RMOL. Komisioner Kompolnas mulai menginventarisir laporan seputar saran dan keluhan masyarakat (SKM) yang masuk meja mereka. Hasil sementara menyebutkan, Polda Metro Jaya menempati posisi paling banyak diadukan masyarakat.
“Sekurang-kurangnya ada 10 SKM masuk ke KompolÂnas setiap harinya,†kata KoÂmiÂsioner Komisi Kepolisian NaÂsioÂnal (Kompolnas) Edi Saputra Hasibuan. Dia menyebut, mekaÂnisme peÂlaÂporan yang diajukan, beraÂgam. Ada yang disampaikan langsung datang ke Kompolnas, laporan telepon, melalui surat resmi dan suÂrat elektronik, serta pesan singÂkat alias SMS.
Digambarkan, data SKM pada 2011 merekam 1536 pengaduan. Dari identifikasi Kompolnas saat itu, polda yang terbanyak dÂÂilaÂpoÂrkan masyarakat adalah Polda Metro Jaya. Total SKM yang isiÂnya melaporkan oknum Polda MetÂro sebanyak 245. Menyusul seÂtelah itu, Polda Jatim menemÂpati posisi kedua. Jumlah SKM yang menyoal polah tak mÂeÂnyÂeÂnangÂkan oknum Polda Jatim sÂeÂbaÂnyak 176. Posisi Polda Sumut meÂnempati ranking ketiga. Pada kuÂrun tersebut, SKM meÂnyangÂkut perilaku buruk oknum Polda Sumut sebanyak 173.
Edi mengaku belum bisa meÂrinÂci berapa total personel keÂpoÂlisian yang mendapat sanksi pemÂberhentian tidak dengan hormat (PTDH). Dia bilang, tidak ada catatan resmi terkait penindakan yang diambil. Tapi dia meÂmasÂtiÂkan, banyak rekomendasi KomÂpolÂnas yang disampaikan kepada Polri yang ditindaklanjuti Kapolri Jenderal Timur Pradopo dan jajaÂranÂnya dengan tindakan tegas.
Alumnus Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (IISIP) ini berÂhaÂrap, komisioner Kompolnas kali ini lebih mampu meÂnyeÂleÂsaiÂkan pengaduan maÂsyarakat seÂcara proporsional. Apalagi, pada semester pertama tahun 2012 ini, jumlah SKM asli (non tembusan) yang diterima Kompolnas meÂnÂcapai angka 207. “Ini yang sifatÂnya non tembusan saja. Langsung disampaikan ke Kompolnas dan tengah dalam proses,†jelasnya. Namun, ia belum mau merinci jenis kasus yang dilaporkan.
Dia menggambarkan, kasus terÂbanyak yang diadukan ke KomÂpolnas, terkait masalah peÂnyalahgunaan wewenang, pelaÂyaÂnan yang buruk, diskriminasi atau penanganan perkara yang berat sebelah, serta diskresi atau pengambilan keputusan yang keliru. “Sebanyak 80 persen peÂngaduan itu berisi tentang laporan terhadap personel Polda Metro Jaya dan Mabes Polri.â€
Kemudian, Edi mencatat sekuÂrang-kurangnya ada 800 laporan bersifat tembusan yang masuk ke Kompolnas. Tingginya, SKM yang masuk kantong Kompolnas duganya, dipicu tingginya keÂsaÂdaran hukum masyarakat serta keÂinginan personel Polri mereÂformasi kepolisian.
Edi menambahkan, KomÂpolÂnas tak melulu mengejar siapa yang harus mendapat punishment atau hukuman. Jika memang ada inovasi yang layak dapat perÂhaÂtian kepolisian, Kompolnas memÂpunyai komitmen mendoÂrong prestasi itu agar dapat ganÂjaran reward yang sepadan.
Ia mencontohkan, inovasi TMC Polda Metro Jaya di bawah kepemimpinan Kapolda Irjen Untung S Radjab, dan Kapolresta Malang AKBP Teddy Minahasa yang belakangan menerapkan proÂgram Gangga Kamtibmas Map Info (GKTM), SIMCorner, SIM Komunitas, website ResÂkrim Polres Malang Kota, MaÂkoÂta Skate Patrol, Samsat Delivery, BPKB Delivery, dan memeÂcahÂkan rekor MURI kategori Samsat keliling yang melayani 2203 pemohon serta pemecahan rekor SIM keliling yang melayani 2115 pemohon SIM, menunjukkan koÂmitmen kepolisian memberikan pelayanan prima pada maÂsyaÂraÂkat. “Itu dua contoh inovasi yang idealnya bisa diterapkan kepoÂliÂsian wilayah lainnya,†tutur dia.
Lebih jauh, Edi memaparkan, koÂmpetensi Kompolnas meneÂrima dan menindaklanjuti SKM diatur dalam Peraturan Presiden NÂoÂmor 17 tahun 2011. Dia menÂjaÂbarkan upaya menindaklanjuti SKM yang masuk. Setelah meneÂrima laporan, komisioner akan meÂneliti mana laporan prioritas dan mana yang tidak.
Biasanya, SKM ditembuskan ke inÂternal kepolisian lewat InsÂpekÂtorat Pengawasan Umum dan DiÂvisi Profesi dan Pengamanan. ApaÂbila sifat laporannya terkait polda, maka SKM ditembuskan ke jajaran Inspektorat PengaÂwasan Daerah Polda.
REKA ULANG
Tahun Lalu, 267 Polisi Dipecat
Kapolri Jenderal Timur PraÂdopo mengatakan, sepanjang 2011 ada 267 polisi yang dipecat deÂngan tidak hormat. Jumlah ini lebih sedikit ketimbang pemeÂcaÂtan polisi pada 2010 yang menÂcaÂpai angka 298 orang.
“Mengalami penurunan sebaÂnyak 31 orang atau 10,4 persen,†kata Timur Pradopo saat meÂnyampaikan catatan akhir tahun Polri, Jumat, 30 Desember lalu di Jakarta.
Penurunan angka juga terjadi pada jumlah polisi yang meÂlaÂkuÂkan tindak pidana. Jika pada 2010 sebanyak 512 orang, maka pada tahun 2011 sebanyak 207 orang. “Sehingga, mengalami penuÂruÂnan sebanyak 305 orang atau 60 persen,†ujarnya.
Selain itu, Kapolri menyeÂbutÂkan, terdapat 12.987 orang angÂgota Polri yang tersangkut tinÂdaÂkan tata tertib, seperti pelÂangÂgaÂran dalam hal berpakaian dan keÂsopanan. Sedangkan yang teÂrÂkena tindakan disiplin, seperti tiÂdak hadir tanpa keterangan, pada taÂhun 2011 sebanyak 3.429 orang. “Hal itu merupakan peÂngaÂÂwasan internal secara strukÂtural yang dilakukan oleh ItwaÂsum Polri, Divpropam Polri dan Divkum Polri terhadap admÂinisÂtrasi, disiplin, etika profesi dan tinÂdak pidana yang dilakukan okÂnum Polri,†katanya.
Selain menjatuhkan sanksi, lanÂjutnya, perbaikan sistem rekÂrutmen dan pengawasan di keÂpoÂlisian terus dilakukan Polri. “SisÂtem penyediaan dan seleksi seÂperÂti perekrutan calon-calon poÂlisi itu, kita kembangkan leÂbih banyak melibatkan masyaÂrakat. Perekrutan anggota Polri berangÂkat dari persaingan yang sehat.â€
Wakapolri Komjen Nanan SoeÂkarna mengatakan, akibat peÂlanggaran hukum dan berbagai tinÂdakan indisipliner, ratusan polÂisi dipecat setiap tahunnya. PeÂmeÂcatan ini dianggap sebagai bagian dari reformasi Polri.
“Setiap taÂhunnya tercatat seÂkitar 200-500 anggota Polri diÂpeÂcat sebagai konskuensi reforÂmasi yang terus dijalankan,†tegasnya.
Menurutnya, salah satu yang dilakukan internal Polri dalam mencegah dan menindak korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) adaÂlah mengubah mind set dan culture setiap personel Polri lebih dulu. Hal itu dilaksanakan deÂngan upaya menyelaraskan PeraÂtuÂran Kepala Polri Nomor 14 TaÂhÂun 2011 tentang Kode Etik ProÂfesi Polri. Pasal 7 Ayat 3 peÂraÂtuÂran itu berbunyi ‘setiap anggota Polri yang berkedudukan sebagai bawahan wajib menolak perintah atasan yang bertentangan dengan norma hukum, norma agama, dan norma kesusilaan’. “Bila pemimÂpin bersih, pasti bawahan akan mengikuti,†ujarnya.
Jangan Sekadar Terima Aduan
Bambang Widodo Umar, Pengamat Kepolisian
Dosen Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Kepolisian Universitas InÂdonesia, Bambang Widodo Umar menyatakan, peran dan fungsi Kompolnas yang lebih luas henÂdaknya mampu memÂbawa manÂfaat besar buat keÂpoÂlisian. Bukan malah sebaliknya, manÂdul alias tak memberi konÂtriÂbusi apa-apa akibat terÂsanÂdera kepentingan elit-elit kepolisian.
“Kompolnas sekarang ini sudah diberikan kewenangan dan mandat lebih terbuka. Hal ini penting agar fungsi kontrol terhadap kepolisian bisa berÂjalan lebih efektektif,†ujarnya.
Dia mengingatkan, tugas dan keÂwenangan Kompolnas tak sekaÂdar menerima saran dan keluhan masyarakat (SKM) dan meÂnyamÂpaikan atau mengÂakÂomÂodir SKM tersebut ke kepolisian.
Idealnya, sambung purnaÂwirawan berpangkat Kombes ini, Kompolnas hendaknya bisa mengawal beragam bentuk pÂeÂngusutan yang dilakukan keÂpoÂlisian secara intensif. Dari situ, kredibilitas dan akunÂtaÂbiÂliÂtasÂnya sebagai lembaga pengawas kepolisian pun dapat terlihat secara nyata.
Dia mengingatkan, kebeÂraÂdaÂan Kompolnas saat ini sangat strategis. Berada di tengah keÂpentingan elit kepolisian yang beragam. Dia menyarankan agar Kompolnas tidak teÂrÂsanÂdera beragam kepentingan di daÂlamnya. Soalnya, jika sudah menÂjadi alat kepentingan kepoÂlisian, keberadaan Kompolnas bisa jadi sia-sia belaka.
“Ratusan atau bahkan ribuan SKM yang masuk pun akan menjadi usang jika tak menÂdapat penindakan yang proÂporÂsional. Jadi sekarang ini, kita liÂhat bagaimana komisioner KomÂpolnas memperjuangkan lapoÂran masyarakat di tengah situasi internal kepolisian yang sarat muatan kepentingan,†tuturnya.
Dia mengatakan, masuknya ratusan SKM ke Kompolnas juga bisa dijadikan indikator menentukan kredibilitas keÂpoÂlisian. Semakin tinggi laporan yang masuk, dapat diartikan bahÂwa reformasi birokrasi di PolÂri belum berjalan proporÂsioÂÂnal. InÂdikasinya, masih baÂnyak anggoÂta masyarakat yang mÂeÂngeluhÂkan dan meÂnyamÂpaiÂkan laporan keÂpada KomÂpolnas.
Tak Boleh Kalah Lawan Intervensi
Marthin Hutabarat, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Marthin Hutabarat menyatakan, Kompolnas memegang peran penting dalam memajukan keÂpoÂlisian. Untuk itu, sebagai mitÂra sekaligus pengawas kepoÂlisian, Kompolnas hendaknya proÂporsional dalam menÂjaÂlanÂkan tugas dan kewenangannya.
“Kompolnas ada karena insÂtitusi kepolisian menginginkan perubahan signifikan. Tanpa ada keinginan mereformasi PolÂri, Kompolnas tentunya tidak akan pernah ada,†ujar anggota DPR dari Partai Gerindra ini.
Dari situ, lanjutnya, jelas bahwa keberadaan Kompolnas sangat tergantung kepolisian. Namun, dalam perjalanan meÂwuÂjudkan demokrasi di tubuh kepolisian, keberadaan KomÂpolÂnas sangat diperlukan. SeÂlain sebagai pengawas kepÂoÂliÂsian, lembaga itu juga berfungsi sebagai penyeimbang. Artinya, sebagai lembaga independen, Kompolnas mengemban tugas memecahkan kebuntutan yang terjadi antara kepolisian dan masyarakat. “Dia harus mampu menjembatani kebuntuan yang ada,†ucapnya.
Dia mencontohkan, maÂsyaÂrakat yang mendapat perlakuan tak adil dari personel keÂpoÂliÂsian, masih enggan melaporkan bentuk kesewenang-wenangan itu ke Divpropam Polri. SoalÂnya, masyarakat berasumsi, DivÂpropam merupakan bagian dari kepolisian yang jelas-jelas akan membela kepentingan korps kepolisian. Pada bagian ini, idealnya, Kompolnas mamÂpu mengambil peranan secara maksimal.
Diakuinya, Kompolnas seÂringÂkali harus berbenturan deÂngan kepentingan internal keÂpoÂlisian dalam menjalankan tugasÂnya. Namun, Kompolnas dihaÂrapÂkan mampu menyiasati hal tersebut. “Itu bagian dari tugas yang diÂemban. Jangan sampai KomÂpolÂnas kalah melawan interÂvensi pihak yang merasa kepenÂtinganÂnya terganggu,†tandas dia.
Martin mengingatkan, upaya Kompolnas mengawal setiap proses pengaduan masyarakat, sebaiknya tidak dipandang neÂgaÂtif oleh kepolisian. SebalikÂnya, tindakan proporsional yang diambil Kompolnas hendaknya dimaknai sebagai upaya untuk meningkatkan pengawasan kepada kepolisian. “Minimal meÂÂningkatnya pengawasan menÂÂjadikan sikap seseorang menÂjadi lebih berhati-hati.†[Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: