RMOL. Kalau tidak ada aral melintang, Rabu ini (8/2) sebanyak 54 hakim agung memilih Ketua Mahkamah Agung. Yang dipilih salah satu di antara mereka. Sebab, sesuai ketentuan semuanya punya hak memilih dan dipilih.
Yang disesalkan, kenapa ada isu politik uang merebak menÂjelang pemilihan tersebut. DikaÂbarkan untuk satu suara mulai dari Rp 1 miliar sampai Rp 5 miÂliar. Isu semacam itu sangat memÂprihatinkan. Ini bisa mengotori proses pemilihan orang nomor satu di lembaga judikatif itu.
Begitu disampaikan bekas hakim agung, Benjamin MangÂkoedilaga kepada Rakyat MerÂdeka, di Jakarta, kemarin.
“Sangat disayangkan meskiÂpun adanya isu politik uang itu beÂlum terbukti. Tapi kabar terseÂbut bisa mengganggu proses peÂmilihan ketua MA. Makanya harus berprinsip, nggak usah jadi Ketua MA kalau terpilih pakai uang,’’ katanya.
Sebelumnya Ketua Muda PiÂdana Khusus MA Djoko Sarwoko membenarkan adanya isu terseÂbut. Namun hingga kini tidak mengetahui kebenarannya. Tapi perlu diwaspadai adanya hal itu.
Benjamin Mangkoedilaga seÂlanjutnya mengatakan, kredibiÂlitas pemilihan ketua MA perlu dijaga. Sebab, ini menyangkut masa depan hukum di negara ini.
“Ibaratnya tidak akan ada asap kalau tidak ada api. Walaupun tidak bisa dibuktikan kebenaranÂnya, namun sudah mengurangi kredibilitas pemilihan MA. MaÂsyaÂrakat tentunya curiga,†paparnya.
Berikut kutipan selengkapnya:
Ya tentunya saya kaget. Hal seperti ini seharusnya jangan sampai terjadi. Saya berharap mudah-mudahan kabar ini tidak benar.
Citra MA menurun gara-gara putusan hakim agung sering diÂanggap tidak adil bagi rakyat kecil, tanggapan Anda?
Inilah tugas Ketua MA yang baru untuk mengembalikan citraÂnya agar bagus di mata masyaÂrakat. Caranya, begitu dia terpilih maka kata-kata pertama yang diucapkan adalah tidak akan menerima duit yang tidak halal.
Kapan kata-kata itu disamÂpaiÂkan?
Kata-kata itu harus diucapkan di hadapan jajaran MA dan hakim agung. Kemudian para hakim agung juga mengucapkan hal sama. Hakim Pengadilan Tinggi pun harus mengucapkan kata-kata itu juga. Begitu pula hakim Pengadilan Negeri. Nah, permaÂsalahannya, berani nggak mereka mengucapkan itu.
Apa artinya kata-kata itu kaÂlau tindakannya tidak seperti itu?
Bagi saya itu ukurannya.
Kalau nanti setelah menjabat tetap menerima suap atau korupÂsi, tentu publik akan mencibirnya.
Bukankah selama ini cibiran dari masyarakat kurang dipeÂduÂlikan?
Seharusnya keluhan dan kritiÂkan dari masyarakat itu dijadikan bahan masukan dan pertimbaÂngan bagi MA untuk mengevaÂluasi diri.
Apa lagi harapan Anda terÂhaÂdap Ketua MA yang baru?
Harapan saya sederhana saja. Ketua MA yang baru harus bisa membuat semua bawahannya bisa bekerja lebih baik dari seÂkaÂrang. Hal ini agar tingkat keperÂcayaan masyarakat terhadap MA semakin meningkat.
MA harus berada di garis terÂdepan untuk bisa menyelesaikan dan mencegah agar kasus suap yang dilakukan hakim tidak teruÂlang. Hakim agung harus menjadi contoh. Saya menganut teori perlunya dilakukan pemeÂriksaan dari kepala ikan dulu, baru bagian bawah ikan.
Dari beberapa calon ketua MA, siapa yang paling potenÂsial?
Saya rasa semuanya potensial. Semuanya bagus untuk dipilih. Tapi dengan catatan, Ketua MA itu harus berani menghukum seberat-beratnya koruptor. Sebab, korupsi itu sekarang menjadi musuh rakyat dan negara. Kita harus memberikan contoh dan memberikan keputusan yang adil.
Ketua MA harus punya komitÂmen untuk memberantas korupsi. Sebab, sekarang ini koruptor terus saja ada. Ini harus dihukum berat, biar orang takut melakukan korupsi.
Begitu juga kasus narkoba dan terorisme yang menjadi musuh negara.
Ada sebanyak 8.000 tunggaÂkan perkara di MA, apa yang perlu dilakukan?
MA harus fokus pada penaÂngaÂnan perkara. Jangan terlalu baÂnyak studi banding ke luar negeri. Lebih baik orang-orang ahli di luar negeri di bawa saja ke sini. KaÂlau mau belajar, itu butuh waktu dua hingga tiga bulan, buÂkan dengan cara studi banding. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: