Kasus pengadaan alat kesehatan untuk Pusat Penanggulangan Krisis Depkes tahun anggaran 2007, kembali bergulir di Pengadilan Tipikor Jakarta, kemarin. Adik bekas Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari, Rosida Endang menjadi saksi perkara korupsi yang nilai kerugian negaranya sekitar Rp 22 miliar ini.
Tapi, Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan KoÂrupsi (JPU KPK) malah meminta majelis hakim meÂnetapkan bahÂwa Rosida memberikan keteraÂngan palsu, sehingga dapat diÂjaÂdikan tersangka. Soalnya, JPU Kiki A Yani dkk menilai, kesakÂsian Rosida tidak konsisten.
Majelis hakim yang diketuai Pangeran Napitupulu pun memÂpertimbangkan permintaan JPU tersebut. “Saksi, beri kesaksian yang benar. Penuntut umum suÂdah memohon, dan kami meÂmÂperÂtimbangkannya,†tegas PangeÂran. “Siap yang mulia,†balas Rosida.
Majelis hakim pun melihat, Rosida yang hadir sebagai saksi bagi terdakwa bekas Kepala PuÂsat Penanggulangan Krisis DeÂpartemen Kesehatan Rustam SyaÂrifuddin Pakaya, keteÂraÂngannya memang berubah-ubah. Tidak sesuai dengan apa yang telah diberkas dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
Menurut JPU Yani, dugaan keÂsaksian palsu itu mencuat lewat pernyataan Rosida yang berubah-ubah mengenai pemberian cek perjalanan dari Siti kepada adikÂnya itu. Dalam BAP, Rosida meÂngaku menerima cek perjalanan Rp 1,2 miliar dalam amplop. AmÂplop itu kemudian diserahkan Rosida ke tangan Jeffry Nedi, manajer investasi. Namun, saat hakim menanyakan isi amplop, Rosida mengaku tidak tahu.
Dalam BAP, Rosida meÂnyeÂbutÂkan, pernah menerima amplop putih dari Siti di kediaman dinas Menteri Kesehatan di Jalan DenÂpasar, Kuningan, Jakarta Selatan. Tapi, saat dimintai kesaksiannya kemarin, Rosida bersikukuh tidak meÂngetahui isi amplop itu. AlaÂsanÂnya, dia sama sekali tidak memÂbuka amplop tersebut.
Padahal, merujuk pada BAP RoÂsida, cecar anggota majelis haÂkim I Made Hendra, waktu peÂnyerahan amplop, Siti menyaÂtaÂkan secara jelas bahwa isinya adaÂlah travellers cheque. “Ini traÂveller’s cheque sejumlah Rp 1,2 miliar,†kata Made menirukan keterangan Rosida di dalam BAP.
Penyerahan amplop berisi cek perjalanan itu, sambung Hendra, diÂikuti bukti tandatangan peÂnyeÂraÂhan cek perjalanan. TanÂdaÂtaÂngan itu pun diakui Rosida adalah tanda tangannya. Tapi, Rosida tetap ngotot. “Saya nggak pernah biÂlang ada TC,†ujarnya.
Hakim kemudian menunÂjukÂkan tanda tangan Rosida dalam BAP yang memaparkan perihal amplop berisi TC Rp 1,2 miliar itu. Lagi-lagi, Rosida berkelit. Dia mengaku kepepet, sehingga meÂnandatangani BAP itu. “Mungkin saya lagi kacau,†ucapnya.
Jawaban Rosida itu, bikin haÂkim Hendra geregetan. “Bila seÂdang kacau, idealnya tidak meÂneken paraf atau tandatangan. ApaÂlagi, tandatangan itu terkait doÂkumen penting,†tandas Hendra.
Mendengar ucapan hakim itu, Rosida mohon dimaklumi. SoalÂnya, dia mengaku awam meÂnaÂngani masalah seperti ini. “Saya orang awam,†katanya.
Alih-alih dimaklumi, perÂnyaÂtaan Rosida itu malah membuat hakim Pangeran bereaksi keras. Dia mengancam, penjelasan RoÂsida akan dikroscek dengan keÂteÂrangan saksi lain. Jika keteÂraÂngannya tidak benar, palsu atau bohong, Rosida bisa ditetapkan telah memberi kesaksian palsu. “Jangan macam-macam, nanti bisa dikroscek, kena sumpah palÂsu,†ancam Pangeran.
Bekas Kepala Pusat PenangÂguÂlaÂngan Krisis Departemen KeseÂhatan Rustam Syarifuddin PakaÂya menjalani sidang perdana di PeÂngadilan Tindak Pidana KoÂrupÂsi Jakarta pada Kamis, 9 Agustus.
Rustam antara lain didakwa memperkaya diri sendiri Rp 2,47 miÂliar, Menkes Siti Fadilah SuÂpari Rp 1,275 miliar, PT InÂdoÂÂfarÂma Global Medika Rp 1,763 miÂliar dan PT Graha Ismaya Rp 15,226 miliar.
Saat dikonfirmasi, Siti mengaÂku tidak pernah menerima uang terÂkait kasus itu. “JPU menÂdakwa Rustam dengan meÂnyeÂbut memÂberi uang ke saya seÂjumÂlah itu. Saya tidak mengerti itu. Saya tiÂdak pernah terima uang,†ujarnya keÂtika dihubungi Rakyat Merdeka.
Selanjutnya, Siti meminta agar dakwaan yang dialamatkan keÂpada Rustam tidak dikait-kaitkan keÂpada dirinya. “Saya membanÂtah dakwaan bahwa saya meÂneÂrima uang itu. Saya tidak tahu meÂnahu soal aliran dana itu,†ujar anggota Dewan Pertimbangan Presiden ini.
REKA ULANG
Mengatur Siasat Di Rasuna
Bekas Kepala Pusat PeÂnangÂgulangan Krisis Departemen KeÂseÂhatan Rustam Syarifuddin PaÂkaÂya didakwa merugikan keÂuangan negara sekitar Rp 22 miÂliar. Berdasarkan dakwaan jaksa penuntut umum (JPU), Rustam secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama
Direktur Utama PT Graha IsÂmaya Masrizal Achmad Syarief, sekitar Maret 2007 sampai DeÂsember 2008 di Kantor Pusat PeÂnanggulangan Krisis Depkes, Jalan Rasuna Said, Jakarta, meÂlakukan pengaturan proses peÂngaÂdaan alat kesehatan 1 untuk kebutuhan Pusat Penanggulangan Krisis dari dana Daftar Isian PeÂlaksanaan Anggaran (DIPA) ReÂvisi APBN 2007.
Cara pengaturan itu, yakni meÂngarahkan penyusunan speÂsiÂfikasi teknis untuk pengadaan alÂkes 1 pada merek tertentu, meÂnyetujui pengadaan tanpa peÂnguÂmuman di media cetak nasional, mengesahkan harga perkiraan sendiri (HPS) yang disusun tidak berdasarkan sumber yang dapat dipertanggungjawabkan, tidak mengendalikan pelaksanaan konÂtrak sebagaimana mestinya. “YakÂni, menandatangani Berita Acara Penerimaan Barang yang meÂnyaÂtakan telah diterima secara lengkap, padahal kenyataannya belum lengkap,†kata JPU Agus Salim.
Pada September 2007, Rustam melakukan pertemuan dengan Masrizal di ruang kerjanya, KanÂtor Pusat Penanggulangan Krisis Depkes. Dalam pertemuan itu, Masrizal mempromosikan proÂduk yang dimiliki PT Graha IsÂmaya. Masrizal mengatakan,
“Saya punya banyak barang. Kalau ada pengadaan alat keÂseÂhatan, mohon dipertimbangkan.†Masrizal pun menyorongkan proÂfil perusahaan dan brosur alat keÂsehatan kepada Rustam. “Nanti kita pelajari dulu,†jawab Rustam dalam dakwaan.
Pertemuan Rustam dengan MasÂrizal merupakan kelanjutan dari kedatangan staf marketing PT Graha Ismaya Nugroho Budi Raharjo sekitar April 2007 yang memberikan company profile, kaÂtalog alat kesehatan, setingan alat untuk kamar operasi dan inÂtensive care unit (ICU), daftar harga alat kesehatan, serta lamÂpiran spesifikasinya kepada RusÂtam yang dititipkan melalui seÂkÂretaris Rustam.
Menindaklanjuti pertemuan deÂngan Masrizal, Rustam meÂmangÂgil Ketua Tim Teknis Yus Rizal ke ruang kerjanya. “Tolong diÂpelajari dan diikuti, jangan samÂpÂai keluar dari dokuÂmen ini untuk menyusun spesiÂfikasi pengadaan alat kesehatan,†kata Rustam keÂpada Yus dalam dakwaan.
Atas arahan Rustam, seÂlanÂjutÂnya Yus Rizal menyusun speÂsiÂfiÂkasi teknis dan jumlah unit keÂbuÂtuhan alat kesehatan yang akan diÂadakan tanpa menggunakan sumber data lainnya, dan hanya berdasarkan spesifikasi alkes seÂbagaimana dokuÂmen yang diÂbeÂriÂkan terdakwa.
Mesti Jelas Pemberian Uang Untuk Apa
Sandi Ebeneser Situngkir, Majelis Pertimbangan PBHI
Anggota Majelis PertimÂbaÂngan Perhimpunan Bantuan HuÂkum Indonesia (PBHI) Sandi Ebeneser Situngkir menyamÂpaiÂkan, jika memang ada fakta persidangan yang membuktikan bahwa seseorang menerima cek atau uang dari kegiatan tindak pidana korupsi, maka hakim mesÂtinya segera memeÂrinÂtahÂkan untuk segera dilakukan peÂngenaan status tersangka keÂpada yang bersangkutan.
“Penerima uang dari tindak piÂdaÂna korupsi, semestinya jadi tersangka juga. Pasal 55 KUHP meÂnyebutkan, siapa yang terÂkait dan turut serta, ya harus ditetapÂkan sebagai tersangka,†ujarnya.
Sandi mengingatkan, apalagi bila seseorang itu tahu bahwa uang tersebut berasal dari keÂjahatan, namun tidak meÂngemÂbalikannya. “Seharusnya, jaksa menetapkan yang bersangkutan seÂbagai tersangka,†katanya.
Sandi menyampaikan, kalau uang atau cek itu diterima dari Siti Fadilah Supari, maka itu mempertegas perkaranya Siti haÂrÂÂus dipercepat penangaÂnanÂnya untuk dilimpahkan ke peÂngaÂdilan. “Supaya semua jelas, unÂtuk apa uang tersebut diÂbeÂriÂkan. Tapi kalau uang itu diÂteÂrima langsung, seharusnya dÂaÂpat ditetapkan sebagi teÂrÂsangka,†ujarnya.
Ketua Majelis Organisasi InÂdonesia Public Services Wacth itu mengatakan, dalam penguÂsuÂtan perkara seperti ini, peneÂrapan pasal Tindak Pidana PenÂcucian Uang (TPPU) efektif diÂlakukan.
“Kelemahan penyidik, tidak berani menggunakan TPPU. KaÂsus ini seharusnya mengÂguÂnaÂkan TPPU, supaya kelihatan motivasi pemberian uang ke adiknya Siti Fadilah dan orang lain, untuk apa,†ujar dia.
Bisa Didalami Dari Tindak Pidana Pencucian Uang
Taslim Chaniago, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Taslim Chaniago menyamÂpaiÂkan, setiap fakta persidangan yang menunjukkan adanya teÂmuan baru, harus segera ditÂinÂdakÂlanjuti oleh jaksa dan hakim.
Bermodalkan fakta-fakta itu, akan bisa diungkap secara meÂnyeluruh kasus tindak pidana korupsi yang tengah disiÂdangÂkan. “Menurut saya, fakta yang terungkap di persidangan perlu didalami terus, dan temukan pelaku-pelaku lain serta keÂterkaitan-keterkaitannya,†ujar Taslim.
Politisi PAN itu menilai, pÂeÂnerapan Pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) pun perÂlu segera dilakukan dalam peÂnelusuran, agar semakin teÂrang benderang pengusutan perÂkaranya. “TPPU perlu. Kalau memang adiknya Siti ikut meÂneÂrima cek itu, tentu diduga kaÂrena persekongkolan. Wajar kaÂlau jaksa dan hakim meÂnganÂcamnya jadi tersangka,†ujar Taslim.
Dia meminta agar jaksa mauÂpun hakim mendalami perkara ini dengan menerapkan pasal TPPU. “Saya kira TTPU mesti menÂdalam lebih dulu keterÂkaiÂtanÂnya dengan kasus ini,†katanya.
Dengan demikian, pemÂbukÂtiannya nantinya akan konÂprenÂhensif. “Apakah ini kasus penÂcucian uang atau bukan, nanti akan terlihat,†ujar Taslim.
Jika jaksa menemukan adaÂnya aliran dana ke pihak lain, maka semestinya jaksa juga mengusut pihak-pihak itu. JusÂtru akan menjadi aneh, bila jakÂsa sudah mengetahui aliran dana, namun tidak memÂperÂguÂnaÂkan TPPU dalam peÂnguÂsutannya.
“Apakah jaksa hanya meÂngejar Siti? Sebab, kalau dia (adiknya Siti) bagian dari perÂsekongkolan, tentu itu akan jadi lain dan mestinya diusut juga,†kata Taslim. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: