RMOL. Terpidana kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) untuk Bank Harapan Sentosa (BHS) Sherny Kojongian kemarin tiba di Bandara Soekarno Hatta pukul 08.30 WIB, setelah dideportasi dari Amerika Serikat.
Wanita yang sudah 10 tahun buron itu, diterbangkan dari San Fransisco, Amerika Serikat pada Selasa (12/6) pukul 13.20 wakÂtu setempat. Sherny dan tim terpadu yang menjemputnya, menumpang pesawat Korean Airlines KE 0024 menuju Seoul, Korea Selatan. Terpidana kelahiÂran 8 Februari 1963 ini, sampai di Korsel pada hari yang sama, pukul 17.50 waktu setempat.
Dari Korsel, Sherny diteÂrÂbangÂkan menuju Singapura, meÂnumÂpang pesawat Korean Airlines bernomor KE 0641 pada pukul 18.40 waktu setempat. Buronan ini kemudian tiba di Singapura pada pukul 23.50 waktu seteÂmÂpat. Tapi, Sherny baru diÂpuÂlangÂkan ke Jakarta esok harinya, pada pukul 07.25 waktu setempat.
Sesampainya di Bandara SoeÂkarno Hatta, bekas Direktur KreÂdit dan Treasury BHS itu dibawa tim terpadu ke Gedung KejakÂsaÂan Agung, Jalan Sultan HasaÂnudÂdin, Jakarta Selatan. Sherny diÂgiring ke Kejagung pakai Mobil Toyota Kijang Innova berwarna silver bernomor B 1492 WQ.
Di Gedung Kejaksaan Agung, tim terpadu yang diketuai Wakil Jaksa Agung Darmono mengÂgeÂlar jumpa pers. Darmono meÂnyamÂpaikan, ada tiga hal penting dalam proses pemulangan dan eksekusi Sherny. “Pertama, di dalÂam pesawat, begitu memasuki wilayah IndoÂnesia, pihak ImigÂrasi Amerika Serikat menyeÂrahÂkan Sherny ke pihak Imigrasi InÂdoÂnesia,†katanya.
Berdasarkan mekanisme resmi pemerintah Amerika Serikat, kata Darmono, pihak Imigrasi AS haÂrus mendampingi orang yang dideportasi sampai memasuki batas wilayah hukum negara yang dituju.
“Kedua, terjadi peÂnyerahan terpidana dari Dirjen Imigrasi InÂdonesia kepada Tim Terpadu Pencari Tersangka dan TerÂpiÂdana Tindak Pidana KorupÂsi, unÂtuk selanjutnya diambil tinÂdaÂkan hukum berupa proses eksekusi,†urainya.
Hal ketiga, lanjut Darmono, ekÂsekusi terhadap Sherny yang dilakukan Kejaksaan Negeri JaÂkarta Pusat selaku eksekutor. “SeÂgera dieksekusi. Menurut inforÂmasi yang saya peroleh, yang bersangkutan dieksekusi ke LaÂpas Tangerang,†ujarnya.
Seusai jumpa pers, giliran piÂhak Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat mengeksekusi Sherny yang menunggu di ruang isolasi GeÂdung Kejaksaan Agung. Sherny didamÂpingi kuasa hukumnya, Afrian Bondjol dan Dea Tungga Esti dari Kantor Pengacara OC Kaligis.
Sherny yang mengenakan celana ketat atau legging hitam berstrip biru dan memakai kacaÂmata hitam, tidak berkomentar saat digiring ke mobil tahanan untuk selanjutnya dibawa ke Lembaga Pemasyarakatan (LP) Tangerang. Dia hanya tersenyum.
Afrian Bondjol menyamÂpaiÂkan, pihaknya segera melakukan upaya hukum berupa peninjauan kembali (PK) atas status klienÂnya. “Kami akan mengajukan PK, sebab kami mencari kebeÂnaÂran materil,†dalihnya.
Menurut Wakil Jaksa Agung DarÂmono, Sherny selaku DirekÂtur Internasional/HRD/Direktur Kredit PT BHS bersama-sama terÂpidana Hendra Rahardja selaÂku Komisaris Utama PT BHS dan terpidana Eko Edi Putranto seÂlaÂku Komisaris PT BHS terbukti melawan hukum, yakni melakuÂkan perbuatan memperkaya diri, orang lain, atau suatu badan yang seÂcara langsung atau tidak langÂsung merugikan keuangan negara.
Soalnya, mereka menarik dan menggunakan dana dari PT BHS yang dihimpun dari masyarakat ataupun pihak ketiga dalam benÂtuk tabungan, deposito, reÂkening giro maupun dana yang meÂrupaÂkan fasilitas kredit likuiditas Bank Indonesia (KLBI) berupa Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP) dan kredit Investasi serta surat berharga pasar uang (SBPU), sehingga menyebabkan kerugian negara Rp 1.950.995.354.200 (hampir Rp 2 triliun).
REKA ULANG
Kabur 1998, Gunakan Paspor H 130301
Sherny Konjongian yang kabur dari Indonesia pada 2002, berupaya mendapatkan status permanent resident di Amerika Serikat. Namun, terpidana kasus BLBI ini, menggunakan dokuÂmen dan data palsu. Sehingga, Beurau Of Immigration Affair pemerintah AS membawa kasus keimigrasian ini ke pengadilan di San Fransisco.
“Dia kabur dari Indonesia sejak 1998, menggunakan pasÂpor noÂmor H 130301 yang berÂlaku samÂpai 21 Oktober 2003. Pada 2003, dia mengajukan green card. Pada 2004, dia diÂnyaÂtakan mendapat perÂmanent resident. Pada 2009, dia mengaÂjukan naturalisasi dan ditolak. Sebab, dokumennya bermasalah, dan kita sudah meÂnyeÂbar inforÂmasi bahwa dia itu buronan,†kata Ketua Tim TerpaÂdu Pencari Tersangka dan TerÂpidana Tindak Pidana Korupsi DarÂmono, kemarin.
Pada 16 November 2010, Sherny Kojongian ditahan pihak ImigÂrasi Amerika Serikat. “Yang bersangkutan menjalani hukum dan harus dideportasi,†ujar WaÂkil Jaksa Agung ini.
Lalu, berdasarkan surat dari Imigration And Custom EnforÂceÂment (US ICE) Tanggal 1 AguÂsÂtus 2011, disampaikan bahwa pengadilan di San Fransisco telah memutuskan untuk mendeportasi Sherny ke Indonesia. Namun, seÂsuai sistem hukum yang berlaku di negara Paman Sam, Sherny diÂberikan kesempatan untuk meÂngajukan banding.
Berdasarkan informasi yang disampaikan kepolisian interÂnaÂsional (Interpol), permohonan banding yang diajukan Sherny terkait rencana deportasi atas diriÂnya, ditolak oleh Ninth Circuit Court of Appeals, seÂhingga ImigÂration And Custom Enforcement (US ICE) akan memulangkannya ke Indonesia.
Jauh sebelum dideportasi ImigÂrasi AS, dalam sidang in absentia (tanpa kehadiran terÂdakwa) di Pengadilan Negeri JaÂkarta Pusat, Sherny dijatuhi huÂkuman 20 taÂhun penjara berÂdaÂsarkan putusan PN No.1032/Pid.B/2001/PN.ÂJakÂpus tanggal 22 Maret 2002. SherÂny meÂngajukan banding, tapi teÂtap divonis bersalah oleh Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dengan putusan No.125/Pid/2002/PT DKI tanggal 8 November 2002.
Sherny bersama Hendra RaÂharja dan Eko Edy Putranto diÂnyaÂtakan bersalah dan terbukti meÂlakukan tindak pidana koÂrupÂsi. Terhadap putusan itu, baÂrang bukti tanah dan baÂngunan berikut surat-suratnya senilai Rp 13.529.150.800 diÂlelang dan disita untuk negara, serta menÂghukum terdakwa secara tangÂgung renteng memÂbayar kerugian negara Rp 1.950. 995.354.200.
Terhadap kerugian negara yang hampir Rp 2 triliun itu, telah diÂlakuÂkan pelelangan aset dalam liÂkuidasi Rp 729.493.888.865,24. Lalu, pelelangan barang ramÂpaÂsan oleh Kejari Jakarta Pusat seÂbeÂsar Rp 146.280.243.424 dan pengembalian via pemerintah Australia pada 2004 sebesar 642.546,46 Dolar Australia serta pada 2009
sebesar 493.467,07 Dolar Australia. Sehingga, jumlah yang disetorkan ke kas negara Rp 875.774.132.289,24 dan 1.136.193,53 Dolar Australia. ArtiÂnya, nilai kerugian negara yang hampir Rp 2 triliun itu belum terbayar lunas.
Belum Sampai Ke Akar-akarnya
Pieter Zulkifli, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Pieter Zulkifli meyakini, seseÂorang yang memang melakukan kejahatan, pada waktunya akan terungkap juga, meskipun ada penegak hukum dan pihak-piÂhak berkepentingan berupaya meÂnutup-nutupinya.
“Sepandai-pandainya seseÂorang menyembunyikan, meÂraÂhaÂÂsiakan dan memelihara kejaÂhaÂtannya dengan berbagai cara, pada akhirnya akan ketahuan juga. Demikian juga dengan kaÂsus BLBI ini,†ujar Pieter, kemarin.
Politisi Partai Demokrat itu menyamÂpaikan, proses deporÂtasi Sherny Kojongian juga bÂuÂkanÂlah sebuah kebetulan beÂlaka. “Saya sebagai manusia yang percaya kepada Tuhan, mempercayai adanya keadilan yang tak bisa didustai,†ujarnya.
Kasus BLBI pun, lanjut dia, sudah bukan barang asing lagi. Sebab, sudah cukup lama diÂperÂbicangkan di Komisi III dan berÂbagai momentum nasional. Nyatanya, kata Pieter, penguÂsuÂtanÂnya tetap tidak maksimal. “SeÂlanjutnya kita serahkan keÂpada keseriusan aparat hukum menindaklanjutinya. Sebab ini sebetulnya belum selesai.â€
Bagi Pieter, kasus ini harus teÂrus diusut sampai ke akar-akarÂnya. “Patut diduga, ada piÂhak pemerintah saat itu yang terÂlibat dan oknum-oknum apaÂrat huÂkum ketika itu yang meÂlindungi kepentingan kelompok tertentu dalam kasus BLBI,†ujarnya.
Keseriusan penegak hukum untuk terus mengusut tuntas kaÂsus ini, lanjut dia, adalah perÂtaÂruÂhan yang akan dinilai masyaÂrakat. “Kalau memang serius meneÂgakÂkan hukum, ya harus diteruskan pengusutannya samÂpai tuntas. Tidak peduli siapa pun dan jabatannya apapun,†kata Pieter.
Sangat mencurigakan, lanjut dia, bila aparat hukum ciut apabila berhadapan dengan kekuasaan, uang dan intervensi. “Jangan mandul proses hukum kita. Jangan biarkan uang negara, uang rakyat yang begitu besar hilang tanpa kepedulian dari aparat pemerintahan dan aparat hukum kita. Jangan biarÂkan rakyat menanggung akiÂbatnya,†kata Pieter.
Sejak Awal Mencurigakan
Bambang Widodo Umar, Pengamat Hukum
Pengamat Hukum BamÂbang Widodo Umar menilai, sejak awal bergulir, kasus BLBI suÂdah menimbulkan kecurigaÂan. Sebab, proses waktu itu tiÂdak mencerminkan adanya keÂsungguhan pengusutan.
“Sudah ada sejumlah kejangÂgaÂlan sejak awal. Misalnya, para tersangka tidak ditahan dan tidak dicegah ke luar neÂgeÂri. Pihak-pihak yang berkaitan untuk mengusutnya pun tidak mau tahu,†kata dosen Ilmu KeÂpolisian Universitas Indonesia ini, kemarin.
Kecurigaan itu, lanjut BamÂbang, semakin terasa lantaran tidak ada tanggung jawab antar lembaga untuk saling berÂkoorÂdinasi secara proaktif dalam mengusut kasus ini.
“Sehingga para buronan bisa melenggang bebas ke luar negeri. Mereka sibuk pada uruÂsan dan keweÂnangan pribadi-pribadi saja. Ini adalah sikap aroÂgansi lembaga yang tidak baik,†kata Bambang.
Mestinya, lanjut dia, setiap lembaga secara sigap saling berÂkoordinasi. Lantaran itu, meÂnurut Bambang, payung huÂkum berupa Undang Undang seÂharusnya dibuat untuk meÂngatur tanggung jawab dan koorÂdinasi setiap lembaga seÂcara tegas. “Sehingga, tidak ada arogansi institusi. Payung huÂkum itu perlu untuk meÂwaÂjibkan saling koordinasi, dan perlu dibuat sanksi tegas bagi lembaga manapun yang tidak berkoordinasi,†katanya.
Untuk kasus BLBI ini, dia menyatakan, eksekusi terhadap Sherny Kojongian semestinya dijadikan momentum mengusut kembali keterlibatan-keterÂliÂbaÂtan pihak lain sampai tuntas. “Harus menjadi pintu masuk meÂngusutnya, bukan malah menghentikannya,†ujar dia.
Bambang curiga, sejak awal kaÂsus ini bergulir, sudah ada seÂjumlah pihak dari oknum peÂnyeÂlenggara negara dan oknum penegak hukum yang harus bertanggung jawab. “Nah, itu juga harus diusut,†kata dosen Perguruan Tinggi Ilmu KeÂpolisian ini.
Bambang sangat setuju agar kasus ini dibongkar kembali, terutama untuk mengusut dan menyeret oknum pejabat dan oknum penegak hukum yang terlibat sejak awal. “Ini harus diusut terus sampai tuntas,†ujarnya. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: