RMOL. Setelah lama tak ada kabar perkembangannya, penyidik Kejaksaan Agung kembali menyenggol kasus penggelembungan harga alat laboratorium dan alat penunjang pendidikan Universitas Negeri Jakarta (UNJ) tahun anggaran 2010.
Kemarin, penyidik meÂmanÂgÂgil dua tersangka kasus ini untuk diÂmintai keterangan. Yaitu, PeÂjabat Pembuat Komitmen (PPK) Fakhrudin yang juga Pembantu Rektor III UNJ dan Ketua Panitia Lelang Tri Mulyono yang juga dosen Fakultas Teknik UNJ. Tapi, Fakhruddin tidak meÂmeÂnuhi panggilan penyidik tanpa alaÂsan, alias mangkir.
“Untuk kasus UNJ, dilakukan pemeriksaan tersangka TM dalam kapasitas sebagai saksi unÂtuk tersangka F,†ujar Kepala PuÂsat Penerangan Hukum KeÂjaksaan Agung Adi Toegarisman, kemarin.
Adi menambahkan, pengusuÂtan kasus ini masih berjalan. Akan tetapi, belum ada tersangka baru. Sejauh ini, hanya Fakhrudin dan Tri Mulyono yang disangka melakukan penggelembungan harga alat laboratorium dan alat penunjang pendidikan UNJ.
Dalam pengadaan itu, speÂsiÂfikasi barang tak sesuai kualitas yang diinginkan. Akibatnya, meÂnurut Kejagung, negara meÂngaÂlami kerugian sekitar Rp 5 miliar dalam proyek senilai Rp 17 miliar tersebut. Lantaran itu, kedua terÂsangka dijerat Pasal 2 dan Pasal 3 Undang Undang PemÂbeÂranÂtaÂsan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
Kendati begitu, Kejaksaan Agung baru pertama kali meÂmeÂriksa tersangka kasus ini. Itu pun hanya tersangka Tri Mulyono yang diperiksa sebagai saksi bagi tersangka Fakhrudin, kemarin. Padahal, surat perintah penyidiÂkan terhadap dua tersangka itu suÂdah resmi keluar pada 1 NoÂvemÂber 2011. Persisnya, Surat PeÂrinÂtah Penyidikan (Sprindik) Nomor 161 dan 162/F.2/Fd.1/11/2011. Artinya, Kejagung baru memeÂrikÂsa tersangka setelah Sprindik itu berusia 7 bulan.
Pada 1 Desember 2011, penyiÂdik memang telah mendatangi kantor kedua tersangka. Akan teÂtapi, belum melakukan pemeÂrikÂsaÂan. Ketika itu, penyidik hanya menyita dokumen lelang dan suÂrat kontrak pengadaan.
Kemudian, pada 13 Februari 2012, penyidik mengorek keteraÂngan salah seorang saksi kasus ini, yakni Mindo Rosalina MaÂnullang yang telah menjadi terÂpiÂdana kasus suap Wisma Atlet. Saat itu, penyidik Kejagung meÂmeriksa Rosa sebagai saksi kasus UNJ di kantor KPK, Jalan RasuÂna Said, Kuningan, Jakarta Selatan.
Rosa yang berada dalam perÂlinÂdungan Lembaga PerlinÂduÂngan Saksi dan Korban (LPSK), tidak diperkenankan dibawa ke kantor Kejagung. Akhirnya, peÂnyidik Kejaksaan Agung meÂmeÂriksa Rosa di kantor KPK.
Kejagung mengusut tiga kasus yang diduga melibatkan Rosa. Yakni, perkara korupsi pengaÂdaÂan alat laboratorium di UNJ, kaÂsus korupsi di Kementerian AgaÂma dan perkara korupsi pengaÂdaan alat kesehatan di KeÂmenÂterian Kesehatan.
Kepala Biro Humas KPK JoÂhan Budi Sapto Prabowo mengaÂtaÂkan, KPK hanya menjadi temÂpat pemeriksaan Rosa terkait tiga kasus tersebut. Perkara Rosa yang ditangani KPK, lanjutnya, berbeda dengan kasus yang diÂtangani Kejaksaan Agung.
Apakah, kasus-kasus itu akan kembali menyeret Nazaruddin, bos Rosa? Advokat Ahmad RiÂvai yang sempat menjadi kuasa huÂkum Rosa menyatakan, Rosa haÂnya berperan sebagai baÂwaÂhan yang melaksanakan peÂrinÂtah bosnya.
“Bosnya kan Anda tahu siapa. Karena itu, kami meminta aparat penegak hukum, baik Kejaksaan Agung dan KPK untuk mengusut tuntas semua pihak yang terlibat,†ucapnya.
REKA ULANG
Nazaruddin Belum Diperiksa Sebagai Saksi
Kasus korupsi pengadaan alat laboratorium dan alat penunjang pendidikan di Universitas Negeri Jakarta (UNJ), bermula dari peÂnetapan pemenang tender proyek ini, yakni PT Marell Mandiri. TeÂtapi, pengerjaannya diduga diÂlaÂkuÂkan PT Anugerah Nusantara yang masih satu konsorsium deÂngan PT Permai Group.
Nah, PT Anugerah Nusantara diÂkoordinir Mindo Rosalina MaÂnulang, anak buah bekas BenÂdaÂhara Umum Partai Demokrat MuÂhammad Nazaruddin. PT AnuÂgerah Nusantara merupakan sÂaÂlah satu anggota konsorsium PT Permai Group yang dikoordinir Mindo Rosalina Manulang. BaÂnyak perusahaan dikoordinir Rosa.
“PT Anugerah Nusantara yang diÂkoordinir Mindo Rosalina meÂminjam PT Marell. Di situlah timÂbul dugaan mark up,†tegas Noor Rochmad, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung saat kasus ini mulai berÂgulir di Kejagung.
Kasus korupsi di UNJ ini, meÂnambah panjang daftar perkara yang menyeret nama anak buah Nazaruddin itu. Sekadar meÂngiÂngatkan, Majelis Hakim PeÂngaÂdilan Tindak Pidana Korupsi (TiÂpiÂkor) Jakarta telah memvonis Rosa terbukti terlibat kasus suap pembangunan Wisma Atlet SEA Games. Majelis hakim menÂjaÂtuhÂkan hukuman 2,5 tahun penjara untuk Rosa.
Akankah kasus pengadaan alat-alat laboratorium di UNJ itu juga akan bergulir ke arah NaÂzaÂruddin? Saat itu, Noor Rochmad tiÂdak menjawab secara pasti. HaÂnya, dia mengatakan, Kejaksaan Agung tidak akan segan-segan meminta pertanggungjawaban orang-orang yang terbukti terlibat kasus tersebut. “Jika cukup bukti, siapa pun akan dimintai perÂtangÂgungjawabannya,†kata dia.
Tapi, sejauh ini, Kejaksaan Agung belum menetapkan pihak swasta sebagai tersangka kasus UNJ. Bahkan, hingga kemarin, penyidik Kejagung belum pernah memeriksa Nazaruddin sebagai saksi kasus UNJ. Sedangkan Rosa, baru sekali dimintai keteraÂngan sebagai saksi oleh penyidik Kejagung di Gedung KPK.
Tersangka kasus ini baru dari pihak UNJ, yakni Pejabat PemÂbuat Komitmen (PPK) Fakhrudin yang juga Pembantu Rektor III dan Ketua Panitia Lelang Tri MulÂyono yang juga dosen FakulÂtas Teknik. Kedua tersangka itu, hingga kemarin belum ditahan Kejaksaan Agung.
Sementara itu, penanganan sejumlah perkara korupsi yang diduga melibatkan Nazaruddin Cs, sepertinya tumpang tindih. Soalnya, KPK juga melakukan penyidikan terkait kasus korupsi di beberapa perguruan tinggi.
Tapi, KPK dan Kejaksaan Agung sudah membuat meÂmoÂranÂdum of understanding (MoU) atau nota kesepahaman unÂtuk mengusut kasus-kasus korupsi di berbagai sektor, terÂmasuk sektor pendidikan.
Kasus pengadaan laboratoÂrium, terdapat di lima universitas, yakni Universitas Sriwijaya, UniÂversitas Sultan Ageng TirÂtayasa, Universitas Negeri Jakarta, UniÂversitas Jenderal Soedirman dan Universitas Malang. Kasus-kasus itu merupakan hasil pengemÂbaÂngan kasus Nazaruddin.
Sebelumnya, pimpinan KPK perÂnah merilis ada sekitar 30 kaÂsus yang diduga melibatkan NaÂzaruddin. Diantaranya adalah kaÂsus pengadaan peralatan laÂboratorium di beberapa uniÂerÂsitas.
Eva Kusuma Sundari, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Eva Kusuma Sundari menilai, penanganan perkara korupsi pengadaan alat laboratorium Universitas Negeri Jakarta (UNJ), berjalan sangat lambat di Kejaksaan Agung.
Lantaran itu, Eva meragukan ketulusan Kejaksaan Agung menangani kasus tersebut. “Waduh, apa digoreng dulu itu kasus? Banyak juga kasus yang dipendam di sana,†katanya, kemarin.
Jika Kejaksaan Agung serius mengusut kasus, lanjut dia, tenÂtu semua prosedur (SOP) dan tata tertib pasti dipatuhi. “KeÂjaÂgung perlu mematuhi tata terÂtib pemrosesan kasus, seÂbaÂgaiÂmana yang sudah disepakati, termasuk dengan polisi, bahwa ada batasan waktu untuk tahap penyelidikan, penyidikan dan penuntutan. Ini berkaitan deÂngan kepastian hukum yang berÂdampak pada HAM seseÂorang,†katanya.
Pelaksanaan SOP tersebut, lanjut Eva, juga bisa meminiÂmaÂlisir penyalahgunaan weweÂnang. “Misalnya pemerasan terhadap tertuduh, tersangka oleh oknum-oknum jaksa, seÂbaÂgaimana yang dikeluhkan maÂsyarakat luas,†ujarnya.
Kendati begitu, kata Eva, diriÂnya masih berupaya untuk berÂbaik sangka kepada KejakÂsaan Agung. “Momentumnya pas dengan KPK yang sedang memroses kasus Hambalang, mungkin kejaksaan perlu meÂnyesuaikan diri dengan jadwal KPK,†ujarnya.
Lantaran itu, dia berharap ada koordinasi yang baik antara Kejaksaan Agung dengan KPK. “Sehingga proses di KPK tidak terganggu, bisa tuntas hingga ke semua pihak yang terlibat, terÂmasuk yang berada di lingkaran kekuasaan,†ujarnya.
Jika tidak ada koordinasi yang bagus, Eva khawatir, apa yang dilakukan Kejaksaan Agung akan menimbulkan keÂhebohan dan mengganggu prÂoÂses di KPK. “Kehebohan mesti dihindarkan, jika tidak, maka bisa dipersepsi sebagai pengaÂlihan perhatian dari kasus HamÂbalang,†tandasnya.
Jadi, Eva menegaskan, semua perÂmainan yang mungkin terÂjadi dan merusak proses hukum dalam pengusutan kasus ini, akan sangat mudah terbaca dari pola penerapan SOP. “Ukuran keseriusan pengusuÂtan kasus ini, ya tertib SOP dan koorÂdiÂnaÂsi dengan KPK. Kalau dua hal tadi dilaksanakan, berÂarti tidak ada tekanan,†ucapnya.
Jaksa Agung Mestinya Malu
Poltak Agustinus Sinaga, Ketua PBHI Jakarta
Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) JaÂkarta Poltak Agustinus Sinaga menilai, leletnya penanganan kasus UNJ menegaskan bahwa pemerintah tidak serius memÂberantas korupsi.
“Ini merupakan wujud ketiÂdakÂseriusan negara memÂbeÂranÂtas korupsi. Bisa diartikan, neÂgara sedang mengamini atau meÂnyetujui praktek-praktek koÂrupsi,†ujar Poltak, kemarin.
Menurut dia, korupsi semaÂkin merajalela, namun kinerja pemberantasan korupsi malah melempem. “Kejagung tidak seÂrius, bahkan cenderung terÂliÂbat dalam kemelut korupsi, terÂlihat dari lambannya peÂnaÂngaÂnan kasus korupsi, berbeda deÂngan penanganan kasus-kasus rakyat kecil,†tandasnya.
Poltak menilai, Kejaksaan Agung belum tampak serius ingin menuntaskan kasus-kasus korupsi yang ditanganinya. KonÂdisi semakin parah lantaran proyek-proyek di kampus telah disusupi korupsi, seperti yang diduga terjadi di Universitas Negeri Jakarta (UNJ).
“Ketika kampus sudah terliÂbat persoalan praktek korupsi, semakin hilang harapan kita. Nah, kalau kasus-kasus korupsi itu tak bisa dituntaskan secara utuh, Basrif Arief selaku Jaksa Agung semestinya malu, itu pun kalau masih punya rasa malu,†ujarnya.
Jika dilihat dari banyaknya kaÂsus yang berjalan lambat, meÂnurut Poltak, kejaksaan nyaris tidak bisa diharapkan untuk meÂngusut perkara-perÂkara korupsi secara utuh hingÂga tuntas.
Dia menambahkan, pembeÂranÂtasan korupsi harus dimulai dari bangku kuliah juga. “Untuk mendorong pemberantasan korupsi, harus dimulai dari kamÂpus-kampus alias dari geÂnerasi muda, sehingga ketika mau jadi jaksa, polisi, hakim, PNS tidak perlu pakai nyogok,†ujar Poltak. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: