RMOL. Hatta Ali mengaku memiliki firasat sebelum terpilih menjadi Ketua Mahkamah Agung (MA).
“Hati saya tenang, lapang, tulus, dan tidak ada beban. Beda saja rasanya. Hati saya tulus dan paÂsrah, serta lebih banyak ingat Tuhan,†kata Hatta Ali kepada Rakyat Merdeka, Sabtu (11/2).
Seperti diberitakan, Rabu (8/2), Hatta Ali terpilih sebagai Ketua MA setelah mengungguli kandiÂdat lainnya dengan angka mutlak, sehingga pemilihannya satu putaran saja.
Hatta Ali mendapat 28 suara, Abdul Kadir Mapong 4 suara, Mohammad Saleh 3 suara, dan Paulus Lotulung 1 suara. Ada 3 suara tidak sah.
Hatta Ali selanjutnya mengÂungÂkapkan, firasat yang terjadi itu dianggapnya akan datang seÂsuatu hal yang baik. “Ini adalah anugerah dari Tuhan kepada saya. Semua terjadi atas kehendak Tuhan,†ujarnya.
Berikut kutipan selengkapnya:
Ya. Keluarga dekat, keluarga jauh, dan teman saya, mereka mimpi melihat saya di atas. Mereka menceritakan kepada saya, mungkin itu firasat yang mereka alami bahwa saya akan menjadi Ketua MA.
Perasaan Anda ketika terpiÂlih menjadi Ketua MA?
Tentu senang. Saya sujud syuÂkur, karena amanah ini dari TuÂhan. Sebab, Tuhan yang mengÂgerakkan kawan-kawan saya, sehingga mereka simpati dan menetapkan pilihannya pada diri saya. Pilihan mereka pengaruh dari Tuhan. Saya benar-benar mensyukuri, karena ini semua kehendak-Nya.
Anda sempat menangis keÂtika dinyatakan terpilih, kenapa?
Itu luapan perasaan saya. SeÂbab, selama ini saya tidak pernah bermimpi dan berpikir menjadi Ketua MA. Terus terang saja, saya ini kan saat muda sering boÂlos sekolah, seperti anak muda biasaÂnya, ha-ha-ha. Makanya saya kaget, apakah benar saya terÂpilih jadi Ketua MA.
Ternyata benar kan, apa yang Anda lakukan setelah mendaÂpat amanah ini?
Jabatan Ketua MA adalah suatu amanah yang dipercayakan keÂpada saya. Tentu saya harus beruÂsaha menjalankan amanah deÂngan baik demi institusi MahkaÂmah Agung.
Saya menyiapkan jiwa dan raga untuk benar-benar mengabdi bagi institusi. Masalah pribadi akan saya kesampingkan demi tujuan yang baik bagi MA.
Apa sudah mempersiapkan konsep ke depan?
Saya berusaha untuk melakuÂkan yang terbaik walaupun penuh dengan keterbatasan kemamÂpuan.
Kabarnya Anda akan memÂbeÂriÂkan hukuman berat bagi koÂruptor?
Saya berkomitmen, koruptor itu musuh bersama. Tapi bukan dengan cara kita menghukumnya secara emosi. Semua harus diÂkemÂbalikan pada kadar kesalaÂhanÂnya. Tingkat korupsi harus diÂsepadankan pada hukuman yang akan dijatuhkan.
Jangan pula tidak memberikan efek jera. Semuanya dikembaliÂkan pada fakta. Kalau terÂbukti harus dihukum. Kalau tidak terÂbukti harus diÂbeÂbasÂkan. Harus diseÂsuaiÂkan dengan prinÂsip keadilan.
Apakah sistem kamar tetap diÂberÂlaÂkuÂkan?
Saya melihat sistem ini sudah efekÂtif. Jalankan saja dulu. Nanti akan kelihatan hasilnya. Saya melihat sistem itu sangat memÂbantu dalam hal adanya kesatuan hukum dari Mahkamah Agung. Sebab, ditangani oleh kamar yang sama. Kalau berbeda maka penÂdapat hukumnya bisa berbeda.
Ini program yang baik. Apabila diukur secara rasio, sistem ini bisa membuat para hakim lebih profesional. Hakim akan menyiÂdangkan perkara tertentu. Itu akan lebih mengasah ilmu pengeÂtahuannya di bidang tersebut.
Bukannya sistem itu menamÂbah penumpukkan perkara?
Untuk menghindari penumÂpukÂkan perkara, itu tergantung dari rekrutmen hakim agung yang dilakukan Komisi Yudisial dan DPR. Ketika mereka menyeleksi hakim agung, bisa menyesuaikan dengan kebutuhan kamar dengan melihat data-data perkara di MA. Nanti kan bisa dilihat, apakah dengan jumlah hakim sekian di kamar A sudah memadai atau belum. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: