RMOL. Kementerian Dalam Negeri memastikan belum bisa menerbitkan surat keputusan pengaktifkan kembali terhadap Wali Kota Bekasi, Mochtar Mohamad sebelum adanya putusan hukum berkekuatan tetap.
“Kan belum ada keputusan tetap, nggak bisa diaktifkan,†kata Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi, kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.
Seperti diketahui, Mochtar Mohamad meminta Mendagri mengaktifkan dirinya kembali menjadi Wali Kota Bekasi.
“Dalam Undang-undang apaÂbila vonis itu bebas, dalam jangka waktu satu hingga 30 hari, jabaÂtan seseorang itu harus diberikan kembali kepadanya, harus diÂaktifkan lagi,†kata Mochtar.
Permintaa Mochtar tersebut menyusul atas vonis bebas yang diberikan Majelis Hakim PengaÂdilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung kepada Mochtar Mohamad.
Gamawan Fauzi selanjutnya mengatakan, pihaknya meÂnuÂnggu proses hukumnya saÂmapai selesai. Kasus yang diaÂlami Mochtar Mohamad tak jauh berÂbeda dengan yang dialami GuÂbernur Bengkulu Agusrin M Najamudin.
“Pak Agusrin waktu itu meÂnunggu keputusan tetap dan usuÂlan dari DPRD setelah keluar vonis. DPRD akan mengusulkan ke Kemendagri. Kemudian KeÂmendagri akan mengusulkan keÂpada Presiden,†paparnya.
Berikut kutipan selengkapnya:
Ya, sampai seÂlesainya. Nggak tahu kita. Tunggu saja. Pak AgusÂrin juga dulu dibebasÂkan oleh pengadiÂlan tapi kemudian jaksa melakuÂkan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). KepuÂtusan finalnya, MA memvonis beliau empat tahun.
Kalau dinyatakan bebas oleh MA?
Kalau sudah ada vonis hukum berkekuatan hukum tetap, maka dalam jangka waktu satu hingga 30 hari akan diaktifkan lagi. Tetapi kalau belum ada keputusan hukum tetap, nggak bisa kan diaktifkan.
Mochtar bilang Gubernur Jawa Barat telah mengeluarÂkan Surat Keputusan (SK) PengÂaktifan kembali dirinya, komenÂtar Anda?
Nggak ada itu. Kami saja belum menerima surat itu kok.
Yang mengaktifkan kembali itu Menteri Dalam Negeri. Sebab, yang menonaktifkan itu kan Menteri Dalam Negeri, bukan Gubernur.
O ya, terkait deÂngan Front PemÂbela Islam (FPI), baÂgaiÂmana sikap Kemendagri?
Sekarang kita seÂdang mengeÂvaluasi mengenai Organisasi Masyarakat (Ormas) ini. Pada dasarnya organisasi kemasyaÂraÂkatan ini berdaÂsarÂkan penjabaran dari amant Undang-UnÂdang Dasar bahwa setiap warga negara dijamin hakÂnya untuk bersikap, berÂkumpul, dan mengeÂluarkan pendapat.
Tapi keberadaannya itu juga harus dilihat dari aspek berneÂgara sebagai suatu yang konsÂtruktif, membangun kepentingan bangsa. Mestinya ormas ini memÂbantu semuanya untuk menÂsejahteÂrakan rakyat IndoÂnesia.
Jangan justru ormas ini meÂnimbulkan masalah-masalah baru yang mengambil peran lembaga-lemÂbaga baru seÂperti meÂrazia temÂpat hiÂburan, sweeÂping apalagi memakÂsakan keÂhenÂdak agar seÂmuanya meÂngikuti keÂmauanÂnya. Itu tidak diÂboÂlehÂkan.
Apakah KeÂÂmendagri haÂnya meÂlakuÂkan evaluasi?
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1985 tentang Ormas bahwa keÂbebasan itu diÂjamin. Tapi jangan sampai meÂlanggar rambu-rambu dalam hidup bernegara yang sudah ada.
Khusus ormas-ormas yang sering melakukan kegiatan yang meÂnimbulkan masalah, kita mengevaluasinya. Sekarang seÂdang dilakukan evaluasi.
Saya belum mengatakan akan dibubarkan tetapi kita sedang mengevaluasi. Kalau memang telah memenuhi syarat untuk diÂbubarkan, ya bisa saja. Jika melaÂkukan tindak kekerasan maka akan dilakukan teguran keras, keÂmudian teguran keras lagi.
Jika masih melakukan kekeraÂsan, baru pembekuan organisasi. Setelah itu bisa dilakukan pembuÂbaran jika masih melakukan hal yang anarkisme.
Kita sudah pernah melakukan teguran sekali kepada FPI saat kejadian di Monas.
Makanya saat ini sedang daÂlam kajian. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.