WAWANCARA

Julian Aldrin Pasha: Menko Polhukam Tak Pernah Bilang Ada Yang Ingin Gulingkan SBY

Jumat, 09 Maret 2012, 09:06 WIB
Julian Aldrin Pasha: Menko Polhukam Tak Pernah Bilang Ada Yang Ingin Gulingkan SBY
Julian Aldrin Pasha

RMOL. Menko Polhukam Djoko Suyanto tidak pernah berbicara sudah mencium ada sekelompok orang ingin menggulingkan Presiden SBY bila harga BBM dinaikkan.

“Menurut keterangan Pak Djoko Suyanto kepada saya, be­liau mengaku tidak pernah menga­takan hal itu. Pak Djoko hanya mengatakan unjuk rasa turunkan SBY hampir tiap hari ada,’’ kata Juru Bicara Presiden, Julian Aldrin Pasha ke­pada Rakyat Merdeka, kemarin.

Seperti diketahui, Menko Pol­hukam Djoko Suyanto mengata­kan, ada gerakan-gerakan yang me­manfaatkan keputusan peme­rin­­tah menaikkan harga BBM bersubsidi pada April mendatang untuk menggulingkan Presiden. “Sudah mencium,” kata Djoko beberapa waktu lalu.

Julian Aldrin Pasha selanjutnya mengatakan, bila ada seke­lom­pok orang  menggulingkan peme­rintah yang sah, tentu ada kon­sekuensi hukum. Sebab, itu di­sebut makar. “Tapi saya tidak menyinggung nama ya,’’ katanya.

Berikut kutipan selengkapnya:

Apa tanggapan Presiden me­ngenai isu penggulingan kalau harga BBM jadi dinaikkan?

Kami tidak pernah mendengar isu tersebut.


Bagaimana tanggapan Presi­den terhadap demo bila harga BBM dinaikkan?

Apa yang disampaikan Bapak Presiden hari ini (Rabu, 7/3), ka­lau unjuk rasa atau aspirasi pe­demo terkait dengan aspirasi ke­naikan BBM itu merupakan hak bagi seluruh warga negara.

Tentu unjuk rasa dan protes-protes tertentu itu, Presiden pa­hami sebagai makna dari imple­mentasi demokrasi yang kita jalankan sekarang. Yang penting, segala bentuk protes dan unjuk rasa tersebut tidak berubah men­jadi anarkis  dan merusak.


Gonjang-ganjing rencana penggulingan ini apa membuat SBY gerah?

Presiden kan punya tugas yang luar biasa banyak. Pak SBY se­be­tulnya sangat mengerti tugas sebagai kepala pemerintahan. Tapi kalau terus berlangsung se­perti ini, bagaimana kita bisa fo­kus membangun negara. Jika pi­kiran terus terusik dengan pi­ki­ran-pikiran yang sebetulnya tidak perlu. Ini disesalkan. Tapi ba­gaia­mapun Presiden tidak terganggu. Beliau tetap fokus menjalankan tugas mandat rak­yat sebagai pre­siden dan ke­pala ne­gara dan pe­me­rin­tahan. Meski ada banyak isu di luar. Ya, seperti itulah demo­krasi kita.


Kalau unjuk rasa menjadi anar­kis, apa yang dilakukan?

Jelas mela­wan hu­kum dan tidak kons­­­titu­sio­nal. Makanya Pre­siden me­nyam­paikan jika aksi de­mo­­krasi dila­kukan melampaui kepatutan akan menyebabkan kerugian.

Kalau seandainya terjadi di luar kepatutan, Presiden telah meminta aparat keamanan dan penegak hukum yang memiliki otoritas jangan segan untuk bertindak tegas.


Bukankah cara seperti ini me­na­kut-na­kuti orang untuk unjuk rasa?

Kalau tidak anarkis, ya tidak apa-apa dilakukan unjuk rasa. Ini kan satu bentuk aspirasi yang dilakukan sebagian kelompok ma­syarakat untuk menyampaikan apa yang mereka inginkan dan pikirkan. Itu merupakan hak de­mokrasi. Setiap warga negara dipersilakan, sepanjang tidak me­lampaui kepatutan. Yang menjadi batasan di sini adalah kepa­tutannya.


Kalau demo meminta SBY tu­run, apa itu termasuk di luar ke­patutan?   

Begini, intinya kita tahu kalau anarkis itu sudah melampaui vandalisme, yaitu sesuatu di luar kepatutan. Kita kan punya tata karma, punya etika. Negara ini kan punya hukum dan aturan. Yang juga penting adalah budaya dan etika sebagai bangsa yang beragam dan memang memiliki penghormatan terhadap nilai-nilai sosial budaya dan agama. Kalau hal-hal seperti ini sudah tidak ada lagi dalam koridor nilai-nilai yang saya sebutkan tadi, maka itu yang dianggap di luar kepatutan.


Kalau demo damai, tapi me­nuntut SBY turun, itu bagai­mana?

Kalau hanya demo menyam­pai­kan aspirasi silakan. Kita juga ingin dengarkan aspirasi sebagian masyarakat itu, sesuatu yang bisa kita terima dan pahami yang ma­suk akal sebagai sebuah harapan.

Menko Pulhukam juga sudah menyatakan, silakan demo asal tidak anarkis.

Tapi kalau sebentar-sebentar  meminta menjatuhkan SBY, itu gimana.

Itu masuk nalar tidak. Rakyat bisa melihat kalau itu tidak ada kaitannya.


Bukankah ada kaitannya, ka­rena kenaikan harga BBM tentu menambah sulit masyara­kat?

Kita kembalikan lagi, unjuk rasa itu konteksnya apa. Sekarang tinggal Anda lihat, kita duduk bersama apa yang menjadi per­masalahan. Sekarang kita lihat konteksnya menuntut turun itu apa dan bagaimana.

Presiden itu kan dituntut turun ada aturannya. Presiden itu kan sebagai lembaga yang tegas taat asas dan juga mengikuti undang-undang dalam menjalankan ke­wenangan dan tugasnya.

Dalam undang-undang diatur presiden bisa diminta turun bila­mana melanggar beberapa hal. Apakah menaikan BBM itu ma­suk kesana atau tidak. Itu kan ada aturanya. Jika urusannya ti­dak jelas mengenai apa, kemu­dian menuntut yang seperti itu, kan nggak jelas. [Harian Rakyat Merdeka]


Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA