Masih adanya sejumlah kejanggalan, membuat majelis hakim ingin kembali memanggil Haris Surahman dalam sidang kasus dugaan suap dana percepatan pembangunan infrastruktur daerah (DPPID) kepada terdakwa Wa Ode Nurhayati.
Keterangan mengenai hal itu disampaikan Ketua Majelis Hakim Suhartoyo dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, keÂmarin. Dalam pertimÂbaÂngannya, dia menilai ada ketaksinkronan keterangan mengenai peran Haris daÂlam kasus ini. “Ada satu-dua hal yang belum connect,†katanya.
Lantaran itu, majelis hakim mengagendakan kembali untuk meminta keterangan Haris dalam persidangan. Hakim memastikan, saksi Haris akan kembali dihaÂdirkan setelah kesaksian saksi-saksi lainnya terkumpul.
Agenda hakim memintai keÂsaksian Haris, direspon terdakwa Wa Ode Nurhayati secara positif. Kuasa hukum terdakwa, Wa Ode Nur Zainab menilai, desakan unÂtuk kembali meminta kehadiran Haris sebagai saksi, dilatari baÂnyaknya keterangan saksi yang menyebut peran Haris.
Sekurangnya, tiga dari empat saksi yang memberi kesaksian dalam sidang, menyebutkan peÂran Haris. Tiga saksi yang meÂnyebut nama Haris adalah peÂnguÂsaha asal Minahasa Sulawesi UtaÂra, bos PT Gemini Indah Maestro AbÂraham Noch Mambu, Kepala Dinas (Kadis) Kesehatan MinaÂhaÂsa Enike dan Direktur PT TriÂniÂty Sukses Manado Gilberth Moqoi.
Saksi Abraham Noch Mambu mengaku tidak mengenal Haris. Tapi, dia pernah diminta koÂleÂganya, Gilberth untuk meminÂjamÂkan dana Rp 400 juta. PeÂngiÂriman uang dilaksanakan akÂhir Oktober 2010.
Semula, uang akan disetor ke reÂkening Gilberth. Namun GilÂberth mengaku punya pinjaman alias utang kepada Haris. Gilberth pun memintanya mengirim uang via transfer ke rekening Haris. KeÂtika itu, dia sempat heran dan bertanya-tanya. “Saya kaget disuÂruh masukin ke rekening orang yang tidak saya kenal,†ujarnya.
Saksi Kadis Kesehatan MiÂnaÂhasa, Enike juga menyatakan hal seÂnada. Dia mengaku pernah meÂÂngirim uang via transfer ke reÂkeÂning Haris. Uang senilai Rp 350 juta, katanya, dikirim keÂpada HaÂris untuk membayar utang suÂaÂmiÂnya kepada Paul NelÂwan. TranÂsakÂsi dilakukan pada Oktober 2010.
Lalu, saksi Direktur PT Trinity Sukses Manado, Gilberth Moqoi, mengaku pernah mengirim Rp 150 juta kepada Haris. PengiÂriÂman dilakukan karena ada perÂmintaan dari Haris. Saat itu, Haris berjanji akan mengembalikan uang dengan tambahan bunga dua sampai tiga persen.
Saksi Gilberth pun mengaku, peÂngiriman uang ke rekening HaÂris, dilaksanakan untuk mengurus pembiayaan proyek yang dikerÂjaÂkan Haris. Tapi, Gilberth tak menguraikan jenis pekerjaan atau proyek yang dikerjakan Haris.
Karena empat saksi menyebut pernah mengirim uang ke rekeÂning Haris, pihak terdakwa meÂminta agar hakim kembali meÂmeÂriksa kesaksian Haris. Penjelasan saksi yang menyebut pernah meÂngirim uang ke rekening Haris, kata Nur Zainab, bermanfaat unÂtuk kepentingan pembelaan klienÂnya. Artinya, dari situ terliÂhat bahwa uang diterima Haris, bukan kliennya.
Diketahui, Nurhayati diduga menerima suap Rp 6,25 miliar dari tiga pengusaha yakni, Fahd El Fouz yang memberikan uang sebesar Rp 5,5 miliar, Saul Paulus David Nelwan sebesar Rp 350 juta, serta Abram Noach Mambu seÂnilai Rp 400 juta terkait dana DPPID tahun anggaran 2011.
Selanjutnya, pada agenda perÂsidangan kemarin, saksi Direktur PT Tuah Sejati, M Taufik Reza memberi keterangan berbeda deÂngan saksi lainnya. Dia menyeÂbut, pernah mengirim uang kepaÂda tersangka Fahd A Rafiq. Uang itu dikirim dalam tiga tahap.
Dalam kasus ini, Wa Ode NurÂhayati didakwa melanggar Pasal 12 huruf a dan b dan atau Pasal 5 ayat 2 dan atau Pasal 11 UU 31/1999 tentang Pemberantasan TinÂdak Pidana Korupsi.
Nurhayati juga dijerat KPK deÂngan pasal pencucian uang, kaÂrena dianggap memenuhi dua alat bukti untuk disangkakan dengan Pasal 3 atau Pasal 4 atau Pasal 5 UU 8 tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
REKAULANG
Mengaku Lapor Karena Terdesak
KPK masih mengembangkan kasus dugaan penerimaan hadiah atau suap, dalam pembahasan APBN untuk alokasi dana perÂceÂpatan pembangunan inftraÂstrukÂtur daerah (DPPID) tahun angÂgaran 2011.
Dalam kesaksiannya, Andi Haris Surahman mengaku pernah menyerahkan uang sebesar Rp 4,3 miliar kepada Wa Ode NurÂhayati atas perintah Fahd A Rafiq. Tapi, Haris membantah bahwa uang terÂsebut miliknya.
Haris juga mengaku pernah melaporkan Wa Ode Nurhayati ke KPK dan Banggar DPR, deÂngan tuduhan menerima uang koÂmitÂmen dari pengusaha, terkait peÂnguÂrusan anggaran DPPID di tiga kabupaten di Aceh. Dia mengaku melapor karena merasa terpojok.
Hal tersebut terungkap dalam sidang Wa Ode Nurhayati di PeÂngadilan Tipikor, Jakarta, pekan lalu. Haris dihadirkan sebagai saksi pertama kasus dugaan peneÂrimaan hadiah terkait peÂngaÂloÂkaÂsian DPPID tahun angÂgaran 2011.
Dalam sidang, Haris menÂceÂriÂtakan bahwa Fahd memenuhi perÂmintaan Wa Ode untuk memÂbayar uang komitmen sebesar Rp 6 miliar dengan cara mentransfer ke rekening Sefa Yolanda, asisÂten pribadi Wa Ode.
Beberapa bulan kemudian, Fahd melapor ke Haris bahwa proÂyek DPPID di tiga daerah terÂsebut tidak lolos. Fahd lantas menÂdesak Haris meminta Wa Ode untuk mengembalikan uang koÂmitmen tersebut. “Tidak ada anggarannya. Disuruh mengemÂbalikan uangnya. Dikira saya yang mengambil,†kata Haris.
Saat meminta agar uang itu dikembalikan, Haris mengaku, Wa Ode malah memarahinya. HaÂris mengaku malah disuruh menghubungi pengacara Wa Ode. “Saya melapor ke Banggar dan KPK bahwa ada anggota Banggar yang menerima uang, karena Fahd mendesak saya,†kata Haris.
Kepada pimpinan Banggar, Wa Ode yang diberi kesempatan unÂtuk menanggapi seluruh keteÂraÂngan Haris mengatakan, angÂgaÂran DPPID untuk tiga daerah tersebut dikabulkan dan terdapat daÂlam Peraturan Menteri KeÂuangan Nomor 25.
Di luar persidangan, Wa Ode mengaku tidak tahu bahwa Sefa menerima uang dari Haris. Sefa tak langsung melapor, karena saat itu Wa Ode tengah berada di daeÂrah pemilihannya. Akan tetapi, satu minggu setelah penerimaan uang itu, Sefa melaporkan ke Wa Ode. “Kak, ada uang dari Haris,†kata Wa Ode menirukan perÂkataan Sefa.
Wa Ode juga meluruskan bahÂwa uang yang dialiri Haris ke reÂkeÂningnya bukanlah Rp 6 miliar, melainkan Rp 4 miliar. Uang itu pun, kata Wa Ode, sudah diÂkembalikan sebanyak Rp 6 miÂliar. Alasannya membayar Rp 2 miliar lebih besar dari jumlah peÂnerimaan karena didesak Fahd.
Serahkan Sepenuhnya Kepada KPK
Ruhut Sitompul, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR RuÂhut Sitompul menyerahkan sepenuhnya pengusutan kasus dugaan mafia anggaran DPR kepada Komisi Pemberantasan Korupsi.
Dia menyatakan, DPR menÂduÂkung rangkaian pengusutan masalah hukum yang diemban KPK dan lembaga penegak huÂkum lain. “Prinsipnya, semua warga negara sama keduÂduÂkanÂnya dalam hukum. Termasuk anggota DPR sekalipun,†ujar anggota DPR dari Partai DeÂmokrat ini.
Ruhut meyakini, pemahaman ini sudah dimiliki semua koleÂganya di DPR. Karena itu, dia tidak yakin apabila ada anggota DPR yang berupaya mengÂhaÂlaÂngi proses penegakan hukum.
Menurutnya, hal yang paling poÂkok dalam proses hukum di sini adalah, bagaimana KPK meÂnemukan fakta dan bukti-bukti yang valid. Dengan modal terseÂbut, maka setiap individu akan sulit lolos dari tuduhan yang ada.
Namun sebaliknya, lanjut RuÂhut, apabila tuduhan seperti itu tidak terbukti, idealnya KPK mau mengoreksinya. Maksud dia, jangan sampai, tuduhan yang tanpa didukung bukti-bukÂti memberikan efek buruk keÂpada seseorang.
Semestinya, saran Ruhut, ada upaya aktif dari lembaga peneÂgak hukum manapun untuk memÂperbaiki nama baik seseÂorang yang tidak terbukti terÂliÂbat suatu kasus. Jadi, katanya, ada semacam keseimbangan. “Selain melakukan penindakan, juga ada upaya positif dalam merehabilitasi nama baik seÂseÂorang yang tidak terbukti terÂlibat,†katanya.
Dia menggarisbawahi, ronÂtokÂnya karier politik anggota DPR bisa terjadi akibat keÂtidakÂprofesionalan penegak hukum daÂlam mengambil tindakan. KaÂrenanya, mekanisme dan aturan hukum hendaknya senantiasa jadi patokan dalam menyeÂleÂsaikan persoalan.
Perlu Dikonfrontir Dalam Sidang
Akhiruddin Mahjuddin, Koordinator LSM Gerak Indonesia
Koordinator LSM GeraÂkan Anti Korupsi Indonesia (Gerak) Akhiruddin Mahjuddin mengapresiasi positif langkah majelis hakim yang mengaÂgenÂdakan pemanggilan kembali Haris Surahman.
Bahkan, menurut dia, kesakÂsian Haris perlu dikonfrontir seÂcara terbuka dengan kesaksian para saksi lainnya dalam perÂsidangan. “Upaya hakim mengÂhadirkan saksi kunci ini vital. Diharapkan kesaksiannya bisa dikonfrontir dengan keterangan saksi lain dan terdakwa,†kataÂnya, kemarin.
Tidak hanya kesaksian Haris, lanjut dia, keterangan sejumlah pihak lain yang sejak awal kasus ini mencuat, juga harus diklarifikasi. Idealnya, juga diÂkonfrontir secara terbuka dalam persidangan di Pengadilan TinÂdak Pidana Korupsi (Tipikor).
Hal itu perlu dilakukan agar kaÂsus ini tidak selesai pada maÂsalah suap, pencucian uang dan korupÂsinya saja. MelainÂkan, juga mamÂpu mengungkap otak di balik dugaan adanya mafia anggaran.
Dia menduga, kasus yang meÂnyeret Wa Ode Nurhayati dan tersangka Fahd A Rafiq, sudah terjadi ketika pembahaÂsan anggaran dimulai. KareÂnaÂnya, dia menyarankan agar seÂmua pihak dapat diklarifikasi seÂcara terbuka di persidangan, sehingga semuanya terang bagi masyarakat luas.
Langkah tersebut bertujuan agar simpang-siur maupun keÂjanggalan dalam kasus ini menÂjadi terbuka. “Jadi terang benÂderang. Untuk itu, tidak perlu lagi ada yang ditutup-tutupi,†tuturnya. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: