Apa Wali Kota Cilegon Beli Lexus Pakai Duit Korupsi

Di Balik Pemeriksaan Bos Toyota Astra Motor

Jumat, 27 Juli 2012, 09:57 WIB
Apa Wali Kota Cilegon Beli Lexus Pakai Duit Korupsi
Wali Kota Cilegon Aat Syafaat
rmol news logo Presiden Direktur PT Toyota Astra Motor Jhonny Dharmawan diperiksa penyidik KPK sebagai saksi kasus korupsi pembangunan Pelabuhan Kubangsari, Cilegon, Banten. Apakah tersangka kasus ini, bekas Wali Kota Cilegon Aat Syafaat disangka membeli mobil Lexus pakai uang hasil korupsi?

Kuasa hukum Aat, Maqdir Ismail menyatakan ke­heranannya, kenapa pembelian mobil Lexus itu dikait-kaitkan dengan kasus korupsi yang me­lilit kliennya.

Soalnya, menurut dia, sebelum jadi Wali Kota, Aat dan keluarga­nya sudah masuk kategori pe­ngusaha sukses. Jadi, menu­rut­nya, janggal jika pem­be­lian mo­bil Lexus dipersoalkan KPK. “Bukti-buktinya belum ada kalau mobil yang dipersoalkan itu di­beli dari hasil korupsi,” ujarnya.

Maqdir juga mengaku belum menerima informasi dari KPK bahwa uang untuk membeli mo­bil itu, terkait kasus ruislag lahan pe­labuhan Kubangsari. Dia pun menyatakan tak mengetahui se­cara pasti, apakah yang men­da­sari KPK menjadikan Presdir To­yota Astra Motor (TAM) Jhonny Darmawan sebagai salah satu saksi kasus ini.

Sepengetahuan Maqdir, klien­nya memang memiliki wawasan dan hubungan yang luas. Namun, apakah hubungan antara kliennya dengan Jhonny berkaitan dengan per­kara ini, hendaknya diikuti buk­ti-bukti kuat.  Tapi, dia men­duga, pemerik­sa­an Jhonny sebagai saksi terkait bisnis Aat. “Yang saya tahu, dulu Pak Aat pernah punya showroom mo­bil. Mungkin itu yang menjadi dasar KPK memeriksa pihak Toyota.”

Akan tetapi, Maqdir mengi­ngat­kan, sejauh ini pihaknya belum mendapatkan keterangan dari KPK mengenai landasan pemeriksaan Jhonny. “Itu baru dugaan saja. Dan, transaksi klien saya dengan TAM selama ini, ti­dak menunjukkan adanya ke­ter­kaitan dengan kasus pem­ba­ngu­nan pelabuhan,” belanya.

Saat dikonfirmasi, Kepala Biro Humas Komisi Pemberantasan Korupsi Johan Budi Sapto Pra­bowo tidak mau membeberkan substansi pemeriksaan Jhonny. Dia mengatakan, yang pasti, pe­me­riksaan Jhonny sebagai saksi dibutuhkan untuk melengkapi berkas perkara tersangka Aat.

Seusai dimintai keterangan oleh penyidik KPK, Jhonny me­nyatakan bahwa pemeriksaannya itu sama sekali tidak menyangkut proyek pembangunan pelabuhan. Katanya, penyidik hanya me­min­ta dia menjawab tiga pertanyaan. Itu pun termasuk pertanyaan mengenai identitasnya.

Dikonfirmasi mengenai pem­belian Lexus oleh Aat, Jhonny me­nyatakan, “Saya sebagai saksi ha­nya diminta klarifikasi, kebe­tulan ada pembelian mobil secara tidak langsung melalui kami. Mobilnya hanya satu unit.” Tapi, dia me­nolak membeber­kan mekanisme pembayaran mo­bil itu. Dia me­min­ta, hal itu di­ta­nyakan kepada KPK saja. “Anda sudah tahulah un­tuk siapa,” elaknya.

REKA ULANG

Pemkot Dan Krakatau Steel Bertukar Lahan

Pada April lalu, KPK mene­tap­kan bekas Wali Kota Cilegon Aat Syafaat sebagai tersangka kasus tukar guling lahan milik Peme­rintah Kota Cilegon dengan lahan milik PT Krakatau Steel (KS) untuk pembangunan Pelabuhan Ku­bangsari, Cilegon, Banten.

Aat dikenakan Pasal 2 Ayat 1 dan Pasal 3 Undang Undang Pem­berantasan Tindak Pidana Ko­rupsi (Tipikor). Soalnya, me­nu­rut sangkaan KPK, Aat me­nyalahgunakan wewenang da­lam tukar guling lahan itu, sehingga menimbulkan kerugian negara se­kitar Rp 11 miliar.

Selain menetapkan Aat sebagai tersangka, KPK telah memeriksa Direktur Utama PT Krakatau Steel Fazwar Bujang, Wakil Wali Kota Cilegon Edi Hariadi, Direktur Pelindo II Richard Joost Lino dan Sekretaris Daerah Cile­gon Abdul Hakim Lubis sebagai saksi kasus ini. Pada pemeriksaan tersebut, Fazwar diminta men­je­las­kan proses tukar guling lahan pelabuhan hingga teknis pem­ba­ngunan Pelabuhan Kubangsari.

Aat yang menjabat Wali Kota Ci­legon periode 2005-2010 itu, me­nandatangani nota kesepa­ha­man dengan PT KS dalam hal tu­kar gu­ling lahan untuk pem­ba­ngu­nan pa­b­rik Krakatau Posco dan Pela­buhan Kubangsari, Kota Cilegon.

Dalam tukar guling itu, Pemkot Cilegon menyerahkan lahan se­luas 65 hektar di Kelurahan Ku­bangsari kepada PT KS untuk membangun pabrik Krakatau Pos­co. Sedangkan PT KS me­nye­rah­kan tanah seluas 45 hektar kepada Pemkot Cilegon untuk pem­­bangunan dermaga pelabu­han. Di balik tukar guling itu, Aat di­duga menyalahgunakan wewe­nang­nya sebagai Wali Kota Cilegon.  

Sementara itu, menurut kuasa hukum Aat, Maqdir Ismail, me­kanisme tender dalam proyek ini dilakukan secara terbuka. PT Ga­lih Medan Perkasa (GMP) di­nya­takan sebagai pemenang tender karena mendapatkan nilai ter­tinggi dalam evaluasi ad­mi­nis­trasi dan teknis. Evaluasi itu di­lakukan Dinas Pekerjaan Umum (DPU) terhadap 240 peserta lelang. “Jadi, dugaan adanya ko­rupsi dalam proyek tersebut ma­sih belum jelas,” belanya.

Maqdir juga menyayangkan pe­netapan status tersangka ter­hadap Aat. Dia pun ngotot me­ngupaya­kan perubahan status tahanan kliennya. Soalnya, alasan Maqdir, kliennya itu sakit jan­tung. Setiap satu minggu sekali, Aat mesti men­jalani cek kese­ha­tan di sebuah rumah sakit di Ja­karta Timur. “Dia sakit, karena itu saya berusaha agar status pena­han­nya diubah,” ujarnya.

Sarankan KPK Lebih Terbuka

Syarifudin Sudding, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Sya­rifudin Sudding mengi­ngat­kan, penilaian miring mengenai pengusutan kasus korupsi pem­bangunan Pelabuhan Ku­bang­sari, Cilegon, Banten mesti di­landasi fakta.

Sejauh ini, nilainya, peng­u­su­tan kasus itu sudah on the track lantaran penetapan ter­sangka dan pemeriksaan saksi didasari bukti konkret. Dia pun yakin, KPK tidak akan ber­tindak gegabah me­na­nga­ni perkara tersebut. “Proses penyelidikan dan penyidikan pasti dilakukan secara profe­sional,” katanya.

Sebaliknya, Syarifuddin t­i­dak yakin KPK bisa disetir ke­pentingan pihak lain yang no­ta­bene terkait persoalan ini. “Pe­nilaian yang berisi ketidak­pu­asan kepada KPK, hen­dak­nya diikuti dasar hukum yang kuat. Jangan asal dilontarkan tanpa dasar jelas,” tandasnya.

Di sisi lain, dia menekankan agar KPK sebagai benteng pe­n­egakan hukum di bidang ko­rupsi, mau segera menyam­pai­kan fakta-fakta yang ada dalam kasus ini. “Jadi, tidak ada lagi pan­­dangan miring terkait pe­nanganan kasus tersebut,” saran anggota DPR dari Fraksi Partai Hanura ini.

Syarifuddin mengakui, akan ada kendala dalam melakukan pro­ses hukum secara trans­pa­ran. Namun, hal itu tidak boleh di­ja­di­­kan alasan dalam proses pe­ne­gakan hukum. Soalnya, kata Sya­rifuddin, terdapat be­ragam for­mula yang bisa di­lakukan KPK.

Yang penting, lanjutnya, ke­terbukaan itu hendaknya di­la­kukan secara cermat dan hati-hati. Tujuannya agar penyam­paian informasi tentang pena­nganan kasus, tidak berbenturan dengan teknis penyidikan. “De­ngan begitu, informasi yang di­sampaikan itu  bisa selaras atau tidak mengganggu penyidikan,” ucapnya.  [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA