“Masalah pangan ini sangat kompleks dan luas. Kalau hanya mengandalkan Kementerian Pertanian, sulit maksimal,†kata Wakil Ketua Komisi IV DPR, E Herman Khaeron di Jakarta, kemarin.
Karena itu, katanya, DPR terus mendorong pemerintah segera membentuk badan otoritas paÂngan. Seberapa urgent-kah badan itu untuk mencapai kedaulatan dan kemandirian pangan, berikut wawancara lengkap Rakyat Merdeka dengan E Herman KhaeÂron yang juga Ketua DeÂpartemen Pertanian DPP Partai Demokrat.
Anda mengusulkan agar IndoÂÂnesia punya badan otoritas paÂngan. Alasannya apa?
Indonesia itu adalah negara yang sangat luas. Jumlah penduÂduknya juga sangat banyak, menÂcapai 237 juta jiwa. Kondisi ini tentu membuat kebutuhan paÂngan Indonesia sangat banyak juga. Nah, untuk pemenuhan itu, diÂbutuhkan badan khusus untuk mengurusi pangan. Badan ini haÂrus tersendiri, agar kerjanya bisa fokus, sehingga bisa meÂmastiÂkan pemenuhan pangan nasional.
Seperti apa badan ini, apa seÂlevel dengan kementeÂrian atauÂkah berada di bawahnya?
Badan ini merupakan lembaga pemerintah. Badan ini berada langÂsung di bawah presiden dan bertanggung jawab langsung ke presiden. Jadi, setingkat dengan kementerian.
Lalu, tugas badan ini seperti apa?
Tugasnya membuat regulasi dan sebagai operator khusus di bidang pangan.
Apa tidak akan overlap deÂngan Kementerian Pertanian?
Kerjanya tidak akan berbentuÂran dengan Kementerian PertaÂnian. Sebab, lembaga ini hanya mengawasi dan jadi pelaksana soal pangan.
Dengan badan ini, diharapkan Indonesia tidak lagi tergantung dengan impor dalam memenuhi kebutuhan pangan. Semua kebuÂtuhan pangan sudah bisa terpeÂnuhi oleh petani dalam negeri
Bukankah untuk penyediaan pangan ada Bulog?
Saat ini, Bulog hanya berbenÂtuk Perum (perusahaan umum). Tidak akan efektif, sebab tidak bisa membuat kebijakan untuk pengembangan pangan nasional dan mencapai swasembada pangan.
Apa yang dilakukan DPR untuk mendorong badan otoÂritas pangan?
Saat ini, kita (DPR) sedang menggodok RUU Pangan yang merupakan perubahan Undang-undang Nomor 7 tahun 1996. RUU ini inisiatif DPR. RUU ini sangat penting dalam melandasi ketahanan pangan kita. Saat ini, kita sedang melakukan pembaÂhasan tingkat I secara intensif antara Komisi IV dengan pemeÂrinÂtah. Dalam pembahasannya, kita tidak hanya melibatkan KeÂmenterian Pertanian, tapi juga Kementerian Perdagangan, KeÂmenterian Perindustrian, KemenÂkumham, dan Kementrian Dalam Negeri.
Seberapa penting RUU terÂsebut?
Sedikitnya ada enam substansi penting yang jadi pembahasan dalam RUU itu. Pertama, perubaÂhan paradigma pembangunan paÂngan ke arah kedaulatan pangan dan kemandirian pangan. Kedua, menurunkan konsumsi beras sebagai pangan pokok melalui diversifikasi pangan lokal dan menghargai kearifan pangan lokal. Ketiga, dibentuknya badan otoritas pangan.
Keempat, pengaturan bukan saja untuk pangan konsumsi, tapi juga bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan proses penaÂngananya. KeÂlima, pengaÂturan cadangan pangan nasional. Keenam, semangat disenÂtralisasi dan pendeÂlegasian keweÂnaÂngan kepada daerah.
Khusus untuk badan otoritas pangan, bagaimana pembahaÂsanÂnya?
Dalam draf sementara, badan otoritas pangan diatur dalam Bab X. Dalam pasal 113 undang-undang juga ditegaskan bahwa dalam rangka menyelenggarakan kedaulatan pangan, kemandirian pangan, ketahanan pangan, dan keamanan pangan, pemerintah harus membentuk badan otoritas pangan. Dalam Bab XV tentang ketentuan peralihan pasal 142, badan otoritas pangan itu terbenÂtuk paling lambat dua tahun seÂtelah diundangkan.
Sampai sejauh mana pembaÂhaÂsannya?
Tentunya RUU ini terus dibaÂhas. Kita masih terus melakukan public hearing dengan masyaraÂkat. kita juga melakukan jaring pendapat di tiga universitas yaitu Institut Pertanian Bogor, UniverÂsitas Gadjah Mada, dan UniverÂsitas Sumatera Utara. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: