Husaini yang juga pendiri MaÂjelis Pemerintahan (MP) GAM kini menetap di Swedia. Saat berÂkunÂjung ke Aceh 18 September 2013, ia miris melihat kondisi Negeri Serambu Mekah itu.
Meski telah delapan tahun seÂjak
MeÂmorandum of UnderÂstanÂÂding (MoU) Helsinki ditanÂdaÂtaÂngani, pembangunan dan keseÂjahteraan maÂsyarakat Aceh tidak mengalaÂmi keÂmajuan, bahÂkan dinilai mengaÂlaÂmi kemunÂduran. Husaini pun meÂngkritisi pemÂbangunan di Aceh.
Berikut kutipan selengkapnya:
Apa latarbelakang Anda pulang ke Aceh?Saya rindu kampung halaman, mau lihat tanah air dan nostalgia setelah hampir 35 tahun meningÂgalkan Aceh, tentu ada raÂsa kaÂngen. Tidak ada misi khusus.
Selama menetap di Swedia hampir 30 tahun, apa kesibuÂkan Anda di sana?Saya buka praktek dokter speÂsialis kebidanan dan jadi konÂsultan kesehatan di beberapa ruÂmah sakit. Sebelumnya 3,5 tahun sempat menetap di Malaysia juga bekerja sebagai dokter.
Bagaimana perasaan Anda melihat Aceh saat ini, apakah perubahannya besar sejak Anda tinggalkan?Jauh dari yang saya bayangkan dan saya harapkan. Sedih lihat Aceh saat ini. Dari segala bidang Aceh mundur sekali. Padahal, potensi Aceh baik sumber daya alam maupun sumber daya maÂnusia sangat besar.
Aceh saat ini tidak sesuai dengan yang Anda cita-citakan dahulu bersama GAM?Betul. Dulu kita berjuang memÂÂbawa Aceh agar derajatnya tinggi di segala segi.
Ternyata seÂteÂlah perjanjian Helsinki, Aceh makin terpuruk, kami sebagai pejuang menjadi kecewa.
Bisa dibilang MoU Helsinki tidak berjalan?Kenyataan memang seperti itu. Harusnya MoU ini punya peran unÂtuk memajukan Aceh, tapi emÂplementasinya tidak berjalan. PeÂmimpinnya (Gubernur) pun masih sibuk mengurus yang tidak perlu.
Sibuk mengurus apa?Ya, mereka sibuk mengurus soal bendera dan wali naggroe. Padahal, masih banyak masalah lain yang harus dipikirkan untuk memajukan Aceh, seperti pembaÂnguÂnan rakyat, pembangunan negeri, infrastruktur, ekonomi dan agama.
Berarti MoU Helinski tidak ada manfaatnya sama-sekali dalam mensejahterakan rakyat dan membangun Aceh?Nggak ada sama-sekali. HamÂpir semua poin-poin di MoU itu tidak diimplementasikan.
Selama Anda berada di luar negeri, apakah meng-up date inforÂmasi tentang Aceh?Iya, saya pantau dari internet, tv kabel, surat kabar. Saya juga masih suka bertanya dengan teÂman atau keluarga yang masih menetap di Aceh tentang konÂdisi Aceh saat ini.
Ada atau tidak keinginan unÂtuk sharing dengan sahabat, teÂman seperjuangan dan junior untuk membahas kondisi Aceh saat ini yang menurut Anda memprihatinkan?Ada, sudah dilakukan, tapi haÂnya dengan kawan-kawan di uniÂversitas dan tokoh masyaraÂkat.
Bagaimana dengan PemerinÂtah Daerah Aceh?Saya kurang hubungan. TerÂmaÂsuk dengan pasangan kepala daerah saat ini Zaini Abdullah-Muzakir Manaf.
Pernah ada undangan dari Pemerintah Daerah untuk disÂkusi masalah Aceh?Saya sering bicara di televisi lokal dan nasional, juga surat kaÂbar terkait kondisi Aceh yang memprihatinkan, pastinya mereÂka juga tahu. Tapi, sampai saat ini mereka belum pernah menghuÂbungi saya. Sebenarnya saya juga ingin bertukar pikiran, tapi gimaÂna ya belum ada komunikasi.
Apa yang paling urgent dibeÂnahi di Aceh saat ini?Semuanya harus dibenahi. TaÂpi, yang paling penting konflik inÂterÂnal di Aceh itu sendiri haÂrus diÂseÂlesaikan dulu. Kalau maÂÂsih banyak konflik internal, investor engÂgan masuk, ini akan mengÂhamÂbat keÂmajuan bagi Aceh dan merugikan masyaraÂkat secara keseluruhan.
Anda melihat hubungan peÂmerintah pusat dengan pemeÂrintah daerah Aceh seperti apa?Hubungannya bagus. KesalaÂhanÂnya bukan pada pusat kenapa Aceh tidak bisa maju.
Kesalahan ada di daerah yang tidak punya program pembangunan jangka panjang.
Mereka seolah tidak mau memÂbangun diri. Padahal pemeÂrintah pusat sudah membeÂri kebebasan. Anggaran yang diÂgeÂlonÂtorkan pusat untuk meÂmaÂjuÂkan Aceh juga cukup besar.
Konkretnya, apa yang perlu dilakukan Pemerintah Daerah Aceh saat ini agar tidak semaÂkin terbelakang?Pertama, mereka harus konÂsoÂÂlidasi dengan masyarakat. MeÂÂreÂka kan dipilih oleh rakyat. MereÂka juga harus dengar asÂpiÂrasi dan berjuang untuk rakÂyat. Rangkul masyarakat untuk memÂbangun Aceh.
Kedua, Aceh harus membuka pintu untuk kemajuan. Asal tiÂdak melanggar norma adat dan agaÂma, masukan-masukan dari luar saya rasa cukup penting unÂtuk memajukan Aceh.
Apa konsep yang tepat untuk pembangunan di Aceh?Kita harus akui kebodohan kita sendiri. Jangan tertutup deÂngan dunia luar. Beri peluang seluas-luasnya untuk demokÂrasi supaya kita dapat ilmu leÂbih baÂnyak.
Sebentar lagi pemilu, apa harapan Anda pada pemimpin terpilih nanti?Pemilu ini kan bentuk demoÂkÂrasi. Siapapun kepala negaÂraÂnya nanti diharapkan bisa memÂbaÂngÂun negara kita dan Aceh khuÂsusÂnya. Asal tujuannya bagus, leÂbih adil lebih merata demi kemakÂmuran, kita akan selalu dukung siapapun yang terÂpilih. [Harian Rakyat Merdeka]