WAWANCARA

Jusuf Kalla: Heran Saja, Dari Mana Tahu Saya Nggak Mau Jadi Capres

Kamis, 08 Maret 2012, 08:56 WIB
Jusuf Kalla: Heran Saja, Dari Mana Tahu Saya Nggak Mau Jadi Capres
Jusuf Kalla

RMOL. Bekas Wakil Presiden Jusuf Kalla  tidak ambil pusing dengan pernyataan pengurus Partai Golkar bahwa dirinya tidak mau menjadi capres 2014.

”Terserah orang berpendapat apa saja. Saya hanya heran saja, dari mana tahu saya nggak mau jadi capres,’’ kata Jusuf Kalla (JK) kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Seperti diberitakan sebelum­nya, petinggi Partai Golkar tidak me­yakini, Jusuf Kalla akan maju menjadi capres 2014. “Pak JK per­nah bicara dengan beberapa teman di Partai Golkar bahwa beliau nggak ada rencana menjadi capres 2014,” kata Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Sharif Ci­cip Sutardjo.

JK selanjutnya menga­ta­kan, dirinya  tidak mau mencampuri ma­salah internal Partai Golkar meskipun dirinya pernah menjadi Ketua Umum Partai Golkar.

“Sekarang saya bukan pengu­rus lagi. Saat ini tergantung dari ke­bijakan Partai Golkar soal ca­pres,” paparnya.

Berikut kutipan selengkapnya;

Apa Partai Golkar takut An­da menjadi Capres 2014?

Saya tidak tahu. Lebih baik tanyakan langsung saja ke pe­ngurus Partai Golkar. Saya tidak mau mencampuri masalah inter­nal Partai Golkar.

 

Bukankah Anda sering ber­te­mu Aburizal Bakrie?

Sebagai kawan, saya sering ber­bicara dengan beliau. Tapi bukan soal capres. Yang kita bicarakan soal kemajuan Partai Golkar, mengenai HAM, dan ekonomi bangsa ini. Itu saja.

      

Apa mungkin Partai Golkar mencalonkan Anda?

Saya tidak tahu. Saya rasa tidak perlu berandai-andai. Karena hal itu menyangkut internal Partai Golkar. Maka pengurus yang harus  menjelaskannya.

Tetapi yang saya tahu dan se­ring saya baca, capres dari Golkar ini berdasarkan hasil survei. Kita tunggu saja.

Saya percaya dengan komit­men Partai Golkar bahwa capres  akan diatur internal  berdasarkan hasil survei.


Apakah sudah ada pen­de­katan yang dilakukan PPP ter­hadap Anda?

Belum ada. Saya kira belum wak­tunya saat ini. Kan parpol lagi pada sibuk mengurus pilkada dan lainnya.

      

Masyarakat masih banyak  menginginkan Anda maju jadi capres lagi, tanggapannya?

Saya berterima kasih atas do­rongan masyarakat. Tapi kita lihat nanti saja. Dorongan dan ke­per­cayaan masyarakat ini sangat saya hargai. Tapi menjadi capres itu harus memenuhi  beberapa syarat.

      

 Tapi Anda siap maju kan?

 Kita lihat perkembangannya saja. Bukan soal siap atau tidak sia­p. Tapi kalau masyarakat me­minta, ya tentunya kita ikuti ma­sya­rakat saja. Sebab, masyarakat yang menentukan.

Jika masyarakat meminta, ten­tu saya harus siap. Sebab, ini demi untuk kebaikan negara. Se­lama bermanfaat bagi bangsa, harus siap apa saja. Begitu juga be­kerja untuk Palang Merah In­donesia (PMI), saya jalankan saja. PMI itu soal keikhlasan dan pengabdian. Tidak ada urusannya dengan pemilu atau politik.

      

Mengenai usia tidak menjadi halangan ?

Secara formal ada di UUD 1945  mengenai pemilihan presi­­den yakni minimum usia 35 tahun. Berapa pun usianya kalau di atas 35 tahun, boleh-boleh saja, asal masih sehat.

Syarat paling utama itu ke­mam­puan sebagai presiden, bukanlah mengenai usia. Banyak yang muda tapi kurang mampu. Banyak yang tua kurang mampu juga.   Presiden hanya satu, sehingga ja­ngan dicoba-coba.

     

Maksudnya?

Kalau menteri itu salah atau keliru bisa diganti. Sedangkan ka­lau presiden itu salah pilih, maka selama lima tahun menjadi ma­salah. Maka dibutuhkan yang betul-betul mampu memimpin dan berkualitas.

      

Saat ini sudah banyak ber­munculan nama-nama menjadi capres, komentar Anda?

Itu sah-sah saja. Semua partai yang memenuhi syarat porsi hing­ga 20 persen bisa men­ca­lonkan. Siapa saja boleh men­ca­lonkan. Tapi kalau partainya ke­cil, susah juga kan jika tanpa ker­ja sama. Makanya masih ba­nyak ma­salah di negara ini.

      

Anda siap menyelesaikan ma­salah-masalah itu?

Dibutuhkan kemampuan pre­siden untuk menyelesaikan ma­salah itu. Makanya Calon pre­siden itu sebaiknya dilihat  track record-nya. Bukan hanya janji-janji saja. Tapi tidak dilak­sa­na­kan.

Semua orang bisa membuat janji. Seribu janji pun bisa. Tapi bagai­mana melaksanakannya. Makanya ke­mampuan presiden  yang paling utama untuk me­nyelesaikan banyak masalah ter­sebut. [Harian Rakyat Merdeka]


Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA