Kejagung Ngaku Masih Tangani Kasus Bukopin

Penyidikan Sejak 2008 Tapi Belum Penuntutan

Senin, 28 Januari 2013, 09:15 WIB
Kejagung Ngaku Masih Tangani Kasus Bukopin
ilustrasi, Bukopin
rmol news logo .Disidik sejak 2008, perkara dugaan korupsi kredit Bank Bukopin untuk pengadaan alat pengering gabah di sejumlah daerah, tak kunjung menemui titik terang. Para tersangka kasus ini belum dibawa ke penuntutan.

Namun, pihak Kejaksaan Agung mengaku masih mena­ngani kasus yang bermula dari pe­nyaluran kredit sebesar Rp 69,8 miliar ini. “Pe­ngembangan pe­nyi­dikan ma­sih berlangsung,” kata Kepala Pu­sat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Setia Untung Arimuladi pada Jumat lalu (25/1).

Penyidik Kejagung sudah menetapkan 11 tersangka perkara ini. Sepuluh diantaranya berasal dari pihak Bukopin. Para ter­sangka itu adalah Harry Harmono Busri (karyawan Bukopin), Zul­fikar Kesuma Prakasa (Account Officer Bukopin), Elly Woer­yan­dani (Manager Divisi Kredit Ag­ribisnis Bukopin), Suherli (Ma­na­jer Pengembangan Bukopin dan bekas Anggota Komite Kredit).

Tersangka selanjutnya, Eddy Linson Harlianto (pimpinan Bukopin Cabang Medan, bekas Group Head Agribisnis dan ang­gota Komite Kredit), Eddy Cah­yono H (General Manager Area III Bukopin, bekas Head Group UKK II dan anggota Komite Kre­dit), Dhani Tresno (Manajemen Bukopin Cabang Jember dan be­kas anggota Kredit Komite Bu­ko­pin), Aris Wahyudi, Anto Kus­min Satoto dan Sulistiyohadi (kar­yawan Bukopin).
Tersangka dari pihak penerima kredit adalah Gunawan NG selaku Kuasa Di­rektur PT Agung Pratama Lestari.

Belum ada pihak lain yang di­tetapkan sebagai tersangka kasus ini. “Tentu berdasarkan pe­ngem­bangan penyidikan, akan terlihat apakah ada bukti kuat untuk me­netapkan tersangka baru.” Un­tung pun membantah bahwa Ke­jagung tebang pilih dalam m­e­na­nga­ni kasus ini. “Siapa saja yang berdasarkan pengembangan pe­nyidikan memang terlibat, tentu akan kami telusuri,” lanjutnya.

Menurut dia, sejumlah saksi dan para tersangka masih dalam tahap pengembangan penyidikan. Contohnya, pada Kamis 20 De­sember 2012, penyidik me­ng­a­gen­dakan pemeriksaan sembilan saksi dari pihak Bukopin. Na­mun, pada pemeriksaan yang di­agendakan pukul 09.30 WIB itu, yang hadir hanya satu saksi.

Sedangkan delapan saksi lain­nya, kata Untung, hingga pukul dua siang tidak hadir karena ada tugas yang tak bisa ditinggalkan, sebagaimana dijelaskan dalam surat dari Bank Bukopin No­mor:14357/DHKP/XI/12, tang­gal 19 Desember 2012. Dalam surat itu, Kejagung diminta men­jadwalkan kembali pemeriksaan para saksi tersebut.

Kemudian, pada Selasa 15 Ja­nuari lalu, penyidik me­nga­gen­da­kan pemeriksaan tiga saksi, yaitu Irwan Djajaatmadja, Irwan Sur­yanto dan Budiarto. “Mereka dari Kantor Jasa Penilai Publik Su­geng, Irwan, Gunawan dan Re­kan,” ujar Untung.

Irwan Suryanto dan Budiarto ha­dir pada pukul 10 pagi. Se­dang­kan Irwan Djajaatmadja ti­dak nongol. “Pemeriksaan ter­se­but intinya mengenai tugas dan pe­laksanaan saksi-saksi itu se­laku kantor jasa penilai publik saat menghitung harga mesin drying centre,” kata Untung.

Pada Rabu 23 Januari 2013, pe­nyidik mengagendakan pem­e­rik­saan satu saksi, yaitu Kepala Di­visi Regional Bulog Surabaya Mu­harto. Saksi ini memenuhi panggilan penyidik pada pukul 10 pagi. Inti pemeriksaan ini me­nge­nai tugas dan kewenangan saksi saat pengadaan alat pengering gabah (drying center). Selain itu, untuk mengetahui pasokan beras yang masuk dari petani. “Jadi, proses penyidikan ini berjalan terus,” katanya.

Kasus ini bermula dari pe­ngu­cu­ran kredit Bank Bukopin ke PT Agung Pratama Lestari (APL) se­besar Rp 69,8 miliar selama tiga ta­hap pada tahun 2004. Dalam pengajuan kredit, PT APL be­ren­cana menggunakan pinjaman itu untuk pembangunan 45 unit alat pengering gabah (drying center) pada Bulog Jawa Timur, Jawa Te­ngah, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi Selatan.

Berdasarkan perencanaan pro­yek, PT APL akan membeli me­sin pengering gabah merk Global Gea buatan Taiwan. Namun, me­sin yang dibeli bermerek Sincui. Kemudian, mesin bermerk Sincui itu ditempeli merk Global Gea. Per­soalan lain muncul karena kre­dit ini macet. Total kredit ma­cet beserta bunganya itu menjadi Rp 76,24 miliar. Kejagung me­nyangka ada upaya terstruktur dan terencana untuk membobol duit Bank Bukopin itu.
Reka Ulang

Ada Silang Pendapat Soal Kerugian Keuangan Negara

Bekas Direktur Utama Bank Bu­kopin Sofyan Basyir me­nye­rah­kan sepenuhnya proses hu­kum kepada aparat penegak hu­kum. “Kita serahkan ke proses hu­kum saja,” katanya lewat sms.

Sebelumnya, pada Selasa 4 Sep­­tember 2012, Sofyan me­nyam­pai­kan, pihaknya sudah memberikan klarifikasi kepada aparat penegak hukum. Bahkan, menurutnya, da­lam perkara ini tidak ada kerugian keuangan negara. “Sebab, waktu itu Bukopin bukan BUMN. Ke­pemilikan saham negara hanya 18 persen, kepemilikan saham pe­merintah 22 persen. Sisanya swas­ta. Artinya, tidak ada negara di­ru­gikan,” katanya saat dihubungi.

Karena saat itu Bank Bukopin bukan BUMN, menurut Sofyan, maka aneh bila disebut ada ke­rugian negara dalam perkara ini. “Kecuali anggarannya dari APBN, nyatanya bukan,” tandas pria yang sekarang menjabat Direktur Utama Bank Rakyat Indonesia (BRI) ini.

Sofyan menambahkan, pada tahun 2004, dirinya sudah pernah dimintai keterangan sebagai saksi selaku pejabat Bank Bukopin. “Saya jelaskan semua, prosedur maupun manajemen dalam per­soalan tersebut,” ucapnya.
Dia berharap, penegak hukum menjunjung azas keadilan dalam menangani kasus ini. “Biar hu­kum benar-benar menunjukkan ke­adilan. Saya berharap aparat pe­negak hukum menegakkan ke­adilan,” katanya.

Pada Senin, 3 September 2012, Jaksa Agung Muda Pidana Khu­sus Andhi Nirwanto mengatakan, penyidikan kasus Bukopin ber­ja­lan­ lambat karena kejaksaan me­ne­rima hasil audit Badan Peme­rik­sa Keuangan (BPK) dan Ba­dan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mengenai ke­pemilikan saham pemerintah di bawah 50 persen di Bukopin, yang dianggap tidak m­enga­n­dung kerugian negara.

Dalam perkembangannya, Ke­jaksaan Agung seperti men­da­pat­kan angin segar dari kasus pem­bobolan dana PT Elnusa sekitar Rp 111 miliar yang disidangkan di Pengadilan Tipikor Bandung. Pada kasus Elnusa, kata Andhi, meskipun saham pemerintah di bawah 50 persen, namun dapat disidangkan.

“Sekarang, sudah ada sema­cam yurisprudensi, ada pe­r­ban­di­ngannya di Pengadilan Tipikor Ban­dung. Dalam kasus Elnusa itu, saham pemerintah kecil, tapi sudah dianggap sebagai kerugian keuangan negara,” katanya.
Menurut Direktur Penyidikan Ke­jagung Adi Toegarisman, pe­nyidik sudah turun ke 35 ka­bu­pa­ten di lima provinsi untuk me­la­ku­kan penyitaan sejumlah do­kumen dan barang-barang terkait kasus ini. Lima provinsi itu yakni Jawa Te­ngah, Jawa Timur, Bali, Nusa Teng­gara Barat dan Su­lawesi Selatan.

Penyidik Kejaksaan Agung su­dah pernah memeriksa bekas Di­rektur Utama Bank Bukopin Sof­yan Basir sebagai saksi. “Dia per­nah diperiksa sebagai saksi. Tapi, pada pemanggilan yang kedua, dia tidak datang,” kata Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung Adi Toegarisman.

Cenderung Tak Miliki Perencanaan Waktu Selesaikan Kasus

Taslim Chaniago, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Taslim Chaniago me­nyam­pa­ikan, jika selama bertahun-ta­hun proses penyidikan perkara ini tak selesai, maka perlu di­pertanyakan apa masalah dan kendalanya.

Bahkan, kata Taslim, pola pe­nyidikan yang dilakukan Ke­jak­saan Agung cenderung tidak memiliki perencanaan. “Kalau begini, Kejaksaan Agung tidak punya perencanaan waktu da­lam memroses sebuah kasus,” ujar Taslim.

Politisi PAN itu mengatakan, ada sejumlah kemungkinan bila proses pengusutan berjalan lama. Ada kemungkinan kasus ini telah “masuk angin”.

“Apa­kah ini seperti mainan, me­­netapkan orang jadi ter­sangka lalu dijadikan sebagai ATM. Jika begitu, kelihatan se­kali tidak adanya kepastian hu­kum,” ujarnya.

Taslim menyoroti, penting­nya penyidik mengusut juga ke arah pengambil kebijakan ang­garan di DPR waktu itu. Sebab, menurut dia, penanganan kasus ini malah tercium aroma poli­tisasinya yang kental.

“Siapa yang terlibat harus diperiksa dan dihukum. Jangan-jangan kasus ini diam karena ada anggota DPR yang terlibat di dalamnya,” tandas dia.

Kalau ada anggota DPR yang terlibat, lanjut Taslim, Kejak­sa­an Agung tidak boleh ter­pe­nga­ruh. “Ini akan semakin me­m­buat masyarakat tidak percaya pada penegakan hukum di ne­geri ini,” ujarnya.

Karena itu, Taslim mene­gas­kan, agar kejaksaan tidak ter­lena dengan tekanan politik, uang maupun kepentingan lain­nya dalam pengusutan kasus ini. “Saya minta Kejaksaan Agung menutup mata terhadap tekanan politik. Mereka sudah menetapkan tersangka dengan jumlah yang cukup banyak, maka tidak ada alasan lagi un­tuk memutarbalikkan fakta,” ujarnya.

Kredit Puluhan Miliar Bukan Keputusan Karyawan Biasa

Sandi Ebenezer Situngkir, Majelis Pertimbangan PBHI

Anggota Majelis Pertim­ba­ngan Perhimpunan Bantuan Hu­kum Indonesia (PBHI) San­di Ebenezer Situngkir me­nyam­paikan, Kejaksaan Agung harus membuktikan keseriusan ki­nerjanya mengusut kasus ini. Caranya, menjerat yang diduga sebagai pelaku utama, menjadi tersangka.

Penetapan tersangka pada le­v­el atasan, menurut Sandi, se­ha­rusnya dilakukan Kejaksaan Agung. Apalagi kasus ini sudah lama ditangani Kejaksaan Agung. “Sebab, penguncuran kre­dit puluhan miliar rupiah, ti­dak mungkin hanya dilakukan karyawan biasa,” ujarnya.

Lalu, permainan politik da­lam kasus ini, yang diduga me­libatkan tangan-tangan di DPR pun harus diusut. Sebab, kasus seperti ini malah cenderung di­biarkan menggantung dengan berbagai dalih.

Indikasinya, ang­gota DPR yang turut me­nge­tahui penga­da­an itu pada waktu lampau ma­lah bungkam. “Kalau kasus ini dilokalisir untuk mengaman­kan kepentingan pihak tertentu, sangat jelas kejaksaan bertindak tidak profesional. Harusnya itu diusut semua,” katanya.

Bila pengusutannya masih ber­tele-tele juga, lanjut dia, se­baiknya perkara ini tidak lagi ditangani Kejaksaan Agung. “Kasus ini serahkan kepada KPK saja,” ujar Sandi.

Dia menilai, bila kasus ini di­proses Komisi Pemberantasan Korupsi, maka tidak begitu ru­mit menuntaskannya sampai pada pelaku yang diduga ter­libat di DPR. “Hanya KPK yang bisa tembus ke anggota DPR,” ujarnya. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA