa yang salah? Yang nyuruh ke utara, tapi kamu nyemplung jurang," cetus dia. ***
BERITA TERKAIT: