Hal ini terjadi di PDIP saat memberikan mandat kepada Jokowi untuk maju sebagai Capres, ada suara masuk, suara pendukungnya Jokowi dan ada suara keluar, suara yg ingin Trah Soekarno maju ke gelanggang pilpres. Hasilnya suara PDIP mentok di nyaris 20 persen jauh dari perkiraan semua orang.
Nah hal ini juga akan terjadi dengan Prabowo-Ical sepakat maju ke Pilpres. Pasti akan ada suara masuk dan suara keluar.
Suara Golkar di Pilpres tidak pernah sedahsyat di Pileg sejak pemilu 2004. Bila berkaca dari pemilu sebelumnya, maka suara Golkar yang dibawa ARB hanya menambah 5-6 persen suara untuk Prabowo. Artinya, kemungkinan besar ARB tidak akan banyak membantu suara Prabowo.
Namun bila kita lihat dari kacamata lain, bila duet ini terjadi dan Hanura ikut bergabung maka ini adalah usaha untuk menggabungkan kekuatan Golkar era dulu. Maka kemungkinan besar komunikasi politik yang digunakan adalah komunikasi politik nostalgia seperti masih
penak zaman ku, atau dulu Indonesia Macan Asia. Komunikasi politik yang berhasil membuat suara Golkar, Gerindra dan Hanura di atas 30 persen.
Akan banyak pekerjaan rumah bagi keduanya untuk memperbaiki pencitraan yang masih kurang baik di masyarakat.
ARB sadar betul bahwa elektabilitas dirinya jauh berada di bawah Prabowo sehingga rela jadi cawapres. Masih panjang jalan untuk mewujudkan duet ini karena Ical masih harus melobi internal partai lantaran ada mekanisme Rapimnas dan sudah banyak tokoh senior Golkar seperti JK dan Akbar yang siap maju.
Duet ini pas untuk pemilih pecinta nostalgia orba dan pasti akan mengubah konstelasi politik termasuk akan memantapkan lahirnya poros Demokrat.
[***]
Hendri Santrio adalah pengamat komunikasi politik dari Universitas Paramadina
BERITA TERKAIT: