Humphrey Djemat: Dalam RUU KUHAP, Kedudukan Advokat Setara Dengan Polisi & Jaksa

Senin, 29 April 2013, 08:33 WIB
Humphrey Djemat: Dalam RUU KUHAP, Kedudukan Advokat Setara Dengan Polisi & Jaksa
Humphrey Djemat
rmol news logo Advokat terus saling sikut dan gontok-gontokan. Belum selesai masalah Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) yang dipimpin Otto Hasibuan dengan Kongres Advokat Indonesia (KAI) yang dikomandoi Indra Sahnun Lubis.

Kini muncul lagi perebutan logo Ikatan Advokat Indonesia (Ika­din) pimpinan Otto Hasibuan de­ngan Ikadin pimpinan Todung Mul­ya Lubis. Ikadin Otto Hasi­buan diadukan ke Mabes Polri.

Menanggapi hal itu, Ketua Umum Asosiasi Advokat Indo­ne­sia (AAI) Humphrey Djemat me­ngatakan, sudah saatnya di­hen­tikan konflik internal.

“Sekarang ini sedang digodok RUU KUHAP, mari kita bersatu untuk mendukungnya dan mem­perjuangkan advokat setara de­ngan polisi dan jaksa,’’ kata bekas Jubir Satgas TKI itu kepada Rak­yat Merdeka, kemarin.

Berikut kutipan selengkapnya;


Apa RUU KUHAP menyan­tum­kan kesetaraan itu?

Ya. AAI telah mengadakan dis­kusi tentang RUU KUHAP. Isi­nya bagus, mengatur kesetaraan  antara polisi dengan advokat pada saat proses penyidikan. Sedang­kan saat proses persidangan ada kesetaraan antara jaksa dan advokat.

Makanya, kami  menyimpul­kan agar advokat wajib mendu­kung RUU tersebut menjadi Un­dang-Undang. Sudah saatnya pa­ra advokat berdiri tegak setara de­ngan penegak hukum lainnya.

Bagaimana dengan RUU Advokat yang juga sedang digodok di DPR?

AAI melihat perlunya prio­ritas pembahasan RUU KUHAP kare­na menyangkut kepentingan para advokat dalam menjalan­kan tu­gasnya dan terkait dengan hak asasi manusia bagi masya­rakat pencari keadilan. Kita kon­sen­trasi mendukung RUU KUHAP itu.

Apa yang perlu diperhatikan dalam penggodokan RUU KUHAP itu?

Berdasarkan hasil diskusi di AAI yang dianggap penting dan harus diperhatikan yaitu terkait dengan sistem penahanan di ma­na hal tersebut berkaitan pula de­ngan pasal 9 International Co­ve­nant on Civil and Political Rights (ICCPR) yang sudah dira­ti­fikasi oleh Indonesia, bahkan sudah jadi Undang-Undang.

Apa isi pasal 9 ICCPR itu?

Antara lain menyatakan, apa­bila terdapat seseorang yang di­tangkap maka dengan segera atau dengan seketika, Jaksa Penuntut Umum (JPU) membawa Surat Perintah Penahanan dan Penyidik membawa orang yang ditangkap secara fisik (physically) untuk di­ha­dapkan kepada hakim dengan didampingi advokat karena yang mempunyai kewenangan untuk menyatakan seseorang ditahan adalah hakim.

Bukankah kepolisian kebe­ra­tan dengan pasal itu?

Tentu. Hal tersebut  menyebab­kan  kepolisian keberatan dengan  RUU KUHAP.
Sebab, kewena­ngan penahanan telah dialihkan kepada hakim. Kepolisian tidak mempunyai kewenangan untuk melakukan penahanan terhadap orang yang diduga keras melaku­kan tindak pidana.

Penahanan yang  dilakukan atas perintah hakim tersebut dila­kukan demi kepentingan bersa­ma. Sebab, semua orang berpo­ten­­si untuk ditahan atau mela­ku­kan suatu tindak pidana. Maka pe­nahanan yang dilakukan atas pe­rintah hakim tersebut merupa­kan suatu tindakan untuk meng­hindari adanya pelanggaran yang sifatnya kemanusiaan.

Apa bisa disebutkan contoh­nya?

Apabila terdapat seorang ter­­­­sang­ka yang telah di­tang­kap, ke­mudian dihadapkan ke­pada ha­kim dan ternyata ter­sangka itu lum­puh, maka ha­kim dapat meng­gunakan ke­wenangannya un­tuk tidak me­lakukan penaha­nan terhadap orang tersebut.

Dalam RUU KUHAP, pena­ha­nan yang dilakukan kepo­lisian berapa lama?

Penahanan pada pihak kepo­li­sian dilakukan selama 5 X 24 Jam. Kemudian dapat diperpan­jang oleh kejaksaan selama 5 X 24 jam. Kemudian dihadapkan ke­pada hakim komisaris.

Bagaimana dengan pengang­katan hakim komisaris?

Saya kira tidak perlu mencari hakim-hakim baru. Cukup meng­­angkat hakim yang sudah ada di pengadilan-pengadilan negeri  menjadi hakim komisaris.

Na­mun yang menjadi per­ha­tian ada­lah bagaimana me­milih ha­kim yang memiliki profesio­na­lis­me yang tinggi dan bersih, se­hing­ga tidak dapat diinter­vensi.

Sikap polisi di sini bagai­mana?

Itu yang dipersoalkan. Maka­nya polisi berkehendak bahwa hakim komisaris yang datang ke­pada kepolisian untuk menen­tu­kan penahanan terhadap seorang tersangka.

Apalagi yang penting  dalam RUU KUHAP?

RUU KUHAP memperkenal­kan, advesary system atau yang di­­namakan dengan sistem berim­bang. Hal tersebut mem­buat arti dari sebuah Berita Aca­ra Peme­riksaan (BAP) menjadi lebih ke­cil di dalam advesary system ini.

Lebih mengutamakan kete­ra­ngan di muka sidang, di mana JPU dan penasihat hukum bisa men­anyakan langsung kepada saksi-saksi yang dihadirkan dan mela­ku­kan konfrontasi terhadap kete­rangan-keterangan yang telah di­berikan di dalam persi­dangan.

Selain itu, JPU dan penasihat hukum diperbolehkan untuk memanggil saksi-saksi yang tidak terdapat di dalam berkas perkara terkait dengan pembuktian na­mun hal tersebut dibatasi oleh ha­kim yang mempunyai ke­we­na­ngan untuk memperbolehkan per­mintaan dari masing-masing pi­hak untuk menambah saksi.

Mengenai penyelesaian di luar pengadilan, itu bagai­mana?

Ini juga menarik. RUU KUHAP juga memperkenalkan yang di­namakan dengan penye­lesaian di luar pengadilan. Na­mun hal terse­but dapat dilakukan terbatas pada tindak pidana ringan dan ancaman hukumannya di bawah lima sampai dengan em­pat tahun serta tidak dilakukan oleh recidivis dan tidak dalam penahanan.

Sebab, jika sudah ditahan dan tetap dilakukan penyelesaian di luar pengadilan akan mengurangi nilai penahanan itu sendiri. Pe­nyelesaian di luar pengadilan ini merupakan suatu upaya agar mengu­rangi perkara-perkara yang diperiksa di pengadilan.

Bukankah di Belanda dan Rusia menerapkan sistem ini, dan bagaimana hasilnya?

Betul. Sistem ini diterapkan di beberapa negara, seperti  Belanda dan Rusia. Di Belanda penyele­saian di luar pengadilan dapat di­la­kukan terhadap tindak pidana yang ancamannya di bawah  enam tahun. Makanya 60 persen per­kara pidana di Belanda telah di­selesaikan di luar penga­di­lan. Sedangkan di Rusia terhadap tin­dak pidana yang ancamanya di ba­wah 10 tahun.

RUU KUHAP ini kurang so­sia­lisasi, apa yang dilakukan?

Sosialisasi dan masukkan un­tuk mendukung RUU KUHAP akan dilakukan AAI di kota-kota besar di Indonesia, sehingga ma­sya­rakat secara umum dan khu­sus­nya para advokat bisa mema­hami secara jelas RUU tersebut dan juga memberikan  du­ku­ngan­nya untuk menggolkannya.

Sudah saatnya para advokat menghentikan konflik di antara se­sama Advokat. Tingkatkan pe­ra­nannya agar setara dengan pe­ne­gak hukum lainnya seperti po­lisi dan jaksa. Ini tentu lebih mem­banggakan dan mem­perli­hat­kan profesi officium nobile-nya. [Harian Rakyat Merdeka]


Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA