RMOL. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) tidak mau terlena dengan tingginya nilai tingkat kelulusan Ujian Nasional yang mencapai 99,5 persen.
“Kita tidak boleh memandang hasil tersebut hanya dari sisi proÂsentasenya. Kita harus terus melaÂkukan analisis mendalam tentang berbagai permasalahan yang ada di dunia pendidikan,’’ ujar Mendikbud, Mohammad Nuh kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
“Kalau kita berhenti melakuÂkannya hanya karena sudah meÂraih pencapain yang bagus. Maka kita tidak akan bisa maju. Ingat, negara-negara yang sudah maju saja terus melakukan evaluasi di dunia pendidikan,†tambahnya.
Berikut kutipan selengkapnya;
Bukankah banyak bocoran jaÂwaban, sehingga lulusnya saÂngat signifikan?
Kita tidak boleh berfikiran negaÂtif dengan mengatakan itu hasil banyaknya bocoran jawaÂban. Hasil tersebut diproleh buÂkan karena banyak siswa yang menÂcontek bocoran jawaban. Tapi itu berkat jerih payah siswa itu.
Kita harus memberikan apreÂsiasi terhadap hasil yang baik itu. Kita harus memberikan dorongan agar ke depan bisa lebih baik lagi.
Apakah Anda merasa puas dengan pencapaian tersebut?
Saya merasa sangat senang dengan pencapaian tersebut. Tapi saya merasa belum puas. Kita tidak boleh memandang hasil tersebut hanya dari sisi prosentaÂseÂnya. Kita harus terus melakuÂkan analisis mendalam tentang berbagai permasalahan yang ada di dunia pendidikan.
Analisis atau perbaikan seÂperti apa yang dilakukan KeÂmenÂdikbud?
Ya, kita mnelakukan evaluasi deÂngan melihat kinerja pendidiÂkan di berbagai daerah saat ini, untuk dibandingkan dengan kinerja mereka dua-tiga tahun belakangan.
Contohnya di Nusa Tenggara Timur di mana ada sekitar semÂbilan ribu siswa yang tidak lulus. Mereka kita pelajari dulu kiÂnerjaÂnya duan tahun belakangan. KaÂlau memang benar kita lihat tidak bagus, kita akan intervensi agar para pendidik di wilayah NTT diÂberikan semacam pelatihan guna meningkatkan hasilnya.
Meski hasilnya belum meÂmuasÂkan, tapi sudah berjalan dengan baik. Dan hasil ini bosa kita jadiÂkan termometer untuk mengukur kondisi pendidikan di sana, dan mencari tahu bagaiÂmana cara terÂbaik untuk memÂperbaikinnya.
Apakah Kemendikbud suÂdah mempunyai program untuk leÂbih memperbaiki kondisi penÂdidikan kita?
Tentu sudah. Secara garis besar ada tiga hal yang akan kami lakuÂkan untuk memperbaiki pendiÂdikan kita ke depan. Pertama, kita akan meningkatkan kualitas soal. Kita akan meningkatkannya suÂpaya lebih sulit daripada yang ada saat ini. Supaya siswa terdorong untuk lebih giat belajar, sehingga kemungkinan untuk melakukan kecurangan pun bisa menurun.
Kedua, kita akan meningkatÂkan target. Karena sekarang suÂdah mencapai 99 persen, maka berikutnya tentu pencapaian kita harus diatas ini.
Ketiga, terus mengingkatkan kualitas para pengajar, seperti deÂngan melakukan berbagai evalusi dan memberikan berbagai pelatiÂhan pendidikan. Meskipun yang sekolah dan mengikuti ujian adaÂlah siswa, tapi kita tidak boleh meremehkan peran pengajar.
Terkait ada siswa yang tidak lulus UN sehingga menjadi stres, apakah Kemendikbud memÂpunyai saran untuk meÂngaÂtasi masalah ini?
Sejak awal kami sudah mengÂimbau kepada para pengajar, agar mendorong siswa untuk terus giat belajar. Kami menghimbau agar para pengajar mengingatkan siswa bertapa pentingnya belajar bagi masa depan mereka. Hal ini kami lakukan agar para siswa bisa bersungguh-sungguh mengÂhadapi pendidikan yang mereka tempuh, sehingga bisa lulus dengan hasil yang baik.
Tapi kalau pun ada yang gagal, sejak awal kami juga sudah memÂberikan himbauan agar para pengajar tetap memberikan support kepada para siswa yang tidak lulus, dan dilarang menceÂmooh mereka. Para pengajar diÂharuskan untuk memberikan penÂjelasan bahwa masih ada kesemÂpatan bagi mereka yang tidak lulus, dengan mengikuti program Paket C misalnya.
Apakah hanya itu?
Tentu saja tidak. Kami tentu melakukan evaluasi kepada sekoÂlah-sekolah yang ketidaklulusanÂnya tinggi. Kami akan melihat perÂmasalahan yang terjadi deÂngan lebih spesifik. Kami akan melihat ke masing-masiong sekoÂlah tersebut, apakah itu hanya sekadar masalah kurang baiknya penerapan kurikulum yang ada, atau karena memang ada faktor lain. Misalnya, minimnya sarana dan prasarana yang ada di sekoÂlah-sekolah tersebut. Kalau meÂmang demikian, tentu kami memÂberikan bantuan. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.