Rizal Ramli: Pembagian Kuota Impor Jadi Bancakan Politisi Dan Pejabat

Kamis, 21 Maret 2013, 08:38 WIB
Rizal Ramli: Pembagian Kuota Impor Jadi Bancakan Politisi Dan Pejabat
Rizal Ramli
rmol news logo . Pemerintah dinilai tidak memiliki strategi dan kebijakan yang jelas di sektor pangan, sehingga  harga bahan pangan meroket.

“Terjadinya krisis bawang dan pangan lainnya kerena sistem kuota impor yang tidak trans­paran,’’ tegas bekas Menteri Koor­­dinator Perekonomian Rizal Ramli kepada’Rakyat Merdeka, kemarin.

Seperti diketahui, meroketnya harga pangan berimbas terhadap keberlangsungan hidup masyara­kat. Selain meroketnya harga ba­wang,  harga bibit bawang di pa­saran juga tinggi. Kondisi terse­but menyebabkan petani teran­cam kesulitan melakukan tanam, kare­na tidak adanya bibit bawang.

Rizal Ramli selanjutnya me­ngatakan, kuota impor yang tidak transparan seperti ini memicu terjadinya pat gulipat antara peja­bat dan pengusaha penerima li­sen­si kuota impor.

“Cara-cara seperti ini yang merugikan rakyat,” ungkap bekas Kepala Badan Urusan Logisitik (Bulog) itu.

Berikut kutipan selengkapnya:

Anda tidak setuju adanya sistem kuota impor seperti sekarang ini?

Ya. Sebenarnya kalau sistem kuota dihapuskan dan diganti dengan sistem tarif, dipastikan impor kita akan lebih kompetitif. Harga bahan pangan akan lebih murah dan terjangkau oleh rakyat kecil.

Sistem impor sekarang me­mang kenapa?

Dengan sistem kuota impor saat ini, pada kenyataannya yang terjadi bukan kenaikan harga, tapi adalah lompatan harga, sehingga harga-harga kebutuhan pangan meroket tinggi dan membuat rakyat menjerit.

Misalnya saja. Dalam beberapa waktu terakhir sejumlah kebutu­han pangan mengalami lompatan harga. Daging misalnya, harga­nya berkisar Rp 80.000-90.000 per kilogram, atau dua kali lebih mahal dibandingkan harga di luar negeri.

Begitu juga dengan gula, kede­lai, beras, dan lainnya. Bahkan harga bawang putih dan bawang merah sempat menembus Rp 100.000 per kilogram.

Kondisi ini tidak hanya mem­buat pusing ibu rumah tangga se­laku konsumen. Tapi juga para pe­dagang di pasar karena sulit me­njual akibat terlalu mahal.

Dampaknya apa?

Seperti sekarang ini. Pada prak­­tiknya, pembagian kuota im­por ini juga terjadi karena pat gu­lipat antara pejabat dan pengu­sa­ha. Hal ini menjadi sumber pen­da­patan untuk kepentingan partai politik. Akibatnya negara dirugi­kan karena tidak memperoleh penerimaan yang semestinya. Se­dangkan rakyat dirugikan karena harus membayar harga pangan lebih mahal dari harga di luar negeri.

Bukankah kita memiliki kebijakan pengendalian paso­kan pangan?

Kebijakan pengendalian pasok (demand management) yang selama ini diterapkan pemerintah kita saat ini terbukti tidak efektif. Sebaiknya digantikan dengan sistem pengendalian pasokan (supply management). Selain itu, pemerintah harus all out mem­berikan insentif untuk menaikkan produksi.

Apa perlu pemerintah me­ng­u­mumkan secara trasparan pe­nerima kuota itu?

Itu sebuah keharusan yang di­la­kukan pemerintah, dalam hal ini Menteri Perdagangan untuk mengumumkan secara transparan para penerima kuota impor, be­sar­nya kuota yang diterima, dan keuntungan yang mereka pero­leh, yang selama ini dijadikan bancakan para pejabat dan para politisi.

Menteri Perdagangan harusnya juga menjelaskan mengapa harga pangan di dalam negeri dua kali lebih mahal dibandingkan harga di luar negeri. Yang tidak kalah pen­tingnya, Mendag juga harus mengganti sistem kuota yang merugikan negara dan rakyat, de­ngan sistem tarif yang lebih trans­paran dan efisien. Saya juga men­duga ada yang tidak sehat dalam pengelolaan kuota impor itu.

Apakah perlu ditelusuri juga mengenai adanya masalah persaingan usaha dalam kuota impor itu?

Ya. Komisi Pengawas Persai­ngan Usaha (KPPU) tentunya ha­rus melakukan investigasi dugaan adanya praktik kartel. Hal ini bisa dimulai dari penelusuran sistem pengalokasian kuota impor pa­ngan yang telah merugikan rak­yat. Jika memang terbukti ada praktik kartel, maka KPPU harus menjatuhkan sanksi tegas kepada para pengusaha yang terlibat. Se­dangkan bagi pejabat yang ter­bukti melakukan pat gulipat da­lam alokasi kuota, harus diproses sesuai hukum yang berlaku.

Apa masalah pangan ini hanya menjadi tanggung jawab Mendag saja?

Tidak. Menteri Pertanian tidak kalah penting bertanggung jawab atas pangan ini. Saya justru minta Kementan segera mempertang­gungjawabkan anggaran sektor pertanian yang dari tahun ke ta­hun terus naik. Tapi tidak diikuti dengan kenaikan produksi pa­ngan. Mentan juga harus segera mengumumkan rencana tiga ta­hunan agar Indonesia bisa meme­nuhi kebutuhan pangan secara swasembada.

Rencana swasem­bada itu harus disertai dengan tar­get-target kuantitatif dan jadwal pencapaian yang jelas.

Apa lagi yang perlu dibe­nahi?

Saya juga minta Kementan mengganti para penyuluh perta­nian yang bergaya birokrat dan politisi, dengan petugas penyuluh pertanian profesional. [Harian Rakyat Merdeka]


Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA