WAWANCARA

Hatta Ali: Kaget Terpilih Menjadi Ketua MA Karena Saat Sekolah Sering Bolos

Senin, 13 Februari 2012, 10:13 WIB
Hatta Ali: Kaget Terpilih Menjadi Ketua MA Karena Saat Sekolah Sering Bolos
Hatta Ali

RMOL. Hatta Ali mengaku memiliki firasat sebelum terpilih menjadi Ketua Mahkamah Agung (MA).

“Hati saya tenang, lapang, tulus, dan tidak ada beban. Beda saja rasanya. Hati saya tulus dan pa­srah, serta lebih banyak ingat Tuhan,” kata Hatta Ali kepada Rakyat Merdeka, Sabtu (11/2).

Seperti diberitakan, Rabu (8/2),  Hatta Ali terpilih sebagai Ketua MA setelah mengungguli kandi­dat lainnya dengan angka mutlak, sehingga pemilihannya satu putaran saja.

Hatta Ali mendapat 28 suara, Abdul Kadir Mapong 4 suara, Mohammad Saleh 3 suara, dan Paulus Lotulung 1 suara. Ada 3 suara tidak sah.

Hatta Ali selanjutnya meng­ung­kapkan, firasat yang terjadi itu dianggapnya akan datang se­suatu hal yang baik. “Ini adalah anugerah dari Tuhan kepada saya. Semua terjadi atas kehendak Tuhan,” ujarnya.

Berikut kutipan selengkapnya:

Apa keluarga memiliki fira­sat yang sama?

Ya. Keluarga dekat, keluarga jauh, dan teman saya, mereka mimpi melihat saya di atas. Mereka menceritakan kepada saya, mungkin itu firasat yang mereka alami bahwa saya akan menjadi Ketua MA.


Perasaan Anda ketika terpi­lih menjadi Ketua MA?

Tentu senang. Saya sujud syu­kur, karena amanah ini dari Tu­han. Sebab, Tuhan yang meng­gerakkan kawan-kawan saya, sehingga mereka simpati dan menetapkan pilihannya pada diri saya. Pilihan mereka pengaruh dari Tuhan. Saya benar-benar mensyukuri, karena ini semua kehendak-Nya.


Anda sempat menangis ke­tika dinyatakan terpilih, kenapa?

Itu luapan perasaan saya. Se­bab,  selama ini saya tidak pernah bermimpi dan berpikir menjadi Ketua MA. Terus terang saja, saya ini kan saat muda sering bo­los sekolah, seperti anak muda biasa­nya, ha-ha-ha. Makanya  saya kaget, apakah benar saya ter­pilih jadi Ketua MA.


Ternyata benar kan, apa yang Anda lakukan setelah menda­pat amanah ini?

Jabatan Ketua MA adalah suatu amanah yang dipercayakan ke­pada saya. Tentu saya harus beru­saha menjalankan amanah de­ngan baik demi institusi Mahka­mah Agung.

Saya menyiapkan jiwa dan raga untuk benar-benar mengabdi bagi institusi. Masalah pribadi akan saya kesampingkan demi tujuan yang baik bagi MA.


Apa sudah mempersiapkan konsep ke depan?

Saya berusaha untuk melaku­kan yang terbaik walaupun penuh dengan keterbatasan kemam­puan.


Kabarnya Anda akan mem­be­ri­kan hukuman berat bagi ko­ruptor?

Saya berkomitmen, koruptor itu musuh bersama. Tapi bukan dengan cara kita menghukumnya secara emosi. Semua harus di­kem­balikan pada kadar kesala­han­nya. Tingkat korupsi harus di­sepadankan pada hukuman yang akan dijatuhkan.

Jangan pula tidak memberikan efek jera. Semuanya dikembali­kan pada fakta. Kalau ter­bukti harus dihukum. Kalau tidak ter­bukti harus di­be­bas­kan. Harus dise­suai­kan dengan prin­sip keadilan.


Apakah sistem kamar  tetap di­ber­la­ku­kan?

Saya melihat sistem ini sudah efek­tif. Jalankan saja dulu. Nanti akan kelihatan hasilnya. Saya melihat sistem itu sangat mem­bantu dalam hal adanya kesatuan hukum dari Mahkamah Agung. Sebab, ditangani oleh kamar yang sama. Kalau berbeda maka pen­dapat hukumnya bisa berbeda.


Sistem ini cukup efektif?

Ini program yang baik. Apabila diukur secara rasio, sistem ini bisa membuat para hakim lebih profesional. Hakim akan menyi­dangkan perkara tertentu. Itu akan lebih mengasah ilmu penge­tahuannya di bidang tersebut.


Bukannya sistem itu menam­bah penumpukkan perkara?

Untuk menghindari penum­puk­kan perkara, itu tergantung dari rekrutmen hakim agung yang dilakukan Komisi Yudisial dan DPR. Ketika mereka menyeleksi hakim agung, bisa menyesuaikan dengan kebutuhan kamar dengan  melihat data-data perkara  di MA. Nanti kan bisa dilihat, apakah dengan jumlah hakim sekian di kamar A sudah memadai atau belum. [Harian Rakyat Merdeka]


Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA