RMOL. Kejaksaan Agung kembali berjanji segera membawa tersangka kasus korupsi pajak dan pencucian uang Dhana Widyatmika ke meja sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta.
Hal itu disampaikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana KhuÂsus (Jampidsus) Andhi NirÂwanto seusai sholat Jumat di Gedung Kejaksaan Agung, Jalan Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan.
Berkas pegawai negeri goloÂngan III C pada Ditjen Pajak KeÂmenterian Keuangan itu, sudah lengkap alias P21, sehingga mingÂgu ini dilimpahkan ke peÂngadilan. “Untuk kasus DW, peÂnyidikannya sudah dinyatakan lengkap oleh penuntut umum. Jadi, rencananya, minggu depan sudah dilimpahkan ke pengaÂdilan,†ujarnya, Jumat (15/6).
Andhi menegaskan, pegawai Direktorat Jenderal Pajak yang kemudian pindah tugas ke Dinas Pendapatan Derah DKI Jakarta itu, dikenakan pasal-pasal korupÂsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). “Dua-duanya, kuÂmulatif,†kata dia.
Sedangkan pemberkasan terÂhadap empat tersangka lainÂnya, masih dilakukan para penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Agung. “Tetap jalan, masih daÂlam proses penyidikan,†katanya.
Empat tersangka lain yakni FirÂman (atasan DW di Ditjen Pajak), Herli Isdiharsono (teman bisnis dan rekan DW di Ditjen Pajak), Johnny Basuki (wajib pajak) dan Salman Maghfiroh (bekas pegaÂwai Ditjen Pajak).
Sementara itu, pada Jumat lalu, penyidik memanggil dan mÂeÂmeÂrikÂsa enam direktur peÂrusahaan seÂbagai saksi bagi terÂsangka FirÂman. “Pada perkara terÂsangka FirÂman yang meruÂpaÂkan atasan DW, KeÂjakÂsaan Agung menjadÂwalkan meÂmeÂrikÂsa enam orang yang menjadi waÂjib pajak,†kata Kepala Pusat PeÂnerangan Hukum Kejaksaan Agung Adi Toegarisman.
Enam wajib pajak itu yakni, Direktur PT Erandis, Direktur PT Large Style Indonesia, Direktur PT Tunas Warna Repro, Direktur PT Sapta Firsa Mandiri, Direktur PT Dua Mitra Konsulindo dan DiÂÂrektur PT Parama Mitra Widya. Tapi, sambung Adi, peÂmeÂriksaan itu hanya dihadiri tiga saksi, yakni dari PT Erandis, DiÂrektur PT Sapta Firsa Mandiri dan PT Parama Mitra Widya.
“Dari enam orang yang dijadÂwalkan untuk diperiksa sebagai saksi, hanya tiga yang hadir. YaÂitu, saksi H dari PT Erandis, saksi ES dari Direktur PT Sapta Firsa Mandiri dan saksi M dari PT Parama Mitra Widya,†ujarnya.
Adi menambahkan, ketidaÂkÂhaÂdiran tiga saksi sejauh ini belum diÂketahui alasannya. “Kami beÂlum dapat alasan ketidakhadiran tiga saksi lainnya,†kata dia.
Pada Selasa (5/6), penyidik meÂngorek keterangan dua saksi untuk tersangka Firman, atasan Dhana saat bertugas di Kantor PelaÂyanan Pajak (KPP) PancoÂran, Jakarta Selatan. Kedua saksi itu adalah pengusaha bernama Fransiska H dan Kim Mi Young. “Pemeriksaannya sejak jam 9 pagi,†kata Kapuspenkum KejaÂgung Adi Toegarisman.
Penyidik juga memeriksa dua saksi, yakni PNS pada KPP PraÂtama Pancoran bernama Teddy P dan M Arifudin. Mereka dimintai keterangan sebagai saksi bagi terÂsangka bekas PNS Ditjen Pajak Salman Maghfiroh dan FirÂman. “Para saksi ini datang jam 10 pagi. Diperiksa sebagai saksi bagi tersangka SM dan F,†ujar Adi.
Berdasarkan data Pusat PeneÂrangan Kejaksaan Agung, masa peÂnahanan tersangka Dhana Widyatmika diperpanjang lagi. Pada tanggal 21 Mei 2012, tim peÂnyidik telah mengajukan surat permintaan untuk memperÂpanÂjang waktu penahanan untuk keÂdua kalinya terhadap Dhana guna kepentingan pemeriksaan.
Kemudian, tanggal 24 Mei 2012, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah mengabulkan perÂmiÂntaan penyidik untuk memÂperpanjang masa penahanan DW yang kedua kalinya untuk paling lama 30 hari, terhitung sejak tanggal 31 Mei 2012 sampai tangÂgal 29 Juni 2012.
Selanjutnya, pada tanggal 30 Mei 2012, berdasarkan PeneÂtaÂpan Ketua PN Jakarta Selatan itu, telah dibuat Berita Acara PelakÂsanaan Penahanan Lanjutan TerÂhadap Tersangka selama 30 hari terhitung mulai tanggal 31 Mei 2012 sampai 29 Juni 2012 di Rumah Tahanan Negara SalemÂba Cabang Kejaksaan Agung.
REKA ULANG
Dhana Disidik Sejak 16 Februari
Penyidikan terhadap Dhana Widyatmika dimulai pada 16 Februari lalu. Tepatnya, berdaÂsarÂkan Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Print-17/F.2/Fd.1/02/2012 tanggal 16 Februari 2012.
Bukannya bergulir ke pengaÂdiÂlan, kasus korupsi dan pencucian uang dengan tersangka DW ini malah sempat simpang siur. DiÂrektur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus meÂnyatakan, berkas DW sudah lengÂkap. Menurut Kepala Pusat PeneÂrangan Hukum Kejaksaan Agung, berkas itu belum lengkap.
Pada Jumat pekan lalu (8/6), Kepala Pusat Penerangan dan HuÂkum Kejaksaan Agung Adi Toegarisman menyampaikan, jaksa peneliti masih melakukan penelitian terhadap kelengkapan berkas DW. Posisi berkas pegaÂwai negeri golongan 3 C pada Ditjen Pajak itu, masih P19 atau belum P21 (lengkap).
“Belum P21. Berkas perkara yang P19 keÂmarin sudah dikemÂbalikan lagi ke jaksa peneliti. MuÂdah-mudahan minggu depan suÂdah P21, karena kekurangannya hanya syarat forÂmil,†ujar Adi
Akan tetapi, menurut Direktur PeÂnyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Arnold AngÂkouw, pihaknya sudah meÂlengÂkapi berkas DW. “Berkas perkara DW sudah dinyatakan lengkap dan pada hari Kamis diikuti penyerahan tahap kedua, berupa tersangka dan barang bukti,†katanya saat ditemui pada Senin malam (5/6) di kantornya, Gedung Bundar Kejaksaan Agung, Jalan Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan.
Yang dimaksud penyerahan itu adalah penyerahan berkas dan tersangka dari Bagian Penyidikan kepada Bagian Penuntutan. PeÂnyeÂrahan tersebut dilakukan di GeÂdung Bundar, tempat Bagian Penuntutan dan Bagian PenyidÂiÂkÂan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus berkantor.
Namun, tentang kapan DW diÂlimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Arnold enggan menjawabnya. Soalnya, membawa tersangka ke pengaÂdilan adalah kewenangan DirekÂtur Penuntutan. “Itu bukan keÂweÂnangan saya,†elak bekas bekas Kepala Kejaksaan Tinggi SulaÂwesi Utara ini.
Kendati masih belum tegas kaÂpan DW menjadi terdakwa, ArÂnold mengaku yakin, perkara koÂrupsi pajak dan pencucian uang ini dapat dibuktikan di hadapan MajeÂlis Hakim Pengadilan TiÂpikor.
“Kalau tidak yakin, untuk apa kami jadikan tersangka,†kataÂnya, menjawab pertanyaan, apaÂkah bukti-bukti kasus ini belum kuat, sehingga masih simpang siur kapan DW dibawa ke peÂngadilan.
Direktur Penuntutan Kejaksaan Agung Jonny Ginting saat dikonÂfirmasi mengenai kapan DW dibawa ke pengadilan, mengaku belum bisa memberikan penjeÂlasan, sebab sedang berada di Amerika Serikat. “Saya sudah lima hari di AmeÂrika,†ujarnya saat ditelepon Rakyat Merdeka pada Selasa (6/6).
Ada Kesan Diperlambat
Paskalis Kosay, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Paskalis Kosay menilai, kasus korupsi dan pencucian uang deÂngan tersangka Dhana WidyatÂmika, cenderung dipermainkan prosesnya.
Soalnya, menurut Paskalis, penyidik Kejaksaan Agung dan para pimpinan mereka, tidak siap berhadapan dengan sejumÂlah petinggi Pajak dan pihak-piÂhak terkait yang dikenal meÂmiÂliki uang banyak serta akses kekuasaan yang besar. “Kasus itu terkesan diperlambat karena terkait dengan bos-bos perpaÂjaÂkan,†ujar Paskalis.
Melihat kinerja kejaksaan yang belum bagus dalam peneÂgaÂkan huÂkum dan pembeÂranÂtaÂsan koÂrupsi, lanjut Kosay, seÂbaikÂÂnya urusan penuntasan kaÂsus korupÂsi Dhana dan kawan-kawannya itu diambil alih KoÂmisi PemÂbeÂranÂtasan Korupsi (KPK).
Hal itu, menurut Paskalis, perlu dilakukan untuk mengÂhindari proses pengusutan yang keÂsannya sengaja dibuat berÂbelit-belit di Kejaksaan Agung. “Supaya prosesnya cepat dan transparan, saya sarankan agar kasus ini dilimpahkan ke KPK, atau KPK ambil alih saja,†ujarnya.
Politisi Golkar ini pun meÂnyaÂtakan belum percaya terÂhadap kinerja Kejaksaan Agung dalam penanganan kasus koÂrupsi. Kasus-kasus besar mauÂpun kecil, lanjut dia, peÂnaÂngaÂnanÂnya cenderung berputar-puÂtar saja, sehingga tak kunjung masuk ke pengadilan.
“Kejaksaan Agung belum dapat dipercaya karena banyak kasus korupsi yang mereka taÂngani belum tuntas. Kemudian, ada 124.323 kasus tindak pidaÂna umum yang juga belum tunÂtas di kejaksaan, alasannya tiÂdak ada biaya sidang,†katanya.
Lantaran itu, lelaki asal Papua ini mendesak dilakukan perÂbaiÂkan di tubuh Korps Adhyaksa. Selain itu, faktor komitmen, integritas dan kepemimpinan yang kuat perlu diterapkan di kejaksaan. “Butuh keÂpeÂmimÂpiÂnan yang tegas dan komitmen kuat terhdp pemberantasan korupsi,†ujarnya.
Bila ingin Kejaksaan Agung diÂpercaya publik, lanjut PasÂkalis, upaya serius menuntaskan kasus korupsi menjadi salah satu hal yang penting dilakukan. “Kejagung ujung tombak insÂtitusi negara dalam hal peneÂgaÂkan hukum dan pemberantasan korupsi, maka harus bersih dari KKN,†ujarnya.
Berputar-putar Tanpa Ke Pengadilan
Petrus Selestinus, Koordinator FAKSI
Koordinator Forum Advokat Pengawal Konstitusi (FAKSI) Petrus Selestinus curiga, apakah pengusutan kaÂsus Dhana Widyatmika lamban karena ada yang berupaya memilah-milah pelaku.
“Apakah karena ada yang sedang memilah-milah, mana yang harus dikorbankan dan mana-mana yang harus dÂiÂseÂlaÂmatkan,†ujar Petrus, kemarin.
Menurutnya, patut pula diÂpanÂtau masyarakat, apakah Kejaksaan Agung mengÂguÂnaÂkan model kerja seperti itu dalam menangani kasus pajak yang kerap melibatkan penguÂsaÂha kakap.
“Makanya, saya kira kasus Dhana akan berakhir pada DhaÂÂna dan satu tingkat di atasnya. Tidak akan terlalu ke atas atau ke arah pengusaha kakap,†preÂdiksi Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) ini.
Lantaran itu, bekas anggota KoÂmisi Pemeriksa Kekayaan PeÂnyelenggara Negara (KPKPN) ini, menyarankan agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan supervisi terhadap penanganan kasus ini di KeÂjakÂsaan Agung.
“Harusnya, KPK sesekali menggertak kejaksaan untuk mengambil alih kasus Dhana. Jika tidak, saya khawatir kasus Dhana di-SP3. Kasus siminÂbaÂkum menjadi contoh kejaksaÂan masih kuno dalam meneÂrapkan strategi penyidikan,†kata Petrus.
KPK, lanjut advokat satu ini, harus segera menjalankan fungsi koordinasi dan supervisiÂnya terhadap penegak hukum lain seperti Kejaksaan Agung. “Contohnya, KPK perlu meÂminÂta agar kasus Dhana Cs seÂgera dilimpahkan ke pengaÂdilan,†katanya.
Menurut Petrus, suara publik sudah tidak mempan, sehingga KPK mesti segera menerapkan fungsi supervisi. Apalagi, peÂnguÂsutan kasus korupsi kerap dicurigai sarat permainan. SoalÂnya, banyak perkara yang tidak jelas juntrungannya. Alias haÂnya berputar-putar tanpa meÂngalir ke pengadilan.
“Berdasarkan kewenangan yang dimiliki, kejaksaan bisa saja menuntaskannya, persoaÂlanÂnya tidak ada kemauan poÂlitik untuk bertindak maksimal. Mereka lebih cenderung meÂnyalahgunakan kekuasaan,†tutupnya. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: