Lima anggota Dewan Pakar Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) itu dipanggil sebagai sakÂsi, karena diduga mengetahui reÂkaÂyasa proyek pemulihan tanah dengan sistem bioremediasi itu.
“Pemeriksaan terhadap Dewan Pakar dari KLH itu terkait rekoÂmendasi dan pemberian izin bioÂreÂmediasi, serta pemberian pengÂharÂgaan kepada PT Chevron kaÂreÂna dianggap berhasil dalam meÂlakukan pengelolaan lingÂkuÂngan,†kata Kepala Pusat PeÂneÂrangan Hukum Kejaksaan Agung Adi Toegarisman.
Tim penyidik telah menyamÂpaiÂkan surat panggilan kepada lima orang Dewan Pakar KeÂmenterian Lingkungan Hidup itu sebagai saksi, yakni Prof Chandra Setiadi, Dr Edwan Kardena, Prof YaÂyat Dhahiyat, Dr Herry Y HaÂdikusumah dan Dr Suwarno.
“Hingga pukul 12 siang, yang telah hadir empat orang. Prof Chandra Setiadi tidak hadir, deÂngan alasan ada kesibukan lain. Surat keterangannya ada,†ujar Adi pada Senin lalu (18/6).
Menurut Adi, penyidik akan mendalami, apakah lima orang DeÂwan Pakar KLH itu terlibat perÂÂkara proyek fiktif yang diÂtaksir merugikan negara Rp 200 miÂliar ini. “Kita harus melihat haÂsil pemeriksaan secara keÂseÂluÂruÂhan terlebih dahulu. Kalau meÂmang ditemukan alat bukti yang cukup, tidak tertutup kemungÂkiÂnan akan ditetapkan sebagai terÂsangka,†tandasnya.
Sementara itu, pihak KeÂmenÂterian LH belum melakukan tinÂdaÂkan terhadap sejumlah pakarÂnya yang diduga juga berperan sebagai ahlinya Chevron. “SamÂpai hari ini kami belum konsultasi dengan biro hukum kami, dan para pakar belum menginfokan juga kepada kami. Mereka adalah pakar di bidangnya, sehingga setiap pihak yang meminta meÂreka untuk memberikan masukan terkait kepakarannya, tidak maÂsaÂlah kan?†kata Deputi Bidang PeÂngelolaan Bahan Beracun BerÂbahaya (B3), Limbah dan SamÂpah KLH Masnellyarti Hilman saat dihubungi, Senin lalu.
Kendati begitu, perempuan berpanggilan Nelly ini mengaku, Kementerian LH menghormati proses hukum yang tengah berÂjalan di Kejaksaan Agung. “Kami mengikuti saja proses hukum yang berjalan. Mengingat masih dalam penyidikan, kita tunggu saja perkembangannya dari jakÂsa,†kata dia.
Kasus proyek fiktif pemulihan lingkungan ini, berawal dari perÂjanjian antara Badan Pelaksana Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) dan PT ChevÂron Pasific Indonesia (CPI). SaÂlah satu poin perjanjian itu meÂngatur tentang biaya untuk melaÂkukan pemulihan lingkungan deÂngan cara bioremediasi.
Bioremediasi adalah teknik penormalan tanah setelah terkena limbah minyak. Kegiatan bioÂreÂmediasi ini seharusnya dilakukan sejak tahun 2003 hingga 2011. CPI telah menunjuk dua peruÂsaÂhaan untuk melakukan bioÂreÂmeÂdiasi, yaitu PT Green Planet InÂdonesia (GPI) dan PT Sumigita Jaya (SJ).
Kegiatan bioremediasi yang seharusnya dilakukan selama perÂjanjian berlangsung, diduga tidak dilaksanakan dua perusahaan swasta yang ditunjuk Chevron, yaitu PT GPI dan PT SJ. Padahal, unÂtuk melakukan bioremediasi, anggaran sebesar 270 juta Dolar Amerika Serikat telah diajukan ke BP Migas dan sudah dicairkan. Program bioremediasi itu diduga fiktif, sehingga menurut taksiran Kejaksaan Agung, negara dirugiÂkan sebesar 270 juta Dolar AS atau sekitar Rp 200 miliar.
Nah, Kejaksaan Agung juga menelisik dugaan keterlibatan oknum-oknum Kementerian LingÂkungan Hidup yang memÂberi rekomendasi kepada BP Migas, agar membayar klaim proyek bioremediasi itu kepada PT Chevron.
Menurut Jaksa Agung Muda TinÂdak Pidana Khusus Andhi NirÂwanto, dugaan keterlibatan piÂhak Kementerian LH dan BP MiÂgas akan didalami. Tapi, prioritas saat ini adalah melihat terlebih dahulu hasil uji laboratorium terÂhadap 20 sampel tanah hasil bioÂremediasi di Duri, Riau.
“Akan didalami lebih lanjut setelah kami mendapatkan hasil yang pasti dari uji laboratorium,†katanya.
REKA ULANG
Semua Tersangka Dari Pihak Swasta
Kejaksaan Agung telah meÂnetapkan tujuh tersangka kasus ini. Ketujuh tersangka itu berasal dari PT Chevron Pasific IndoÂneÂsia (CPI), PT Green Planet IndÂoÂneÂsia (GPI) dan PT Sumigita Jaya (SJ). Belum ada tersangka dari pihak pemerintah.
Tapi, seorang pejabat KejakÂsaÂan Agung menceritakan keÂcuÂriÂgaÂannya, mengapa oknum-okÂnum Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) malah berperan seÂperti ahlinya PT CPI dalam kasus yang diduga merugikan negara Rp 200 miliar ini.
Sumber ini menyampaikan, saat uji laboratorium digelar di PuÂsat Sarana Pengendalian DamÂpak Lingkungan, Serpong, BanÂten, oknum-oknum itu hadir. Tapi, posisinya seperti ahli dari PT Chevron. Bukan pengawas dari negara. “Pihak KLH itu biÂlang, proyek bioremediasi terÂseÂbut oke,†ceritanya.
Namun, lanjut dia, setelah ditaÂnya secara mendalam oleh pakar yang diajukan Kejagung, pakar-paÂkar KLH itu akhirnya diam. SoalÂnya, penilaian bahwa proyek itu sudah dilakukan secara benar, tidÂak didasarkan pada hasil peÂneÂlitian. Soalnya, KLH tidak meÂmiÂliki salah satu alat yang diÂbuÂtuhÂkan untuk uji lab itu. Sehingga, keÂterangan okÂnum itu bahwa proÂyek tersebut sudah dilaksanakan secara benar, diragukan KeÂjakÂsaan Agung.
Padahal, rekomendasi dari KLH dijadikan instrumen bagi BaÂdan Pelaksana Usaha Hulu MiÂnyak dan Gas Bumi (BP Migas) untuk membayar klaim proyek bioremediasi ini. “Tim pakar peÂmeÂrintah yang semestinya meÂngaÂwasi, justru menjadi tim ahli dari CPI. Bagaimana mau meÂngaÂwasi kalau begitu,†katanya.
Deputi Bidang Pembinaan TekÂnis Lingkungan dan PeningÂkatan Kapasitas KLH Henry BasÂtaman mengaku akan mengecek iÂnformasi itu. Benarkah ada pihak KLH yang juga berperan sebagai ahlinya PT CPI.
“Saya belum memperoleh inÂforÂmasi mengenai hal ini. Kami akan mendalami kaÂsus ini lebih cermat, serta mengÂkonfirmasi keÂpada bidang yang menangani kaÂsus lingkungan di KLH,†kata Henry ketika dikonfirmasi.
Untuk mendalami kasus proÂyek fiktif pemulihan bekas lahan eksplorasi PT CPI, Kejaksaan Agung menggelar uji laboÂraÂtoÂrium. Tapi, menurut Direktur PeÂnyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Arnold Angkouw, hasil uji lab itu kurang maksimal. Soalnya, peralatan milik KeÂmenÂterian Lingkungan Hidup (KLH) sebagai pihak yang menjadi tuan rumah uji lab itu, tidak memadai.
Menurutnya, uji lab di Pusat SaÂrana Pengendalian Dampak LingÂkungan, Serpong, Banten pada SeÂnin (4/6) itu menyisakan satu samÂpel yang tak bisa diuji, yaitu total petroleum hidrocarbon (TPH). “UnÂtuk uji TPH, mereka tidak bisa, tidak ada alatnya,†ujar Arnold seÂusai mengikuti uji laÂboratorium itu.
Kata Arnold, ada tiga sampel yang harus diuji, yaitu pH, TCLP dan TPH. TPH itu sangat berkeÂnaÂan dengan logam berat dan minyak. “Itu adalah sampel yang sangat penting,†katanya.
Mesti Ada Jaminan Tidak Masuk Angin
Alex Sato Bya, Bekas Jamdatun
Bekas Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) Alex Sato Bya meÂngaÂtakan, penyidik Kejaksaan Agung harus memberikan jaÂminan bahwa pengusutan kasus proyek fiktif bioremediasi PT Chevron Pasific Indonesia (CPI) tidak akan masuk angin.
Menurut Alex, penanganan kaÂsus ini sudah saatnya meÂmaÂsuki taÂhap baru, yakni proses peÂngadÂiÂlan. “Jangan sampai kasus masuk angin, itu akan meÂngunÂdang keÂcurigaan. Yang terÂpenÂting, DiÂrekÂtur Penyidikan dan KoorÂdinator Tim Penyidik agar memberikan jaminan bahÂwa perÂkara ini naik ke penÂunÂtutan,†ujarnya.
Pria yang selama 40 tahun beÂkerja di kejaksaan ini meÂwanti-wanti, penyidik jangan mencoba-coba bernegosiasi atau memberikan peluang keÂpaÂda pihak-pihak yang akan memÂbuat proses pengusutan meÂleÂmah. “Jangan berlama-lama kaÂsÂus ini di tingkat penyidikan. Saya khawatir kalau terlalu lama di penyidikan, akan tidak efekÂtif, malah menimbulkan kecuÂriÂgaan masyarakat,†kata Alex.
Apalagi, kasus bioremediasi fiktif ini bukanlah perkara kecil, sebab hitungan kasar kerugian neÂgara yang ditimbulkannya saja sudah mencapai Rp 200 miliar. “Bayangkan bila uang sebesar itu digunakan untuk memÂbangun sekolah-sekolah dan sarana pendidikan, bukanÂkah akan sangat berguna bagi bangsa ini?†tandas bekas Ketua Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (Kappi) Sumatera SeÂlatan angkatan 66 ini
Alex berharap, kasus ini diÂbongkar sampai tuntas di peÂngaÂdilan. Pihak pemerintah yang diduga terlibat, tak boleh diistimewakan. “Kasus ini suÂdah terang benderang, untuk apa lagi dibuat lama. Jangan diÂbiarkan berlarut-larut. Segera saja masuk ke pengadilan. Nanti di pengadilan dibongkar saja. Silakan setiap pihak meÂngÂajÂuÂkan bukti-bukti.â€
Ada Kesan Berputar-putar
Achmad Basarah, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR AchÂmad Basarah mendesak KeÂjaksaan Agung agar lebih ceÂkatan memroses kasus korupsi bioremediasi fiktif ini. SeÂhingÂga, penanganan kasus ini tidak terkesan berputar-putar saja.
Dia pun mengingatkan KeÂjakÂsaan Agung agar jangan memÂbuat celah yang tidak penÂting untuk menjadi wadah memÂperlambat pembuktian kasus sebenarnya.
“Kejaksaan Agung jangan paÂkai ilmu penari ular yang haÂnya menari-nari di tempat daÂlam mengusut kasus bioÂreÂmediaÂsi fiktif ini,†ujar Achmad Basarah.
Menurutnya, oknum KemenÂterian Lingkungan Hidup dan BP Migas yang diduga terlibat pun mesti diusut tuntas. “Perlu didalami, apakah lemahnya peÂngaÂwasan oleh KLH meruÂpaÂkan grand desain atas berÂlangÂsungnya proyek fiktif bioÂreÂmeÂdiasi itu selama bertahun-tahun. Patut didalami juga, apakah ada pejabat di lingkungan BP Migas yang merupakan bagian dari kaÂsus ini,†ujarnya.
Basarah menambahkan, paÂkar pihak pemerintah seÂmesÂtiÂnya tidak berperan ganda sÂeÂbaÂgai pakarnya PT Chevron PaÂsific Indonesia. Sehingga, tidak ada konflik kepentingan dalam perÂkara yang diperkirakan KeÂjaksaan Agung merugikan neÂgara sekitar Rp 200 miliar ini.
Kejaksaan Agung pun, lanjut dia, jangan sampai punya peÂraÂsaan takut mengusut tuntas duÂgaan korupsi yang melibatkan perusahaan asing itu. “Kasus ini justru menjadi momentum bagi KeÂjaksaan Agung bahwa meÂreka juga bisa bersikap tegas kepada perusahaan asing sekali pun, jika melanggar aturan,†kata Basarah.
Bagaimana pun, lanjut dia, penegak hukum Indonesia, haÂrus menegakkan hukum di wiÂlaÂyah Indonesia, dan melinÂduÂngi kepentingan Negara dan BangÂsa Indonesia.
“Jangan samÂpai sebagai bangÂsa, kita diÂboÂdohi orang asing. Mereka meÂnggembor-gemÂborÂkan negara kita sebagai negara korup, tapi di perusahaan milik mereka terjadi kasus korupsi,†ujarnya. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: