Peredaran produk impor ilegal semakin merajalela di Tanah Air. Negara dirugikan miliaran rupiah.
Badan Pengawasan Obat dan MaÂkanan (BPOM) kerap melaÂkukan pemusnahan obat, kosÂmetik dan makanan ilegal, tapi kasus peredaran barang ilegal itu tetap marak.
Selain itu rendahnya hukuman terhadap kejahatan tersebut tidak menimbulkan efek jera. Untuk kaÂsus tindak pidana obat tradisioÂnal tanpa izin edar saja sanksi terÂtinggi hanya pidana penjara 4 buÂlan 15 hari dan denda 50 juta subÂsider pidana kurungan 1 bulan.
Tercatat selama 2009 sampai 2011 BPOM berhasil memusnahÂkan produk impor ilegal senilai Rp 2 miliar.
Barang ilegal tersebut merupaÂkan hasil rampasan dari Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat dan BanÂten. Produk-produk tersebut tidak memenuhi standar dan persyaÂratan yang ditetapkan perundang-undangan, seperti tidak terdaftar atau mencantumkan izin edar fiktif. “Itu semua produk impor ileÂgal, mayoritas dari pangan dan kosmetik yang kita dapatkan dari tiga provinsi. Kalau dikumpulkan dari seluruh Indonesia pasti lebih banyak, terutama dari daerah-daerah perbatasan,†kata Kepala Pusat Penyidikan BPOM Hendri Siswadi kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, Sabtu lalu.
Produk yang dimusnahkan terÂdiri 400 jenis produk pangan ileÂgal dalam 600 kemasan, 429 jenis kosmetik ilegal dalam 400 ribu kemasan, 100 jenis obat ilegal daÂlam 160 kemasan, dan 525 jenis obat tradisional menganÂdung baÂhan kimia dalam 5.200 kemasan.
Di antara barang yang dimusÂnahkan tersebut adalah ABC acai berry kapsul lunak, pegal linu proÂÂno jiwo cairan obat dalam, laÂbaik kapsul, remasyah Produk, obat kuat dan tahan lama sarang, madu, asam urat flu tulang, raga prima asam urat, daun bidara jaÂmu asam urat, neo rematik, teratai putih kapsul, penyehat badan cap kuÂda laut, alfa salam batuk pilek, kupu kupu malam serbuk.
Kemudian rhemalin, jamu pil faÂnatik, pil ramuan shin she meÂrah delima, new anrat jamu traÂdiÂsiÂonal jaya, Jamu as syifa tumÂpas, Jamu urat laga obat kuat taÂhan lama, jamu as syifa izza keÂceÂthit, jamu as syifa izza ciÂkungunya.
Diungkapkan, biasanya barang ilegal tersebut banyak dikirimkan dari China, Malaysia, Thailand, FiliÂpina, dan Uni Eropa.
Lalu bagaimana peredaran proÂduk ilegal pada tahun ini? Hendri mengungkapkan, sampai Agustus lalu obat, makanan dan kosmetik impor ilegal yang dirampas di seÂjumlah toko di Jakarta dan BanÂten senilai setengah miliar. SeÂdangkan hasil dari seluruh IndoÂneÂsia, masih dalam pendataan. “Luar biasa. Sampai Agustus saja BPOM berhasil menyita produk imÂpor ilegal senilai Rp 500 juta dari provinsi Banten sebanyak satu perkara dan DKI Jakarta dua perkara saja," bebernya.
Toko-toko yang digeledah daÂlam inspeksi mendadak itu diteÂmukan hampir 70 persen itu baÂrangnya ilegal. Kami sedang meÂnunggu laporan dari seluruh InÂdonesia, hasilnya diumumkan pada Oktober,†ujarnya.
Bila ditemukan tindak pidana dan bukti kuat dari penyidikan, maÂka akan ditetapkan sebagai terÂÂsangka. “Semuanya dalam pro jusÂtisia. Besar kemungkinan akan diteÂtapkan sebagai terÂsangka,†tukasnya.
Apalagi, kata dia, sepanjang 2009 sampai 2012 terjadi peningÂkatan penanganan perkara tindak pidana oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) BPOM di seÂluruh Indonesia. Pada 2009 berÂhaÂsil ditangani 174 perkara, 2010 seÂbanyak 190 perkara, 2011 seÂbanyak 239 perkara, “Jumlahnya terus meningkat. Dan sampai Juni 2012 sebanyak 48 perkara, ditamÂbah dengan tiga perkara dari JaÂkarÂta dan Banten yang kesemuaÂnya dalam proses pro justisia,†terangnya.
Berdasarkan pengamatannya, masuknya barang impor ilegal seÂmakin marak saat menjelang peÂraÂyaan hari besar agama seperti BuÂlan Ramadhan, Idul Fitri dan Natal.
Momentum tersebut dijadikan keÂsempatan negara-negara teÂtaÂngÂÂga untuk menyelundupkan barang ilegal. “Menjelang hari raÂya permintaan masyarakat sangat banyak. Namun BPOM terus mengantisipasi masuknya barang haram tersebut,†tukasnya.
Dijelaskan, mencermati tren peningkatan penanganan perkara tindak pidana obat dan makanan, BPOM melakukan optimalisasi pengawasan secara full spectrum meliputi pro-market evaluation, post market surveillance dan pemberian sanksi administratif dan pro justitia.
Adapun strategi yang dikemÂbangkan yakni dengan melakuÂkan pemutusan mata rantai supply dan deÂmand. “Penegakan huÂkum seÂcara konsisten dan berÂkesinamÂbungan melalui kerja saÂma secara sinergis dalam kerangÂka Integrated Criminal Justice System (ICJS) termasuk dengan melibatkan peran aktif masyaÂrakat,†jelasnya.
Sementara, Kepala Badan POM Lucky S Slamet mengaÂtaÂkan, di luar barang haram yang dimusÂnahkan tersebut ada yang sedang dalam proses pro justisia. “Ada beberapa hasil temuan 2012 yang sedang dalam proses secara huÂkum,†katanya.
Dikatakan, selama 2011 PPNS Badan POM telah melakukan penyiÂÂdikan sebanyak 239 perkara tindak pidana obat dan makanan. Dari 239 perkara tersebut, 27 perÂkara telah mendapatkan putusan pengadilan. “Dengan putusan tertinggi yaitu pidana penjara 4 bulan 15 hari dan denda 50 juta subÂsider pidana kurungan 1 bulan untuk perkara tindak pidana obat traÂdisional tanpa izin edar,†terangnya.
Menurutnya, BPOM melakuÂkan pencegahan masuknya proÂduk obat dan makanan ke IndoÂnesia dan melakukan pengamaÂnan pasar dalam negeri untuk meÂlindungi kesehatan masyarakat dari risiko produk obat dan maÂkaÂnan yang tidak memenuhi perÂsyaÂratan keamanan, khasiat/keÂmanfaatan dan mutu.
Sedangkan dalam rangka memÂperkuat sistem pengawasan obat dan makanan, khususnya meÂÂmutus mata rantai pasokan dan permintaan obat dan makaÂnan ilegal, BPOM melakukan koordinasi aktif dengan instansi pemerintah penegak hukum yang salah satunya melalui pembenÂtukan Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Obat dan MakaÂnan Ilegal.
BPOM mengimbau kepada peÂlaÂku usaha agar menaati peraÂturan-peraturan yang berlaku terÂkait pengawasan obat dan maÂkanan. “Sedangkan untuk maÂsyaÂrakat diÂimbau untuk tidak mengÂkonsumsi produk yang tidak meÂmenuhi stanÂdar dan persyaÂraÂtan obat dan maÂkanan,†imbauÂnya.
Omzetnya Capai Rp 8,74 Triliun
Luthfi Mardiansyah, Ketua International Pharmatceutical Manufaturers Group (IPMG)
Peredaran produk obat, maÂkanan dan kosmetik palsu dan seÂlundupan sangat mengganggu inÂdustri farmasi. Parahnya, perÂtumÂbuhan penjualan obat palsu menÂdekati pertumbuhan penjualan obat-obatan secara umum di dalam negeri.
Diperkirakan, obat palsu tumÂbuh hingga 11 persen rata-rata tiap tahunnya. Omzet peredaran obat palsu di dalam negeri pada tahun lalu diprediksi mencapai 2 persen dari total omzet pasar farmasi di dalam negeri. Dengan toÂtal omzet farmasi pada tahun lalu mencapai Rp 38 triliun, maka peredaran obat palsu diperkiraÂkan memutarkan omzet sebesar Rp 7,6 triliun.
Untuk tahun ini, peredaran obat palsu diprediksi tetap tinggi. DeÂngan target penjualan produk farmasi di dalam negeri mencapai Rp 43,3 triliun - Rp 43,7 triliun, peÂreÂdaran obat palsu tahun 2012 diÂprediksi sebesar Rp 8,6 triliun hingga Rp 8,74 triliun.
Obat palsu sendiri adalah obat yang diproÂduksi pihak yang tidak berhak berÂdasarkan peraÂturan peÂrundang-undangan yang berlaku atau produk obat dengan penanÂdaÂan yang meniru identitas obat lain yang telah memiliki izin edar. SeÂhingga komposisi yang ada daÂlam obat palsu tidak terjamin khaÂsiat maupun keamaÂnannya.
Harga yang jauh lebih murah ketimbang obat legal menjadi peÂnyebab tingginya penjualan obat palsu. Maka tak heran bila perÂsenÂtase penjualan obat palsu terÂbilang tinggi. Penjualan obat palÂsu ini tenÂtu merugikan industri farÂÂmasi. Omzetnya yang tinggi tenÂÂtu mengÂuÂras omzet penjualan farmaÂsi yang sesuai izin BPOM dan jelas membahayakan bagi para konsumennya.
Selain itu, obat palsu yang beÂreÂÂdar di Indonesia bukan hanya diproduksi di dalam negeri. Obat palsu impor pun banyak yang dijual di dalam negeri. Pemalsuan obat dilakukan dengan berbagai caÂra di antaranya membuat kemaÂsan palsu atau impor ilegal. ProÂduk obat palsu umumnya dikeÂmas dengan kemasan yang meÂnyerupai kemasan asli.
Selain itu, peredaran obat palsu sering menggunakan kemasan obat luar negeri, namun produkÂnya palÂsu. Obat palsu impor miÂsalnya, diÂlaÂkukan dengan cara impor paÂralela, yakni dengan menjual kemÂbali produk ke suatu negara tanpa izin atau persetujuan dari pemeÂgang hak paten atau lisensi.
Kebut Pengesahan RUU Pengawasan Farmasi
Irgan Chairul Hahfiz, Ketua Panitia Khusus RUU Pengawasan Farmasi DPR
Rancangan Undang-UnÂdang Pengawasan Farmasi tengah digodok DPR. KehaÂdiÂran undang-undang ini diharapÂkan bisa melindungi masyarakat luas dari pemakaian berbagai proÂduk farmasi, ketersediaan alat kesehatan, dan perbekalan keÂÂsehatan di rumah tangga deÂngan standar mutu yang aman, berÂmanfaat, sekaligus tidak memÂÂberatkan. RUU ini dihaÂrapÂkan segera disahkan tahun ini.
Saat ini memang belum ada undang-undang yang secara teÂgas mengatur mengenai pengaÂwasan meliputi bahan obat, obat tradisional, termasuk kosmetika yang digunakan untuk perawaÂtan kulit. Kehadiran undang-unÂdang ini juga diharapkan mamÂpu berguna bagi masyarakat. TerÂutama hak untuk mendaÂpatÂkan mutu dan keamanan atas proÂduk kefarmasian, penyeÂdiaÂan alat kesehatan, dan perbeÂkaÂlan obat untuk rumah tangga.
Sejauh ini, hasil temuan BPOM ditemukan beragam jeÂnis peredaran obat palsu. KareÂna ketidaktahuan masyarakat, obat-obat itu mungkin telah dikonsumsi. Namun, sampai saat ini belum ada data jumlah maÂsyarakat yang menjadi korban dari obat-obat ilegal ini.
Perdagangan obat ilegal di taÂnah air diprediksi mencapai angÂka di atas Rp 3 triliun atau seÂkitar 10 persen lebih dari seÂluruh perdagangan obat yang beredar. Sementara itu, jumlah merek obat palsu atau dipalÂsuÂkan juga tak terhitung banyakÂnya. RUU Pengawasan Farmasi akan meniÂtikberatkan soal pengawasan yang dilakukan pihak berweÂnang, agar terjaÂdinya pelanggaÂran yang memÂbawa kerugian maÂsyarakat dapat diatasi upaya huÂkum demi memenuhi rasa keadilan masyarakat.
Peredaran Obat Palsu Perlu Juga Diawasi
Widyaretna Buenastuti, Ketua Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan
Bukan cuma obat impor ileÂgal yang meresahkan maÂsyaÂraÂkat dan merugikan negara. PeÂredaran obat palsu di Indonesia pun sangat mengerikan. PemalÂsuan obat menimbulkan risiko serius bagi kesehatan masyaraÂkat dan dapat menyebabkan keÂgaÂgalan dalam pengobatan, bahÂkan hingga kematian.
Di Indonesia, pemalsuan obat tumbuh pesat dengan estiÂmasi omzet per tahun sebesar 200 juta dolar AS atau sebesar 10 persen dari total pasar farÂmasi di Indonesia.
Apotik sebagai satu-satunya saluran resmi untuk mendapatÂkan obat resep. Sedangkan toko obat hanya diizinkan menjual obat bebas (over-the-counter/OTC). Namun, banyak obat reÂsep dengan mudah diperoleh di toko-toko obat, bahkan di laÂpak-lapak pinggir jalan.
Badan Pengawasan Obat dan MaÂkanan (BPOM) telah meÂnyeÂÂÂbutÂkan, ada banyak jenis obat palsu di Indonesia, diantaÂranya obat anti infeksi, anti diaÂbetes dan obat disfungsi ereksi. UnÂtuk meningkatkan jaminan terÂÂhadap keaslian obat, dan menÂdapatkan informasi yang teÂpat, maka pasien dianjurkan memÂÂbeli obat resep dengan cara bertemu langsung dengan apoteker.
MIAP bekerja sama dengan paÂra pemangku kepentingan, terÂÂmasuk Ikatan Apoteker IndoÂnesia (IAI), BPOM, dan Komite Farmasi Nasional untuk memÂperÂkenalkan program sertifikasi untuk apoteker dengan tujuan memerangi pemalsuan obat dan melindungi kesehatan dan jiwa pasien.
Sanksi Tegas Importir Nakal
Husna Zahir, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia
Pemerintah mesti memÂbeÂriÂkan sanksi tegas kepada imÂporÂtir maupun ritel dalam meÂnertibkan peredaran produk maÂkanan ilegal tanpa izin BaÂdan Pengawas Obat dan MakaÂnan (BPOM) dan mempunyai straÂtegi terstruktur dalam mengÂaÂtasinya.
Strategi terstruktur yaitu keÂtika sebuah toko diinspeksi diÂtemukan berkali-kali produk ileÂgal tanpa izin BPOM, harus diberikan sanksi tegas berupa penutupan sementara, jangan hanya menyita barangnya saja.
Selain itu, pemerintah harus mencegah masuknya produk ilegal tanpa izin edar itu masuk ke Indonesia. Untuk itu, pengaÂwasan di tiap pintu masuk InÂdoÂnesia seperti pelabuhan dan bandara harus diperketat.
Pihak Bea Cukai harus lebih keÂtat memeriksa dokumen keÂlengÂkapan barang impor terseÂbut. Salah satunya, barang terÂseÂbut harus sudah memiliki izin edar dari BPOM untuk meÂmasÂÂtiÂÂkan keamanan makanan terseÂbut.
Untuk produk ilegal, agak suÂÂsah menindak importir kareÂna tiÂdak diketahui. Namun hal ini biÂsa diantisipasi dengan peÂmeÂrikÂsaan di toko tempat penÂjualan.
Masyarakat juga harus memÂÂÂperhatikan nomor reÂgistrasi proÂduk makanan ketika memÂbeli. Hal ini penting untuk mengeÂtahui ada atau tidaknya ijin dari BPOM.
Konsumen harus tahu bahwa sebuah produk ilegal itu tidak ada pihak yang bertanggung jaÂwab ketika terjadi sesuatu. Jika hal ini terjadi, sambungnya, konÂsumen tidak bisa menuntut kepada siapapun terkait produk yang dibelinya itu.
Pentingnya legal karena peÂmeÂrintah yang beri izin edar dan dia yang bertanggung jawab jiÂka terjadi sesuatu serta importirÂnya jelas.
Pasal 58 UU No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan menyataÂkan, hukuman pidana penjara maksimal 3 tahun dan denda Rp360 juta pada pihak yang meÂmasukkan pangan kemasan imÂpor tanpa disertai label yang diÂteÂtapkan pemerintah.
Dalam PP No. 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan, dinyatakan pangan olaÂhan yang masuk ke IndoneÂsia harus mendapatkan izin dari BPOM. Sedangkan PP itu seÂbutÂkan sanksi administratif bagi pelanggar, mulai dari peringatan tertulis hingga denda maksimal Rp50 juta. [Harian Rakyat Merdeka]
< SEBELUMNYA
BERIKUTNYA >
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: