Dua Tahun Jadi Tersangka, Eks Pejabat Depkes Tak Disidang

Ketua KPK Janji Nggak Petieskan Kasus Alkes

Kamis, 02 Agustus 2012, 11:19 WIB
Dua Tahun Jadi Tersangka, Eks Pejabat Depkes Tak Disidang
Ratna Dewi Umar
rmol news logo Sejak ditetapkan KPK sebagai tersangka pada Mei 2010, bekas Sekretaris Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan Ratna Dewi Umar tak kunjung naik ke penuntutan.

Selain itu, tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan untuk penanggulangan flu burung tahun anggaran 2007 ini, belum ditahan Komisi Pem­berantasan Korupsi. “Belum P21. Tampaknya belum selesai. Masih proses,” ujar Kepala Humas KPK Johan Budi Sapto Prabowo.

Saat dihubungi, kemarin, Ke­tua KPK Abraham Samad me­nyam­paikan, Komisi Pembe­ran­tasan Korupsi sama sekali tidak berupaya menggantung pe­ngu­su­tan perkara korupsi pengadaan alkes tersebut.

Lantaran itu, Abraham berjanji segera mengecek, sudah se­jauh­mana penanganan kasus tersebut di KPK. “Akan saya cek ke ba­gi­an penyidikan. Yang saya bisa ja­min, tidak ada kasus yang dip­e­tieskan di KPK,” katanya kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Selain Ratna, tersangka yang be­lum ditahan dan belum disi­dang adalah bekas Kepala Pusat Penanggulangan Krisis De­par­te­men Kesehatan Rustam Sya­ri­fud­din Pakaya. Tapi, Rustam yang kini menjabat Direktur Sumber Daya Manusia Rumah Sakit Dhar­mais, ditetapkan KPK seba­gai tersangka belakangan, yakni pada 29 September 2011.

Johan beralasan, penahanan ter­gantung kepentingan penyid­i­kan. “Belum ada permintaan dari penyidik untuk melakukan pena­ha­nan para tersangka kasus ini. Ka­lau penyidik minta mereka dita­han, tentu saja kami tahan,” ujarnya.

KPK telah memanggil dan me­meriksa sejumlah saksi kasus pe­ngadaan alat kesehatan ini, antara lain karyawan PT PP IGN Artika sebagai saksi untuk tersangka Rus­tam Syarifuddin Pakaya.

Rustam yang merupakan bekas Kepala Pusat Penanggulangan Kri­sis Departemen Kesehatan, di­tetapkan sebagai tersangka se­telah KPK mengembangkan ka­sus korupsi alkes untuk pe­nang­gula­ngan flu burung tahun 2006 dengan tersangka Ratna Dewi Umar.

Rustam ditetapkan sebagai ter­sangka pasca Majelis Hakim Pe­ngadilan Tipikor Jakarta men­ja­tuh­kan hukuman tiga tahun pen­jara kepada bekas Sekretaris Men­teri Koordinator Kesejah­te­ra­an Rakyat Sutedjo Juwono dalam kasus korupsi pengadaan alat kesehatan senilai Rp 40 miliar ini.

Pada proyek pengadaan alkes flu burung tersebut, Rustam ber­peran sebagai Kuasa Peng­guna Anggaran dan Pejabat Pembuat Komitmen. Rustam disangka telah memperkaya diri sendiri.

Rustam disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Un­dang Undang Pemberantasan Ko­rupsi. Dari Rp 40 miliar dugaan kerugian negara, Rustam disang­ka memperkaya diri sendiri se­be­sar Rp 6,8 miliar. “Saat itu, dia berperan sebagai Kuasa Peng­guna Anggaran dan Pejabat Pem­buat Komitmen,” kata Johan.

Johan menambahkan, pene­ta­pan tersangka terhadap Rustam bu­kan hasil final pengembangan pe­nyidikan kasus tersebut. Menu­rut­nya, tidak tertutup kemung­ki­nan KPK akan menetapkan ter­sang­ka lain kasus yang telah me­nye­ret anak buah Menko Kes­ra Abu­rizal Bakrie, Ses­men­ko­kes­ra Su­tedjo Ju­wono sebagai terpida­na ini. “Ke­mungkinan itu ada, ter­­gan­tung pi­hak penyidik,” ujarnya.

REKA ULANG

Bekas Menkes Berkali-kali Jadi Saksi

Dalam menangani kasus ko­rupsi pengadaan alat kesehatan, penyidik KPK juga sudah me­minta keterangan bekas Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari sebagai saksi.

Bahkan, Siti mengaku sudah enam kali diperiksa penyidik. “Pe­meriksaan hari ini sebagai sak­si untuk Ibu Ratna Umar ter­kait APBNP 2007. Sebelumnya, saya menjadi saksi bagi beliau dari kasus APBN 2006. Memang saya menterinya waktu itu, dan harus ada yang diterangkan,” ujar Siti setibanya di Gedung KPK pada pagi hari, 7 Februari lalu.

Ratna Dewi Umar adalah bekas Direktur Bina Pelayanan Medik yang menjadi tersangka kasus pengadaan alat kesehatan (alkes) tahun 2006 dan 2007.

Siti mengaku rela memberikan penjelasan berkali-kali kepada pe­nyidik, mengenai perkara-per­kara korupsi yang telah menyeret sejumlah bekas anak buahnya menjadi tersangka itu. Bekas anak buah Siti itu berasal dari eselon dua dan eselon tiga Ke­men­kes.

“Saya datang ke sini berkali-kali, kasusnya berbeda-beda. Kira-kira tujuh kasus. Satu-satu saya harus memberikan konfir­masi dan klarifikasi,” ujarnya.

Sekitar pukul 12.30 WIB, dia selesai menjalani pemeriksaan. Begitu keluar dari Gedung KPK, Siti kembali menyatakan bahwa dirinya hanya dimintai ketera­ngan sebagai saksi bagi tersangka Ratna Dewi Umar. Ratna menjadi tersangka dugaan korupsi pe­nga­daan alat kesehatan wabah flu bu­rung. “Ini proyek yang terjadi pada tahun 2007, saya hanya di­konfirmasi apa benar ini, apa be­nar itu dan seterusnya. Jadi saksi untuk Ratna,” ujar Siti yang me­ngenakan batik cokelat.

Mengenai detail dan nilai kasus yang sedang diusut KPK, Siti me­nyatakan tidak tahu persis. “Saya tidak terlalu tahu, saya hanya saksi. Mengenai pengadaan se­cara detail itu urusan eselon-ese­lon,” elaknya.

Menurut Kepala Bagian Pem­be­ritaan dan Informasi KPK Pri­harsa Nugraha, ada empat kasus dugaan korupsi di Kemen­terian Ke­sehatan yang ditangani KPK, yaitu kasus penanganan flu bu­rung pada 2006, penanganan flu burung 2007, pengadaan alat ke­se­hatan rontgen 2007 dan pe­nang­gulangan krisis pada 2007.

“Setiap satu kasus itu ada lebih dari satu tersangka. Misal­nya, untuk kasus flu burung 2006, Ibu Siti Fadilah diperiksa beberapa kali sebagai saksi un­tuk tersangka yang berbeda, karena ter­sang­ka­nya kan tidak ha­nya satu,” ujarnya.

Sebelumnya, pada Selasa, 23 Agustus 2011, Majelis Hakim Pe­ngadilan Tipikor Jakarta men­ja­tuhkan vonis 3 tahun penjara ke­pada bekas Sekretaris Menteri Koordinator Kesejahteraan Rak­yat Sutedjo Yuwono.

Majelis Hakim memutuskan, Sutedjo terbukti bersalah mel­a­kukan korupsi pengadaan alkes penanggulangan flu burung di Kementerian Koordinator Kese­jah­teraan Rakyat pada 2006.

KPK juga mengembangkan kasus lain yang berkenaan de­ngan pengadaan alat kesehatan, bukan hanya perkara pengadaan alkes flu burung. “Kasus alkes itu le­bih dari satu. Kalau tidak salah, ada empat ka­sus. Itu berbeda-be­da,” ujar Ke­pala Biro Humas KPK Johan Budi Sapto Prabowo.

Kasus Alkes Nggak Semudah Bayangan Orang

Agustinus Pohan, Akademisi Universitas Parahyangan

Akademisi Universitas Pa­rah­yangan (Unpar) Agus­ti­nus Po­han menyampaikan, pro­ses pe­nyidikan perkara dugaan ko­rupsi pengadaan alat-alat ke­se­ha­tan (alkes) di KPK, tidak se­mudah yang dibayangkan orang.

“Kasus dugaan korupsi pe­ngadaan alkes ini cukup serius dan diduga melibatkan banyak pihak. Mungkin saja penyidik merasa butuh waktu untuk mem­perkuat bukti-bukti,” kata Agustinus, kemarin.

Mengenai belum dilakukan upaya penahanan terhadap ter­sangka Ratna Dewi Umar dan Rustam Syarifuddin Pa­kaya, dia menyampaikan, di dalam peraturan perundang-undangan memang tidak ada ketentuan atau kewajiban bagi penyidik untuk melakukan penahanan.

“Penahanan itu bukan sebuah kewajiban, dan itu tidak ber­ke­naan dengan unsur keadilan. Pe­­nahanan dilakukan jika me­mang penyidik merasa perlu me­lakukan penahanan. Jadi, itu soal kebutuhan,” ujarnya.

Dia berkeyakinan, penyidik sa­ngat hati-hati dan harus me­mastikan bukti-bukti yang kuat untuk melakukan penuntutan terhadap Ratna Dewi Umar.

“Bisa jadi, KPK butuh proses pendalaman yang lebih matang untuk tersangka Ratna ketim­bang tersangka yang lain,” ucap Agustinus.

Hal lain yang tidak dapat dipungkiri, lanjut dia, KPK saat ini menangani banyak perkara ko­rupsi besar. Sehingga, proses pe­nyidikan kasus-kasus lain yang lebih kecil seperti tidak ter­ekspos. “Saya yakin KPK te­tap mengusutnya.”

Kendati begitu, Agustinus me­ngingatkan agar KPK mem­bawa semua tersangka kasus ini ke pengadilan sampai tuntas. “Semua ini harus dituntaskan KPK. Pastikan agar masuk ke penuntutan untuk diadili seadil-adilnya,” ujar dia.

Jangan Gantung Kasus Pengadaan Alat Kesehatan

Dasrul Djabar, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Dasrul Djabar menyampaikan, selama ini harapan masyarakat terhadap KPK dalam pem­be­ran­tasan korupsi sangat tinggi. Ka­rena itu, kasus dugaan ko­rupsi pengadaan alat kesehatan pun harus diusut tuntas, tidak boleh digantung.

“KPK harus membuktikan kesungguhannya dalam mem­berantas korupsi, antara lain dengan cara menuntaskan kasus dugaan korupsi pengadaan al­kes. Ini terkait nama baik KPK,” ujar Dasrul Djabar, kemarin.

Jika sampai hitungan tahun, ada tersangka kasus pengadaan alat kesehatan yang tak kunjung naik ke penuntutan, menu­rut­nya, akan menjadi preseden bu­ruk bagi KPK.

“KPK harus membuktikan bahwa tak ada pe­nanganan kasus yang bisa diatur, tidak ada tebang pilih,” ujar politisi Partai Demokrat ini.

Dasrul juga menyarankan agar pimpinan KPK mengecek kinerja jajarannya, untuk me­mas­tikan sejauh mana proses berjalan. “Pimpinan KPK harus mengontrol, supaya tidak ada permainan dalam penanganan kasus. Orang yang ditetapkan se­bagai tersangka harus benar-benar dibawa ke penuntutan. Mesti dibawa ke pengadilan un­tuk dibuktikan, apakah bersalah atau tidak,” ujarnya.

Satu hal lagi, lanjut dia, KPK ja­ngan sampai mencoba mem­petieskan perkara ini, dengan dalih masih melakukan pend­a­la­man. “Jangan coba-coba dipe­tieskan, dan jangan pilih-pilih kasus yang harus diselesaikan,” ujar Dasrul. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA