Jamwas Masih Bersitegang Dengan Seorang Pengacara

Buntut Penanganan Kasus Pembobolan BRI

Rabu, 27 Juni 2012, 10:33 WIB
Jamwas Masih Bersitegang Dengan Seorang Pengacara
Marwan Effendy

RMOL. Penanganan kasus pembobolan BRI tahun 2003 berbuntut panjang. Bekas Asisten Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Marwan Effendy bersitegang dengan M Fajriska Mirza alias Boy, pengacara terpidana kasus ini.

Musababnya, Marwan yang kini Jaksa Agung Muda Penga­wasan (Jamwas), merasa dituduh Fajriska telah mengambil uang ter­pidana kasus BRI yang disita ke­jaksaan. Tuduhan itu, menurut Marwan, disampaikan Fajriska me­lalui media sosial di internet, yakni twitter dan blog. Ke­mu­di­an, Marwan melaporkan Fajriska ke Bareskrim Mabes Polri.

 Namun, Fajriska mengaku tak me­nuduh Marwan seperti itu me­lalui twitter. Malah, Fajriska me­ra­sa yang dilaporkan Marwan ke Ba­reskrim bukanlah dirinya. “Yang dilaporkan Marwan Effen­dy bukan saya. Yang dia lapor ada­lah akun twitter yang mirip nama saya,” katanya saat dikon­fir­masi lewat pesan singkat, kemarin.

Marwan melaporkan tuduhan itu ke Badan Reserse dan Krimi­nal Polri pada 11 Juni 2012. “Ini su­dah keterlaluan, berkali-kali saya difitnah. Entah apa tujuan­nya. Selama ini saya diamkan. Tapi, atas pertimbangan yang ma­tang, saya akhirnya melapor ke Bareskrim. Supaya hal seperti ini tak terulang,” kata Marwan se­usai sholat Jumat di Masjid Ke­jaksaan Agung pada 22 Juni lalu.

Sebaliknya, Fajriska heran, ke­napa Marwan begitu yakin yang menulis di twitter itu adalah diri­nya. “ME sangat yakin yang me­nulis di twiit itu adalah saya. Saya pikir ME tak paham soal ITE. Tapi, tidak saya persoalkan, ka­re­na memang bukan saya,” ujarnya.

Mengenai apakah Marwan ko­rupsi, Fajriska mengaku akan me­laporkannya secara tertulis ke­pada pihak-pihak yang kom­pe­ten, seperti Jaksa Agung, bukan ke twitter. “Biarkan saja ME m­e­la­por kemana-mana. Saya hanya me­nonton dia berusaha meyakin­kan publik, bahwa dia bersih. Saya hanya berikan bukti-bukti perbuatan ME kepada JA, Komisi III dan KPK jika saya dipanggil,” tutup Fajriska.

Fajriska merupakan pengacara terpidana perkara pembobolan Bank Rakyat Indonesia (BRI) Hartono Tjahjadjaja dan Yudi Kartolo tahun 2003.

Berdasarkan Laporan Polisi Nomor LP/465/VI/2012 Bares­krim 11 Juni 2012, Marwan me­la­porkan Fajriska dkk yang ber­alamat di Jalan Teluk Betung No­mor 38, Jakarta 10230 atas tindak pidana pencemaran nama baik. Menurut Marwan, Fajriska me­langgar Pasal 310 dan 311 KUHP, juga Pasal 27 ayat 3 Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronika (ITE).

Menurut Marwan, nama baik­nya dicemarkan melalui berita di twitter dengan alamat fajriska (http:/twitter.com/fajriska) pada 7 Juni 2012. Berita di twitter yang menurutnya fitnah itu, ada di http:/twitter.com/fajriska di blogs Tapak Sakti. Judulnya, “Dua Ok­num Jaksa Agung Muda Me­ram­pok BRI”. Isinya tentang Jaksa Agung Muda berinisial ME telah me­nyita uang para tersangka pem­bobolan BRI lebih dari Rp 500 mi­liar. Padahal, kasus pembo­bo­lan BRI itu hanya Rp 180,55 miliar.

Uang yang disita ME, yang saat itu menjabat Aspidsus Kejati DKI Jakarta, menurut tulisan di twitter itu, berasal dari Richard Latif se­besar Rp 53 miliar dan dari ter­sangka Hartono Rp 260 miliar. Se­mua uang itu, bersama milik na­sabah lain yang disita, jumlahnya lebih dari Rp 500 mi­liar. Menurut tulisan itu, duit tersebut disimpan di rekening pe­nampungan atas nama Aspidsus Kejati DKI Jakarta di BRI dengan nomor Rekening 0361.01000375994.

Tulisan itulah yang dianggap Marwan mengarah fitnah kepada dirinya. Apa yang dipersoalkan Fajriska dalam twitter dan blog itu, menurutnya, tidak berdasar. “Dia kan bisa minta klarifikasi lang­sung kepada Jaksa Agung, Kejati DKI, Kejaksaan Negeri Ja­karta Pusat, MA, BRI dan pihak-pihak yang mengetahui duduk per­soalan ini. Mengapa dia men­ce­markan nama baik saya melalui twitter.”

Marwan mengaku tidak sampai selesai menangani kasus pem­bobolan BRI itu, sebab dia di­pin­dahtugaskan. “Saya hanya di­pe­rintahkan untuk melakukan pem­blokiran rekening dan rencana ek­sekusi. Selanjutnya, karena saya dipindahtugaskan, ya di­ta­ngani pengganti saya. Tampak tendensius sekali orang ini, hanya mencemarkan nama baik saya,” kata bekas Jaksa Agung Muda Pidana Khusus ini.

Dia heran, kenapa Fajrikska ti­­dak meminta klarifikasi ke­pada se­­jumlah jaksa lain yang me­ne­rus­kan penanganan kasus ini. Marwan kemudian menye­but nama jaksa lain yang pernah me­nangani perkara ini, yakni M Yu­suf yang kini Ketua Pusat Pe­la­poran dan Analisis Tran­sak­si Ke­uangan (PPATK), R Hi­ma­wan Kaskawa (Jaksa Utama Mu­da), Is­kamto dan Salman (Kajari Jak­pus).

“Waktu pemblokiran itu me­mang masih saya. Itu sesuai SOP. Kemudian, saya diganti. Jadi, bu­kan saya yang melakukan ek­sekusi. Kenapa hanya saya yang dituduh. Kenapa pengganti saya tidak dituduh.”

REKA ULANG

Putusan MA Untuk Dua Terdakwa

Berikut ini putusan Makamah Agung mengenai kasus pem­bo­bo­lan BRI. Amar Putusan Nomor 447/K/Pid/2005/tanggal 24 Juni 2005 bagi terdakwa I Yudi Ka­r­to­lo dan Terdakwa II Hartono Tjah­jadjaja itu intinya sebagai berikut:

1. Menyatakan bahwa ter­dak­wa I Yudi Kartolo dan terdakwa II Har­tono Tjahjadjaja terbukti se­­­­ca­ra sah dan meyakinkan te­lah ber­salah melakukan tindak pida­na. Ko­rupsi  dilakukan se­cara ber­­sama-sama dengan ber­turut-turut seba­gai per­bua­tan berlanjut, se­ba­gai­mana da­lam dakwaan primair.

2. Menghukum terdakwa I Yu­di Kartolo dan terdakwa II Har­tono Tjahjadjaja dengan pidana penjara masing-masing selama 15 (lima belas) tahun dan denda ma­sing-masing sebesar Rp 1.000.000.000 (satu miliar rupiah), dengan keten­tuan bahwa apabila denda ter­se­but tidak dibayar akan diganti de­ngan pidana kurungan masing-ma­sing 5 (lima) bulan.

3. Menetapkan masa penaha­nan yang telah dijalani terdakwa I Yudi Kartolo dan terdakwa II Hartono Tjahjadjaja diku­rang­kan seluruhnya dari pidana yang dija­tuhkan, kecuali waktu selama ter­dakwa I Yudi Kartolo dan ter­dak­wa II Hartono Tjah­jadjaja di ra­wat inap di Rumah Sakit di Luar Rutan dan selama terdakwa I Yudi Kartolo dan ter­dakwa II Hartono Tjah­jad­jaja tersebut dite­tapkan oleh Ke­tua Pengadilan Ting­gi Ja­karta dilakukan pem­ban­taran (striting) berdasarkan pe­ne­ta­pan tanggal 25 Agustus 2004 No­mor: 510/Pen.Pid/2004/PT.DKI terhadap terdakwa I Yudi Kartolo dan penetapan tanggal 9 September 2004 No­mor: 552/Pen.Pid/2004/PT.DKI terhadap terdakwa II Hartono Tjahjadjaja, tidak ikut dikurangkan.

4. Menghukum pula terdakwa I Yudi Kartolo dan terdakwa II Har­tono Tjahjadjaja untuk mem­bayar uang pengganti masing-ma­sing sebesar Rp 55.227.742.098,79 (lima puluh lima miliar dua ratus dua puluh tujuh juta tujuh ratus empat puluh dua ribu sembilan puluh delapan rupiah tujuh puluh sembilan sen) dengan keten­tuan, apabila uang pengganti tersebut tidak dibayar akan diganti dengan pidana masing-masing selama 2 (dua) tahun.

5. Menetapkan agar terdakwa I Yudi Kartolo dan terdakwa II Har­tono Tjahjadjaja tetap ditahan dalam Rumah Tahanan Negara.

Menurut bekas Asisten Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta yang kini Jaksa Agung Muda Pengawasan Marwan Ef­fendy, dengan telah dikem­ba­li­kan­nya barang bukti berupa uang tunai sebagaimana Berita Acara, de­ngan jumlah keseluruhan sebe­sar Rp 38.094.515.742,42 dan 3.000.000 dolar AS, maka se­lu­ruh barang bukti uang yang te­r­cantum dalam putusan telah di­kembalikan kepada yang berhak sebagaimana Amar Putusan Mah­kamah Agung Nomor: 447/K/Pid/2005 tanggal 24 Juni 2005.

Kata Marwan, putusan itu sama sekali tidak menyebutkan adanya pengembalian uang kepa­da terpidana Yudi Kartolo mau­pun Hartono Tjahjadjaja, se­hingga apa yang diminta Kantor Hukum Fajriska dan Rekan agar barang bukti uang itu dikem­balikan ke rekening di mana uang tersebut disita, tidak ada dasar hukumnya.

Laporkan Saja Ke KPK

Taslim Chaniago, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Tas­lim Chaniago meminta Faj­rizka Mirza, pengacara ter­pi­dana kasus pembobolan BRI, menyampaikan secara formal data yang dimilikinya kepada KPK atau Polri demi proses hu­kum yang fair.

Menurut dia, Fajrizka sebaik­nya tak hanya menyampaikan informasi itu melalui jejaring so­sial via internet, twitter. “Ka­lau yang disampaikan penga­ca­ra itu benar, dia juga harus me­ngungkapkan fakta dan data le­wat jalur hukum, sehingga apa yang dia ungkapkan di twitter mempunyai nilai kebenaran,” saran Taslim, kemarin.

Selain itu, lanjut Taslim, la­po­ran Jaksa Agung Muda Pe­nga­wasan Marwan Effendy ke Bareskrim Mabes Polri bisa menjadi pintu masuk untuk me­nelisik, benarkah uang terpida­na kasus pembobolan BRI jus­tru dibobol oknum jak­sa.

“La­po­ran Jaksa Agung Muda Pe­ngawasan itu merupa­kan pintu ma­suk untuk me­ngung­kap se­mua dan menang­kap se­orang ter­pidana yang ma­sih buron,” tan­das anggota DPR dari  PAN ini.

Lantaran itu, Taslim meminta Bareskirm Polri segera me­la­kukan pengusutan menyusul la­poran Jaksa Agung Muda Pe­nga­wasan tersebut. “Saya me­minta kepolisian untuk mengu­sut kasus ini sampai tuntas,” tandasnya.

Mencuatnya persoalan ini, lanjut Taslim, menjadi momen­tum untuk mendalami, apakah ada penyimpangan dalam pe­nanganan kasus pembobolan BRI. “Tidak tertutup kem­ung­ki­nan, kasus lama bisa diperiksa kembali menyusul laporan Jam­was itu. Atau, melalui laporan pengacara itu,” ucapnya.

Kontrolah Pejabat Berdasarkan Fakta

Petrus Selestinus, Koordinator Faksi

Koordinator Forum Ad­vokat Pengawal Konstitusi (Faksi) Petrus Selestinus me­nye­salkan tindakan sejawatnya yang mempublikasi sejumlah informasi yang belum tentu akurat di jejaring sosial via in­ter­net, twitter.

“Sangat disayangkan bila ada advokat yang menyebar­kan in­formasi yang belum ten­tu benar lewat twitter. Apalagi, ti­dak ada klarifikasi dan veri­fikasi dari pe­j­abat yang dise­but­kan. Se­ba­gai advokat, saya me­ny­e­sal­kan hal itu,” ujar be­kas anggota Ko­misi Pemeriksa Kekayaan Pe­nyelenggara Ne­gara (KPKPN) ini.

Memang, lanjut Petrus, se­ba­gai bagian dari masyarakat, sah-sah saja advokat melakukan kontrol terhadap kinerja peja­bat. Akan tetapi, hal itu mesti didasarkan pada fakta dan kla­rifikasi yang jelas.

Lantaran itu, Petrus memin­ta Bareskrim Polri objektif dan proporsional dalam menangani laporan Jaksa Agung Muda Pe­ngawasan yang me­rasa dice­markan nama baik­nya. “Ke­po­lisian mesti proaktif memroses perkara itu,” katanya.

Petrus menambahkan, orga­ni­sasi advokat juga harus mem­roses anggotanya yang be­r­pe­rilaku se­perti itu. “Adalah tugas or­ga­nisasi untuk memroses ang­go­tanya yang melanggar aturan. Jika ter­bukti, bisa diberikan sank­si se­tim­pal. Misal, pe­ringatan, pem­be­r­hen­tian se­men­tara, dica­but izin beraca­ra­nya sam­pai pe­mecatan.”   [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA