WAWANCARA

Gusti Kanjeng Ratu Hemas : DPR Coba-coba Masukkan Pasal Tak Sesuai Aspirasi Rakyat Yogya

Sabtu, 10 Maret 2012, 09:39 WIB
Gusti Kanjeng Ratu Hemas : DPR Coba-coba Masukkan Pasal Tak Sesuai Aspirasi Rakyat Yogya
Gusti Kanjeng Ratu Hemas

RMOL. Rancangan Undang-Undang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) kembali dibahas DPR setelah terhambat bertahun-tahun.

“Ini kan masih dikerjakan Panja DPR, belum masuk di Komisi II kan. Kita tunggu saja, apa hasil­nya,’’ ujar permaisuri Sri Sultan Hemengku Buwono X, Gusti Kan­jeng Ratu Hemas, kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Seperti diketahui, DPR telah menetapkan 64 RUU sebagai prio­­ritas tahunan yang dibahas tahun 2012, termasuk 16 RUU yang telah memasuki pembi­ca­raan Tingkat I. Delapan di anta­ra­nya telah menga­lami per­panja­ngan masa tugas dua sampai tiga kali.

RUU tersebut antara lain, RUU tentang Keamanan Nasional, RUU tentang Keistimewaan Pro­vinsi DIY, RUU tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, RUU tentang Pencegahan dan Pembe­ran­tasan Pembalakan Liar, RUU tentang Pendidikan Tinggi, RUU tentang Pendidikan Kedokteran, dan RUU tentang Penanganan Konflik Sosial.

Ketua DPR Marzuki Alie men­desak Komisi II segera menun­taskan pembahasan RUU Keisti­mewaan DIY yang telah terham­bat bertahun-tahun.

Gusti Kanjeng Ratu Hemas se­lanjutnya mengatakan, DPR  ma­sih coba-coba masukkan pasal-pasal yang sebetulnya tidak sesuai dengan aspirasi rakyat Yogya­karta.

“Yang saya tahu seperti itu. Makanya kita tunggu saja hasil pembahasannya, apa dimasukkan pasal-pasal yang tidak sesuai dengan aspirasi rakyat Yogya­karta itu,’’ katanya.

Berikut kutipan selengkapnya:

Apa saja yang tidak sesuai de­ngan aspirasi Yogyakarta itu?

Misalnya menetapkan Guber­nur DIY melalui pemilihan lang­sung seperti daerah provinsi umumnya di Indonesia.  Ini yang dulu diprotes masyarakat Yogya­karta karena keistimewaan Yogya­karta sudah hilang dengan cara seperti itu.


Kalau RUU ini disahkan, apa­kah masyarakat Yogyakarta menolak dengan berdemo?

He-he-he, kita lihat saja nanti. Lihat dulu perkembangan pem­bahasannya.


Apakah pihak keraton me­nye­rahkan masalah RUU ini se­luruhnya kepada pemerin­tah?

Bukan menyerahkan kepada pemerintah. Kita harus melihat dulu pasal-pasal yang diajukan. Ini kan masih dibahas.


Bagaimana kalau pemerin­tah memasukkan pasal agar Gu­bernur DIY dipilih langsung?

Jika pemerintah menetapkan gu­bernur DIY melalui pemilihan lang­sung seperti daerah provinsi umumnya di Indonesia, maka ke­isti­mewaan Yogyakarta sudah hilang.

Tidak itu saja, tapi sejarah ke­istimewaan Yogyakarta dalam praktik politik berbangsa dan ber­negara akan hilang.

Keistimewaan Yogyakarta justru terletak pada Kesultanan dan Kadipaten yang secara oto­matis menjadi kepala daerah dan wakil kepala daerah.


Ada yang menilai sistem pe­netapan Gubernur DIY seperti sekarang merusak tatanan de­mo­krasi, komentar Anda?

Keistimewaan Yogyakarta ter­sebut tidak merusak tatanan de­mokrasi. Sebab demokrasi ti­dak saja dilihat dari satu sudut pan­dang. Legitimasi rakyat ke Sultan juga  bagian dari demo­krasi.

Selama ini demokrasi tetap ber­jalan baik di Yogyakarta. Sultan tetap mendapat kritikan dari DPRD dan terbuka untuk dikritik.


O ya, bagaimana mengatur tanah keraton yang digunakan publik?

Pengaturan penggunaan tanah keraton itu diatur dari sebelum ada­nya pemerintah Indonesia. Se­bab, itu masih ada hak-hak ulayat dan hak-hak keraton yang perlu di­hargai. Itu tidak akan bisa berubah. Walaupun nantinya pe­me­rintah akan mengatur segala macamnya. Tapi hal itu tidak semudah itu.


Kalau aspirasi masyarakat Yog­yakarta mengenai tanah ke­raton?

Kalau dari masyarakat sebetul­nya mereka tidak masalah, karena selama ini kan penggunaan tanah keraton yang dipakai masyarakat tidak dikenai pajak. [Harian Rakyat Merdeka]


Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA