RMOL. Antasari Azhar mengajukan tiga bukti baru dan 48 kekhilafan hakim sebagai dasar untuk pengajuan Peninjauan Kembali (PK) atas kasus pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran (PRB) Nasrudin Zulkarnaen.
Tapi itu tidak cukup untuk meÂmenangkan bekas Ketua KPK tersebut. Antasari tetap dihukum 18 tahun penjara.
Menanggapi hal itu, Wakil ketua Komisi Yudisial (KY) Imam Anshari Saleh berharap agar putusan itu murni atas dasar pertimbangan hukum.
“Semoga putusan tersebut tidak ada intervensi dari pihak-pihak tertentu,†ujar Imam AnÂshari Saleh, kepada Rakyat Merdeka, Senin (13/2).
Seperti diketahui, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memÂvonis Antasari 18 tahun penjara karena terbukti terlibat dalam pembuÂnuhan Nasrudin ZulkarÂnaen.
Di tingkat banding, PeÂngadilan Tinggi DKI JaÂkarta memÂperkuat hukuÂman yang diÂjatuhkan PeÂngaÂdilan Negeri Jakarta Selatan.
Mahkamah Agung juga menoÂlak permohonan kasasi yang diajukan Antasari. Begitu juga pengajuan PK ditolak MA. Yang menangani perkara ini adalah Harifin Tumpa, Joko Sarwoko, Komariah Sapardjaya, Imron Anwari, dan Hatta Ali.
Imam Anshari Saleh selanjutÂnya mengatakan, pihaknya suÂdah menduga PK Antasari baÂkal ditoÂlak MA. Sebab, ini sejaÂlan deÂngan penolakan MA terÂhaÂdap rekomendasi KY tentang sanksi terhadap hakim PengaÂdilan NeÂgeri Jakarta Selatan yang menjaÂtuhkan hukuman penjara 18 tahun penjara kepada Antasari.
“Kami tidak terkejut dengan putusan itu, namun kami tetap menghormati putusan hakim,†kata bekas politisi PKB itu.
Berikut kutipan selengkapnya:
Apa KY tidak menduga ada yang intervensi kasus ini?
Itu perlu ditelusuri. Yang jelas poin-poin yang mengkritisi haÂkim agar profesional, sudah dicabut.
Saya menduga ini dalam satu rangkaian. Tapi mudah-mudahan tidak. Sebab, banyak yang menÂcuriÂgai setelah pencabutan itu, kemudian PK diputus. Bagi KY, kasus di Pengadilan Negeri JaÂkarta Selatan itu termasuk dalam pelanggaran etika.
Anda menduga penolakan PK ini melanggar etika hakim?
Putusan itu kan menguatkan putusan sebelumnya, baik di tingkat Pengadilan Negeri mauÂpun Pengadilan Tinggi. Saya tidak menyebut putusan PK itu melanggar etika atau tidak, yang kami periksa kan di tingÂkat PN.
Anda melihat penolakan PK ini berbau politik?
Kita harus berprasangka baik, mudah-mudahan murni karena pertimbangan hukum bukan karena pengaruh atau intervensi dari luar.
Kalau segala kemungkinan bisa saja terjadi. Tapi saya tidak bisa bilang ya atau tidak. Sebab, belum ada bukti dan indikasi yang kuat. Mungkin dalam perÂjalanan akan kelihatan kalau indikasi itu muncul. Karena Pak Antasari tidak akan diam bila beliau merasa dizholimi.
Bagaimana dengan bukti baru yang diajukan Antasari?
Itu kan internal MA yang tahu. MA selalu berlindung di balik kebebasan hakim. Makanya haraÂpan kami agar putusan itu bukan putusan suka-suka hakim. Jangan sampai kesannya semau hakim. harus benar-benar berdasarkan fakta hukum.
Bagaimana pembatalkan SuÂrat Keputusan Bersama (SKB) tentang Kode Etik dan PedoÂman Prilaku Hakim MA?
Mudah-mudahan itu bukan sikap resmi MA, hanya sikap maÂjelis hakim, walaupun itu mengiÂkat juga. Sebab, kita belum tahu apakah ada upaya hukum lain setelah dicabut. Walaupun kami menyesalkan karena SKB itu dirancang berdua antara KY dan MA. Kami sudah menggoÂdok kode etik dan pedoman periÂlaku haÂkim antara KY dan MA, kemuÂdian diputus di tengah jalan seÂperti ini. Mudah-mudahan kami, KY dan MA bisa memÂperbaiki.
KY merasa diabaikan?
KY merasa adanya penguraÂngan kewenangan dengan dua poin yang dibatalkan itu. Saya mengharapkan itikad baik MA dan KY untuk benar-benar memÂberikan pengawasan yang makÂsimal.
Pengawasan hakim semakin lemah dong?
Kita bicarakan dulu di internal KY dan diskusi dengan MA, bagaimana niat yang ada di SKB itu. Apabila pengawasan lemah, MA sendiri yang rugi. Sebab, banyak hakim-hakim yang meÂlakukan pelanggaran dan tidak terjangkau oleh SKB yang diÂamputasi itu. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: