Satu Tersangka Askrindo Belum Dioper Ke Pengadilan

Empat Tersangka Lain Siap Disidangkan

Selasa, 26 Juni 2012, 09:59 WIB
Satu Tersangka Askrindo Belum Dioper Ke Pengadilan
Askrindo

RMOL. Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat menetapkan, berkas lima tersangka kasus pembobolan dana PT Askrindo sebesar Rp 439 miliar, sudah lengkap alias P 21.

Sangkaan konspirasi orang dalam perusahaan asuransi di ba­wah bendera BUMN itu, broker investasi dan perusahaan manajer investasi dalam kasus ini, segera terpapar di pengadilan.

Soalnya, menurut Kepala Ke­jaksaan Negeri Jakarta Pusat Fe­brityanto, berkas perkara lima ter­sangka kasus Askrindo lengkap sejak Jumat lalu (22/6). Pada saat bersamaan, berkas perkara empat tersangka dilimpahkan ke Pe­ngadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.

Empat berkas perkara yang disetor ke Pengadilan Tipikor itu, atas nama empat manajer inves­tasi. Yakni, Markus Suryawan da­ri PT Jakarta Asset Mana­gement, Be­ni Andreas dari PT Jakarta Inves­tment, Ervan Fajar Mandala dari PT Reliance Asset Manage­ment dan T Helmi Azwari dari PT Har­vestindo Asset Management. “Satu berkas atas nama tersangka Umar Zen alias Achung, belum dilimpahkan ke pengadilan,” ujar Febrityanto kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Dikonfirmasi seputar kendala belum disetorkannya berkas Achung ke pengadilan, Febry me­nyatakan, tersangka belum bisa menghadiri prosesi pelim­pahan berkas perkara karena ma­sih sakit.  “Satu berkas perkara menyusul,” janjinya.

Lebih jauh, saat ditanya ten­tang upaya salah satu tersangka mengajukan bukti-bukti pelu­nasan utang kepada Askrindo, dia me­negaskan, jaksa peneliti tak bisa begitu saja memasukannya ke dalam berkas perkara. Me­nurut dia, jaksa peneliti tak punya kompetensi mengubah berkas perkara yang diserahkan kepo­lisian ke kejaksaan.

Soalnya, proses penyelidikan dan penyidikan ada di kepoli­sian. Jaksa hanya menerima ber­kas perkara dan meneliti sesuai hasil penyidikan. Jadi, menurut Fe­brit­yanto, kalaupun ada bukti baru yang disampaikan tersang­ka, hal itu bisa disampaikan di pe­nga­dilan. Nantinya, bukti tersebut dapat dipakai sebagai masukan hakim untuk mem­pertimbangkan putusan hu­kuman. “Sifatnya itu bisa se­bagai pertimbangan yang me­ringankan terdakwa,” ucapnya.

Febry menolak merinci detil berkas perkara kelima tersangka. Menurut dia, pihaknya sudah melak­sanakan kewajiban mene­liti berkas. Soal materi berkas perkara, merupakan kewenangan hakim. “Biar materi perkara dibuka di persidangan,” tuturnya.

Dikonfirmasi mengenai kapan agenda persidangan kasus ini digelar pengadilan, dia mengaku belum mendapat kabar lanjutan. Untuk kepentingan persidangan, lanjut dia, diserahkan sepenuhnya pada Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Soalnya, jaksa yang akan bertugas membacakan tuntutan adalah jaksa dari Kejati DKI. “Hal itu kewenangan Kejati DKI,” ujarnya.

Dia mengharapkan, lengkap­nya berkas perkara ini akan membantu pengungkapan skan­dal Askrindo selesai lebih cepat. Dengan begitu, kerugian negara pada kasus yang sudah terjadi dalam kurun waktu panjang tersebut dapat teratasi.

Diketahui, pelimpahan berkas perkara empat tersangka Askrin­do ke pengadilan ini akan me­nyusul berkas perkara Direktur Keuangan Askrindo Zulfan Lubis (ZL) dan bekas Kepala Investasi Ke­uangan Askrindo Rene Se­tiawan (RS) yang kini menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Zulfan dan Rene ditetapkan sebagai tersangka pada 18 Agustus 2011. Dalam pemerik­saan, Rene dan Zulfan menye­butkan, ada dana Askrindo yang mereka alihkan ke perusahaan in­vestasi. Sedikitnya terdapat 10 perusahaan manajer investasi yang diduga menjadi tempat penampungan duit Askrindo.

Dari 10 perusahaan manajer investasi yang ditelusuri, polisi menemukan empat manajer investasi yang diduga aktif terlibat pembobolan dana As­krindo. Dari situ, kepolisian menemukan peran bos PT Tranka Kabel Umar Zen alias Achung.

Achung yang mendapatkan penangguhan penahanan dengan alasan sakit pun disangka mengajukan kredit lewat fasilitas letter of credit (L/C) untuk me­nu­tupi dana Askrindo yang dialihkan ke perusahaan investasi itu. “Itu dilakukan tersangka se­cara bersama-sama,”tambah Kajari Jakpus.

REKA ULANG

Mulai Ditangani Polda Metro Juni 2011

PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) merupakan peru­sa­haan di bawah Badan Usaha Mi­lik Negara (BUMN) yang ber­gerak di bidang penjaminan kre­dit dengan menggunakan pre­mi nasabah.

Kisruh penempatan dana in­vestasi PT Askrindo ditangani pe­nyidik Polda Metro Jaya sejak Ju­ni 2011. Para tersangka kasus ini diduga menempatkan dana in­ves­tasi Askrindo tidak sesuai un­dang-undang. 

Kasus ini bermula dari temuan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bape­pam LK) yang sebelum­nya melihat ada penempatan dana mencurigakan dari Askrindo.

Kisruh pengelolaan dana investasi tersebut berawal saat Askrindo diketahui melakukan investasi dalam bentuk repur­chase agreement (Repo), kontrak pengelolaan dana (KPD), obli­gasi dan reksadana. Padahal, je­nis-jenis investasi tersebut terlarang dilakukan Askrindo.

Investasi melalui KPD dila­kukan sejak 2005, sedangkan re­po sejak 2008. Kedua praktek investasi tersebut mulai ter­iden­tifikasi pada 2008. Askrindo juga memiliki investasi berupa obligasi dan reksadana berda­sarkan laporan keuangan tahun 2010 yang telah diaudit. Namun, berdasarkan pemeriksaan Bape­pam LK pada awal 2011, As­krindo tidak dapat membuktikan ke­pemilikan beberapa obligasi dan reksadana. Polisi menduga, total dana yang diinvestasikan Askrindo sekitar Rp 450 miliar.

Dari penelusuran kepolisian, penyidik menetapkan bekas Direktur Keuangan Askrindo Zulfan Lubis (ZL) dan bekas Kepala Investasi Keuangan Askrindo Rene Setiawan (RS) sebagai tersangka pada 18 Agustus 2011. Belakangan, Rene “bernyanyi”. Dia meminta polisi menyeret atasannya, Direktur Divisi Penjaminan Askrindo.

Menurut Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya saat itu, Kom­bes Baharudin Djafar, pe­nyi­dik tentu meneliti kebenaran tuduhan Rene tersebut. Peme­riksaan yang mengarah kepada para atasan tersangka, katanya, akan dilak­sanakan penyidik se­cara bertahap. Alasannya, ada me­kanisme yang menjadi pato­kan penyidik dalam menin­dak­lanjuti perkara tersebut. “Kami melangkah hati-hati. Semua tahapan akan dilalui penyidik,” katanya.

Mengenai kekecewaan Rene yang merasa dikorbankan atasan­nya, Baharuddin menyatakan, pe­rasaan kecewa adalah hak setiap orang. Tapi, katanya, perasaan seperti itu nyaris terjadi dalam penanganan perkara. “Intinya, kami melanjutkan proses penyi­di­kan sesuai prosedur ada,” katanya.

Baharudin menegaskan, pene­tapan status tersangka terhadap Re­ne ditempuh penyidik atas buk­ti-bukti dan petunjuk para saksi. Pemeriksaan barang bukti dan saksi-saksi, menurutnya, dianggap cukup oleh penyidik untuk menjadikan Rene sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana pencucian uang ini.


Semua Tersangka Semestinya Sama

Akhirudin Mahjudin, Ketua LSM Gerak Indonesia

Koordinator LSM Gera­kan Rakyat Anti Korupsi (Ge­rak) Indonesia Akhirudin Mah­judin menilai, belum dilim­pah­kannya berkas salah satu tersangka kasus Askrindo ke Pengadilan Tipikor, mengun­dang kecurigaan.

Lantaran itu, dia meminta kejaksaan bertindak pro­por­sional dalam memperlakukan se­mua tersangka. “Tak boleh ada diskriminasi. Semua harus mendapatkan perlakuan yang sama,” ujarnya, kemarin.

Lantaran berkas perkara ter­sangka lainnya sudah di­lim­pahkan ke pengadilan, maka berkas perkara tersangka Umar Zen alias A Chung tidak bisa ditun­da-tunda. Soalnya, kasus ini sifatnya kolektif. Tersangka yang satu terkait tersangka yang lain.

Sebaiknya, lanjut Akhirudin, agenda persidangan perkara ini berjalan seiring. Dengan begitu, jaksa tidak perlu repot meng­ha­dirkan saksi yang sama ber­ulang kali. Selain itu, vonis dan penindakan bisa dilaksanakan secara bersamaan.

Jika penanganan kasus ini dilakukan satu persatu alias tak sekaligus, hal ini justru me­mun­culkan kejanggalan. “Aneh, ke­napa harus dipisah­kan. Pa­dahal sangkaan kejahatannya kon­spiratif,” tuturnya.

Selanjutnya, kata Akhirudin, jaksa perlu mengecek, apakah sakit yang diderita tersangka Umar masuk kategori sakit berat. Kalau bukan sakit berat, semestinya jaksa tetap bisa melimpahkan berkas dan tersangka ke pengadilan secara bersamaan.

Penegak hukum, dalam hal ini jaksa, seyogyanya tidak mu­dah memenuhi keinginan ter­sangka. “Selain menimbulkan peni­laian miring masyarakat ke­pada jaksa, kejanggalan-ke­janggalan ini bisa dimanfaatkan tersangka untuk mengintervensi penegak hu­kum,” ucapnya.


Sakit Kerap Jadi Dalih Untuk Kabur

Ruhut Sitompul, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Ruhut Sitompul bersyukur, kejaksaan sudah melimpahkan empat berkas tersangka kasus ini ke Pengadilan Tipikor.

Menurut Ruhut, belum di­limpahkannya berkas salah se­orang tersangka kasus ini, yakni Umar Zen alias A Chung bu­kanlah persoalan krusial. Yang paling penting, berkas atas nama Umar sudah dinyatakan P21 atau lengkap. “Saya rasa, itu tidak mengurangi apresiasi saya kepada kejaksaan. Yang pa­ling pokok, dasar belum adanya pelimpahan perkara ini jelas,” tuturnya.

Kendati begitu, Ruhut meng­ingatkan, kejaksaan tidak boleh percaya begitu saja kepada tersangka yang me­ngaku sakit. Apalagi, kete­ra­ngan sakit itu hanya diperoleh dari kete­rangan dokter pribadi tersang­ka. Idealnya, jaksa meng­gu­nakan jasa dokter independen un­tuk memeriksa kesehatan tersangka. Minimal, meng­gunakan jasa dokter kejaksaan.

“Dengan begitu akan ada gambaran yang jelas, dan ke­terangan sakit itu tidak sepihak. Nanti, jangan-jangan tersangka menggunakan dalih sakit untuk menghindari kuru­ngan,” kha­watir Ruhut.

Hal seperti itu, ingat Ruhut, hendaknya bisa diantisipasi kejaksaan sedini mungkin. Apalagi, banyak tersangka menggunakan dalih sakit untuk melarikan diri.

Polisi Partai Demokrat ini pun meminta persidangan kasus Askrindo segera dilaksanakan. Hal ini penting agar keterlibatan pihak lain dalam kasus ini terurai secara jelas. “Supaya ki­ta tidak terus bertanya-tanya, siapa yang sesungguhnya terli­bat di dalamnya,” katanya. [Harian Rakyat Merdeka]


Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA