WAWANCARA

Benjamin Mangkoedilaga: Nggak Usah Jadi Ketua MA Kalau Terpilih Pakai Uang

Rabu, 08 Februari 2012, 09:25 WIB
Benjamin Mangkoedilaga: Nggak Usah Jadi Ketua MA Kalau Terpilih Pakai Uang
Benjamin Mangkoedilaga

RMOL. Kalau tidak ada aral melintang, Rabu ini (8/2) sebanyak 54 hakim agung memilih Ketua Mahkamah Agung. Yang dipilih salah satu di antara mereka. Sebab, sesuai ketentuan semuanya punya hak memilih dan dipilih.

Yang disesalkan, kenapa ada isu politik uang merebak men­jelang pemilihan tersebut. Dika­barkan untuk satu suara mulai dari Rp 1 miliar sampai Rp 5 mi­liar. Isu semacam itu sangat mem­prihatinkan. Ini bisa mengotori proses pemilihan orang nomor satu di lembaga judikatif itu.

Begitu disampaikan bekas hakim agung, Benjamin Mang­koedilaga kepada Rakyat Mer­deka, di Jakarta, kemarin.

“Sangat disayangkan meski­pun adanya isu politik uang itu be­lum terbukti. Tapi kabar terse­but bisa mengganggu proses pe­milihan ketua MA. Makanya harus berprinsip, nggak usah jadi Ketua MA kalau terpilih pakai uang,’’ katanya.

Sebelumnya Ketua Muda Pi­dana Khusus MA Djoko Sarwoko membenarkan adanya isu terse­but. Namun hingga kini tidak mengetahui kebenarannya. Tapi perlu diwaspadai adanya hal itu.

Benjamin Mangkoedilaga se­lanjutnya mengatakan, kredibi­litas pemilihan ketua MA perlu dijaga. Sebab, ini menyangkut masa depan hukum di negara ini.

“Ibaratnya tidak akan ada asap kalau tidak ada api. Walaupun tidak bisa dibuktikan kebenaran­nya, namun sudah mengurangi kredibilitas  pemilihan MA. Ma­sya­rakat tentunya curiga,” paparnya.

Berikut kutipan selengkapnya:

Anda kaget mendengar isu politik uang dalam pemili­han Ketua MA?

Ya tentunya saya kaget. Hal seperti ini seharusnya jangan sampai terjadi. Saya berharap mudah-mudahan kabar ini tidak benar.


Citra MA menurun gara-gara putusan hakim agung sering di­anggap tidak adil bagi rakyat kecil, tanggapan Anda?

Inilah tugas Ketua MA yang baru untuk mengembalikan citra­nya agar bagus di mata masya­rakat. Caranya, begitu dia terpilih maka kata-kata pertama yang diucapkan adalah tidak akan menerima duit yang tidak halal.


Kapan kata-kata itu disam­pai­kan?

Kata-kata itu harus diucapkan di hadapan jajaran MA dan hakim agung. Kemudian para hakim agung juga mengucapkan hal sama. Hakim Pengadilan Tinggi pun harus mengucapkan kata-kata itu juga. Begitu pula hakim Pengadilan Negeri. Nah, perma­salahannya, berani nggak mereka mengucapkan itu.


Apa artinya kata-kata itu ka­lau tindakannya tidak seperti itu?

Bagi saya itu ukurannya.

Kalau nanti setelah menjabat tetap menerima suap atau korup­si, tentu publik akan mencibirnya.


Bukankah selama ini cibiran dari masyarakat kurang dipe­du­likan?

Seharusnya keluhan dan kriti­kan dari masyarakat itu dijadikan bahan masukan dan pertimba­ngan bagi MA untuk mengeva­luasi diri.  


Apa lagi harapan Anda ter­ha­dap Ketua MA yang baru?

Harapan saya sederhana saja. Ketua MA yang baru harus bisa membuat semua bawahannya bisa bekerja lebih baik dari se­ka­rang. Hal ini agar tingkat keper­cayaan masyarakat terhadap MA semakin meningkat.

MA harus berada di garis ter­depan untuk bisa menyelesaikan dan mencegah agar kasus  suap yang dilakukan hakim tidak teru­lang. Hakim agung harus menjadi contoh. Saya menganut teori perlunya dilakukan peme­riksaan dari kepala ikan dulu, baru bagian bawah ikan.


Dari beberapa calon ketua MA, siapa yang paling poten­sial?

Saya rasa semuanya potensial. Semuanya bagus untuk dipilih. Tapi dengan catatan, Ketua MA itu harus berani menghukum seberat-beratnya koruptor. Sebab, korupsi itu sekarang menjadi musuh rakyat dan negara. Kita harus memberikan contoh dan memberikan keputusan yang adil.

Ketua MA  harus punya komit­men untuk memberantas korupsi. Sebab, sekarang ini koruptor terus saja ada. Ini harus dihukum berat, biar orang takut melakukan korupsi.

Begitu juga kasus narkoba dan terorisme yang menjadi musuh negara.


Ada sebanyak 8.000 tungga­kan perkara di MA, apa yang perlu dilakukan?

MA harus fokus pada pena­nga­nan perkara. Jangan terlalu ba­nyak studi banding ke luar negeri. Lebih baik orang-orang ahli di luar negeri di bawa saja ke sini. Ka­lau mau belajar, itu butuh waktu dua hingga tiga bulan, bu­kan dengan cara studi banding. [Harian Rakyat Merdeka]


Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA