WAWANCARA

Tumpak Hatorangan Panggabean: Disetujuinya Gedung Baru KPK Nggak Dibarter Kasus Di DPR

Jumat, 02 Maret 2012, 09:27 WIB
Tumpak Hatorangan Panggabean: Disetujuinya Gedung Baru KPK Nggak Dibarter Kasus Di DPR
Tumpak Hatorangan Panggabean

RMOL. Pimpinan KPK diyakini tidak akan membarter sejumlah kasus korupsi di DPR dengan pembangunan gedung baru lembaga yang dikomandoi Abraham Samad itu.

“Saya yakin pimpinan KPK punya kredibilitas yang cukup tinggi. Tidak akan membarter kasus-kasus di DPR agar gedung KPK dibangun,’’ kata bekas Plt (pelaksana tugas) Ketua KPK, Tumpak Hatorangan Pangga­bean, kepada Rakyat Merdeka, kemarin.  

Seperti diketahui,  Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas menga­ta­kan, kapasitas gedung KPK saat ini tidak memadai untuk menam­pung pegawai sekitar 700 orang. Apalagi ada keinginan menam­bah pegawai 400 orang demi mem­percepat penanganan kasus korupsi.

“Terjadi kebingungan pada kami karena gedung KPK sudah sama sekali tidak memadai,” kata Busyro saat rapat dengar penda­pat denan Komisi III DPR, Senin (27/2).

Menanggapi hal itu, saat rapat Komisi III DPR dengan KPK, ke­marin, menyetujui pembangunan gedung baru KPK itu.

“Komisi III DPR menyetujui untuk membuka blokir tanda bin­tang tahun anggaran 2012 untuk pembangunan gedung KPK,” kata Ketua Komisi III DPR Benny K Harman.

Tumpak Hatorangan Pangga­bean selanjutnya mengatakan, per­mintaan pimpinan KPK untuk gedung baru, itu sangat wajar. Sebab, gedung yang ada sekarang ini memang tidak memadai.

“Gedung sekarang ini tidak menampung lagi pegawai KPK yang  semakin bertambah ba­nyak. Saya kira wajar bila DPR menyetujuinya. Ini demi pem­beran­tasan korupsi,’’ paparnya.

Berikut kutipan selengkapnya:


Apa tidak dikhawatirkan KPK enggan membongkar ka­sus korupsi di DPR?

Saya rasa tidak ya. KPK me­ngajukan anggaran itu sesuai dengan yang dibutuhkan. Kenapa harus  dikhawatirkan. Tidak akan ada lobi-lobi. Itu kan uang dari APBN melalui persetujuan DPR. KPK mengajukan anggarannya sesuai kebutuhan saja. Pem­ba­ngunan gedung itu memang suatu kebutuhan.


Bukankah di lembaga legis­la­tif itu banyak kasus korupsi?

Begini ya. Dengan pengajuan pembangunan gedung itu tidak ada kaitannya dengan penyelidi­kan yang dilakukan KPK terha­dap kasus-kasus korupsi di DPR. Saya kira penanganan kasus ko­rupsi itu terus berjalan. Tidak akan ada lobi-lobi yang dilakukan KPK.

Apakah gedung baru terse­but perlu dilengkapi ruang ta­ha­nan?

Sebenarnya saat saya masih di KPK dulu, saya pernah merenca­na­kan gedung untuk ruang taha­nan. Tapi pada waktu itu belum disetujui.

Ruang tahanan KPK ini sifat­nya sementara saja. Saya pikir sah-sah saja sepanjang ruang ta­hanan tersebut sudah disetujui Kemenkumham. Ruang tahanan itu tetap di bawah pengawasan lembaga rumah tahanan atau Lembaga Pemasyarakatan.


Kenapa dulu belum disetu­jui?

Tentu banyak faktor. Dulu kita memang mengajukan gedung KPK dan  gedung untuk tahanan. Tapi belum disetujui. Sebab, saat itu ada  yang menilai bahwa KPK bisa menempatkan tahanannya di rumah tahanan (Rutan) yang ada.

Namun, dengan banyaknya ke­giatan di KPK, tentu akan kerepo­tan bila tersangka ditahan di Ru­tan. Jika ada ruanga tahanan, KPK tidak perlu menjemput dan mengantar tersangka ke Rutan.


O ya, DPR meminta penyidik KPK diganti karena dinilai ada yang sudah terlalu lama, ko­men­tar Anda?

Sesuai dengan aturan, penyidik KPK paling lama menjabat dua periode. Satu periode empat ta­hun. Ini artinya, paling lama de­la­pan tahun. Aturannya seperti itu.

    

Bagaimana kriteria penyidik KPK?

Tentunya orang yang memiliki integritas yang tinggi. Memiliki komitmen yang sama dengan pimpinan KPK untuk melakukan pemberantasan korupsi.

Selain itu, orangnya harus ber­kualitas. Selama ini kita mene­rima penyidik dari kepolisian dan kejaksaan. Tepi sebelum masuk di KPK, semuanya dites dulu. Banyak juga yang tidak lulus.


Kenapa KPK mengandalkan penyidik dari kejaksaan dan ke­polisian, kenapa tidak dire­krut saja?

Sesuai dengan ketentuannya bahwa penyidik KPK memang berasal dari kepolisian dan ke­jaksaan. Tetapi saya pikir, KPK memerlukan penyidik sendiri, tidak perlu lagi meminta dari unsur kepolisian atau kejaksaan.


Kenapa tidak di­coba mere­krut dari luar ke­­­po­lisian dan ke­­jaksaan?

Bisa saja KPK itu men­coba untuk me­rubah atu­ran­­nya, se­hingga KPK bisa me­ng­angkat penyidik sendiri di luar kepoli­sian maupun ke­jaksaan.

   

Bagaimana dengan pe­nun­­tutan­nya?

Kalau pe­nuntu­tan, itu me­mang ha­rus dari kejak­saan. Pe­nyi­dik itu kan berbeda de­ngan penun­tut umum yang me­mang harus berasal dari ke­jak­saan.

Berdasarkan ketentuan hanya jaksa yang boleh melimpahkan perkara ke pengadilan. Memang di KPK itu perlu ada jaksa, tapi sebagai penuntut umum. Kalau penyidik, sayakira sudah saatnya tidak perlu dari kepolisian atau kejaksaan.

Kpk bisa memilih penyidik sendiri dengan melatih terlebih dulu. Kemudian disekolahkan. Setelah itu dilantik dan diangkat jadi penyidik KPK. Itu bisa saja kan, tapi aturannya dirubah dulu.

Sebab, masalah ini memang ma­sih pro kontra. Ada yang me­nilai bisa dilakukan. Tapi ada juga yang menilai tidak boleh dilaku­kan karena kententuannya me­nye­butkan bahwa penyidik KPK harus dari kepolisian dan ke­jaksaan.


Merubah ketentuan itu mem­butuhkan waktu, apa tidak ada langkah cepat?

Bisa juga diminta fatwa ke Mahkamah Agung untuk me­nafsirkan Undang-Undang KPK tersebut. Apakah penyidik itu harus berasal dari kepolisian mau­pun kejaksaan atau apakah tidak bisa dipilih langsung dari KPK. [Harian Rakyat Merdeka]


Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA