Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

WAWANCARA

Mohammad Nuh: Tingginya Siswa Lulus UN Bukan Gara-gara Bocoran

Minggu, 27 Mei 2012, 09:33 WIB
Mohammad Nuh: Tingginya Siswa Lulus UN Bukan Gara-gara Bocoran
Mohammad Nuh

RMOL. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) tidak mau terlena dengan tingginya nilai tingkat kelulusan Ujian Nasional yang mencapai 99,5 persen.

“Kita tidak boleh memandang hasil tersebut hanya dari sisi pro­sentasenya. Kita harus terus mela­kukan analisis mendalam tentang berbagai permasalahan yang ada di dunia pendidikan,’’ ujar Mendikbud, Mohammad Nuh kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

“Kalau kita berhenti melaku­kannya hanya karena sudah me­raih pencapain yang bagus. Maka kita tidak akan bisa maju. Ingat, negara-negara yang sudah maju saja terus melakukan evaluasi di dunia pendidikan,” tambahnya.

Berikut kutipan selengkapnya;

 

Bukankah banyak bocoran ja­waban, sehingga lulusnya sa­ngat signifikan?

Kita tidak boleh berfikiran nega­tif dengan mengatakan itu hasil banyaknya bocoran jawa­ban. Hasil tersebut diproleh bu­kan  karena banyak siswa yang men­contek bocoran jawaban. Tapi itu berkat jerih payah siswa itu.

Kita harus memberikan apre­siasi terhadap hasil yang baik itu. Kita harus memberikan dorongan agar ke depan bisa lebih baik lagi.

 

Apakah Anda merasa puas dengan pencapaian tersebut?

Saya merasa sangat senang dengan pencapaian tersebut. Tapi saya merasa belum puas. Kita tidak boleh memandang hasil tersebut hanya dari sisi prosenta­se­nya. Kita harus terus melaku­kan analisis mendalam tentang berbagai permasalahan yang ada di dunia pendidikan.

 

Analisis atau perbaikan se­perti apa yang dilakukan Ke­men­dikbud?

Ya, kita mnelakukan evaluasi de­ngan melihat kinerja pendidi­kan di berbagai daerah saat ini, untuk dibandingkan dengan kinerja mereka dua-tiga tahun belakangan.

Contohnya di Nusa Tenggara Timur di mana ada sekitar sem­bilan ribu siswa yang tidak lulus. Mereka kita pelajari dulu ki­nerja­nya duan tahun belakangan. Ka­lau memang benar kita lihat tidak bagus, kita akan intervensi agar para pendidik di wilayah NTT di­berikan semacam pelatihan guna meningkatkan hasilnya.

Meski hasilnya belum me­muas­kan, tapi sudah berjalan dengan baik. Dan hasil ini bosa kita jadi­kan termometer untuk mengukur kondisi pendidikan di sana, dan mencari tahu bagai­mana cara ter­baik untuk mem­perbaikinnya.

 

Apakah Kemendikbud su­dah mempunyai program untuk le­bih memperbaiki kondisi pen­didikan kita?

Tentu sudah. Secara garis besar ada tiga hal yang akan kami laku­kan untuk memperbaiki pendi­dikan kita ke depan. Pertama, kita akan meningkatkan kualitas soal. Kita akan meningkatkannya su­paya lebih sulit daripada yang ada saat ini. Supaya siswa terdorong untuk lebih giat belajar, sehingga kemungkinan untuk melakukan kecurangan pun bisa menurun.

Kedua, kita akan meningkat­kan target. Karena sekarang su­dah mencapai 99 persen, maka berikutnya tentu pencapaian kita harus diatas ini.

Ketiga, terus mengingkatkan kualitas para pengajar, seperti de­ngan melakukan berbagai evalusi dan memberikan berbagai pelati­han pendidikan. Meskipun yang sekolah dan mengikuti ujian ada­lah siswa, tapi kita tidak boleh meremehkan peran pengajar.

 

Terkait ada siswa yang tidak lulus UN sehingga menjadi stres, apakah Kemendikbud mem­punyai saran untuk me­nga­tasi masalah ini?

Sejak awal kami sudah meng­imbau kepada para pengajar, agar mendorong siswa untuk terus giat belajar. Kami menghimbau agar para pengajar mengingatkan siswa bertapa pentingnya belajar bagi masa depan mereka. Hal ini kami lakukan agar para siswa bisa bersungguh-sungguh meng­hadapi pendidikan yang mereka tempuh, sehingga bisa lulus dengan hasil yang baik.

Tapi kalau pun ada yang gagal, sejak awal kami juga sudah mem­berikan himbauan agar para pengajar tetap memberikan support kepada para siswa yang tidak lulus, dan dilarang mence­mooh mereka. Para pengajar di­haruskan untuk memberikan pen­jelasan bahwa masih ada kesem­patan bagi mereka yang tidak lulus, dengan mengikuti program Paket C misalnya.

 

Apakah hanya itu?

Tentu saja tidak. Kami tentu melakukan evaluasi kepada seko­lah-sekolah yang ketidaklulusan­nya tinggi. Kami akan melihat per­masalahan yang terjadi de­ngan lebih spesifik. Kami akan melihat ke masing-masiong seko­lah tersebut, apakah itu hanya sekadar masalah kurang baiknya penerapan kurikulum yang ada, atau karena memang ada faktor lain. Misalnya, minimnya sarana dan prasarana yang ada di seko­lah-sekolah tersebut. Kalau me­mang demikian, tentu kami mem­berikan bantuan.  [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA