Bagaimana kronologis peÂnyeÂlamatan Bank Arta Prima?Pada era tahun 1996–1997, Kelompok Artha Graha diminta Bank Indonesia untuk menyelaÂmatkan Bank Arta Prima yang sedang bermasalah dan dalam kondisi tidak sehat, namun perÂmintaan tersebut tidak dapat dipeÂnuhi oleh Kelompok Artha Graha kerena satu dan lain hal. Tahun 1997, Bank Indonesia secara resmi dan berdasarkan hukum telah mengambil-alih KepemiliÂkan Bank Arta Prima dari PemeÂgang Saham lama. Bank IndoÂnesia mengundang kembali KeÂlomÂpok Artha Graha untuk berÂsama Bank Indonesia melakukan penyelamatan dan penyehatan Bank Arta Prima. Bank Indonesia dan Kelompok Artha Graha sepakat secara bersama-sama meÂlakukan program penyelaÂmatan dan penyehatan Bank Arta Prima. Salah satu alasan utama KelomÂpok Artha Graha membantu kebijakan Bank Indonesia adalah adanya kepedulian pemegang saham Bank Artha Graha akan kestabilan dunia perbankan nasional pada khususnya dan program pembangunan pemerinÂtah pada umumnya.
Bagaimana kondisi Bank Arta Prima waktu itu?Beberapa kondisi Bank Arta Prima waktu itu diantaranya: Pertama, adanya konflik para pemegang saham lama Bank Arta Prima yang berakhir pada peÂngamÂbilalihan Bank Arta Prima oleh Bank Indonesia pada FeÂbruari 1996. Kedua, jumlah pinjaman macet yang terakumuÂlasi sejak tahun 1988 mencapai jumlah besar, Rp 670 miliar deÂngan jaminan yang dapat dikateÂgorikan ‘nihil’. Ketiga, saldo merah (negatif) Bank Arta Prima di Bank Indonesia mencapai Rp 489 miliar. Keempat, kerugian operasional Bank Arta Prima mencapai Rp 230 miliar. Kelima, defisit modal Rp 754 miliar. Keenam, surat commercial paper (Promes) Rp 324 miliar. Ketujuh, potensi PHK bagi 1.000 karyaÂwan serta dampak sosialnya. Kedelapan, tuntutan pemegang saham lama dan biaya-biaya perkara.
Langkah-langkah strategis apa yang dilakukan untuk meÂnyelamatkan Bank Arta Prima?Sesuai dengan permintaan Bank Indonesia tersebut, maka pada tanggal 17 Mei 1997 dibuat dan ditandatangani MOU antar Bank Indonesia dengan investor baru. 10 Juli 1997, terbit surat izin Menteri Keuangan RI bagi investor baru untuk mengakuisisi Bank Arta Prima. Tanggal 17 Oktober 1997 Surat Persetujuan Bank Indonesia atas program penyelamatan Bank Arta Prima, yang pada intinya adalah sebagai berikut: Pertama, investor baru menanggung seluruh saldo merah (negatif) Bank Arta Prima Rp 489 miliar. Kedua, investor baru meÂnanggung seluruh kredit macet Bank Arta Prima Rp 670 miliar. Ketiga, investor baru menyetorÂkan dana segar Rp 200 miliar. Keempat, membantu PemerinÂtah–Bank Indonesia dalam peÂnyelesaian commercial paper Rp 324 miliar yang diterbitkan ManaÂjemen Bank Arta Prima sebelumnya. Kelima, Bank IndoÂnesia berkewajiban mengkonÂversi saldo merah (negatif) Rp 489 miliar Bank Arta Prima menÂjadi pinjaman sub-ordinasi, dan memberikan pinjaman sub-ordiÂnasi Rp 530 miliar. Pinjaman sub-ordinasi berjangka 25 tahun deÂngan masa tenggang (grace period) 15 tahun, dan sukubunga sebagai berikut : Tahun ke 1–5 seÂbesar 0,25 persen, Tahun ke 6–10 sebesar 2 persen, Tahun ke 11–15 sebesar 6 persen, Tahun ke 16–20 sebesar 10 persen, dan Tahun ke 21–25 sebesar 27,83 persen. Atas Pinjaman sub-ordinasi terÂsebut, diberikan jaminan berupa:
personal guarantee Bapak Tomy Winata dan Bapak Sugianto Kusuma selaku investor baru,
corporate guarantee PT Puspita Bisnis Puri, PT Arthamulia SenÂtoÂsajaya, dan PT Pirus Platinum Murni, dan seluruh harta kekaÂyaan Bank Arta Prima.
Siapa yang paling berkehenÂdak menyelamatkan Bank Arta Prima?Bukan Kelompok Artha Graha yang menghendaki mengambil alih Bank Arta Prima, namun kebijakan Bank Indonesia yang berperan mendorong penyelamaÂtan dan penyehatan Bank Arta Prima. Kesimpulan ini bisa dilhat saat proses finalisasi penandataÂnganan program penyelamatan dan penyehatan Bank Arta Prima, Bapak Tomy Winata sempat memÂbatalkan penandatanganan yang disebabkan adanya komenÂtar Pejabat Tinggi Bank Indonesia yang menganggap seolah-olah Kelompok Artha Graha mendaÂpatkan ‘durian runtuh’. SedangÂkan dalam kenyataannya; KeÂlompok Artha Graha justru memÂbantu Bank Indonesia memberesÂkan permasalahan besar yaitu penyelamatan uang Negara yang terbenam di Bank Arta Prima.
Sejak pengambilalihan Bank Arta Prima oleh Investor Baru, apa saja yang terjadi?Pertama, adanya tuntutan dari pemegang saham lama terhadap Bank Indonesia dan investor baru mengenai pengambil-alihan Bank Arta Prima. Kedua, Bank Arta Prima berubah nama menÂjadi Bank Arta Pratama. Ketiga, hanya dalam tempo 1 tahun, maÂnaÂjemen baru berhasil membawa Bank Arta Prima dari Bank KaÂtegori “C†menjadi Bank KataÂgori “A†(Sangat Sehat) dengan CAR (Capital Adequacy Ratio) 27.68% sehingga Bank Arta Prima tidak perlu ikut program Rekapitalisasi Perbankan yang menggunakan uang negara. KeÂempat, Bank Indonesia memÂberikan persetujuan prinsip merger antara Bank Arta PraÂtama dengan Bank Artha Graha pada 21 Desember 1998, dan keÂmuÂdian memperoleh ijin merger dari Bank Indonesia dan Departemen Kehakiman pada tanggal 26 April 1999. Kelima, Bank Artha Graha diakuisisi PT Interpacific Tbk pada 14 April 2005, dan kemuÂdian berubah nama menjadi PT Bank Artha Graha Internasional Tbk.
Pendapat Bank Indonesia atas program ini seperti apa? Surat dari Bank Indonesia kepada Direksi PT Bank Artha Graha tertanggal 21 Mei 1999 nomor 1/DWG/UPwB1/Rahasia; salah satu butirnya menyatakan bahwa: “Masuknya Kelompok Artha Graha pada
Bank Arta Prima merupakan salah satu upaya penyelamatan bank sesuai dengan kewenangan Bank Indonesia yang diatur daÂlam ketentuan yang berlaku pada waktu itu, yaitu Pasal 37 ayat (2) UU No. 7 Tahun 1992 tentang PerÂbankan. Dari beberapa invesÂtor yang bermaksud mengambil alih Bank Arta Prima, Kelompok Artha Graha tampaknya cukup mampu baik dari segi finansial maupun dari segi manajemen serta program penyehatan bank dibandingkan investor lainnya.†Butir lain dalam surat Bank Indonesia tersebut menyebutkan bahwa; “Pengambilalihan dan penyelamatan Bank Arta Prima oleh Keompok Artha Graha menurut hemat kami tidak akan menimbulkan kerugian pada keuangan negara dan perekonoÂmian negara.â€
Kemudian Bank Artha GraÂha mengajukan penurunan suku bunga, kenapa?Sejalan dengan perkembangan perekonomian dan penurunan sukubunga Indonesia, Bank Artha Graha kemudian mengaÂjuÂkan permohonan penurunan sukuÂbunga pinjaman subordinasi, dan mengingat bahwa asumsi-asumsi yang digunakan pada saat program penyelamatan dan peÂnyehatan Bank Arta Prima di taÂhun 1997 sangat berbeda dengan kondisi perbankan dan perekoÂnomian paska krisis keuangan. Termasuk dalam hal ini adalah perbedaan kondisi perekonomian di tahun 1997 dan peraturan PerÂbankan saat itu dengan kondisi peÂrekonomian dan peraturan PerÂbankan yang berlaku saat ini. Penyesuaian sukubunga itu senÂdiri merupakan hal lazim dalam dunia perbankan dan keuangan dimanapun di dunia, termasuk di Indonesia. Hal ini juga tidak bisa dilepaskan begitu saja dari rangÂkaian penyelamatan uang negara yang terbenam di Bank Arta Prima tahun 1997. Andaikata saja Bank Arta Prima tidak diselamatÂkan, maka negara dirugikan tidak kurang dari Rp 1,3 triliun.
Apa prosesnya cepat?Setelah melalui proses selama lebih dari 3 tiga tahun Bank IndoÂnesia melalui surat tertanggal 15 Februari 2009 menyampaikan keÂbijakan Bank Indonesia berupa penyesuaian sukubunga pinjaÂman sub-ordinasi dengan pokok-pokok sebagai berikut: Pertama, percepatan pembayaran pokok pinjaman sub-ordinasi, yaitu 3 tahun lebih cepat dari jadwal seÂmula, sehingga angsuran pokok yang semula dimulai pada tahun 2013 menjadi dimulai lebih awal pada tahun 2010. Kedua, perceÂpatan jatuh tempo pinÂjaman sub-ordinasi, yaitu 3 tahun dari jadwal semula jatuh tempo pada tahun 2022 menÂjadi jatuh tempo pada tahun 2019. Ketiga, pembayaran angsuran pokok secara
pro-rata sebesar Rp 101 Milyar per tahun mulai tahun 2010 sampai dengan tahun 2019. Keempat, tidak ada pengurangan pokok pinjaman sub-ordinasi atau tetap sebesar Rp 1,019 triliun. Kelima, perubaÂhan suku bunga menjadi 3,25% terhitung sejak tanggal 21 OktoÂber 2008. Keenam, penamÂbahan jaminan fixed asset oleh Bank Artha Graha kepada Bank IndoÂnesia.
Apa keuntungan dari keÂbijaÂkan ini?Kebijakan Bank IndoneÂsia melakukan restrukÂturisasi pinjaÂman sub-ordinasi tersebut lebih
secured, lebih memperkuat posisi dan pengembalian pinjaman ke Bank Indonesia sebagai Kreditur, dan kondisi Bank Artha Graha Internasional Tbk dalam keadaan sehat dan terus berkembang baik.
Bagaimana dengan pembaÂyaÂranÂnya?Sejak awal pinjaman sub-ordiÂnasi tahun 1997, Bank Artha Graha selalu membayar dengan lancar dan tepat waktu semua kewajiban tanpa kecuali, dan tidak ada tunggakan apapun. Bahkan sejak 2010, Bank Artha Graha sudah melakukan pembaÂyaran cicilan pokok pinjaman sub-ordinasi dalam rangka peÂnyelamatan dan penyehatan Bank Arta Prima.
Bagaimana dengan rekoÂmenÂÂdasi Badan Pemeriksa KeuangÂan (BPK) agar BI menagih kuÂrang bayar Bank Artha Graha sebesar Rp 497 miliar?Pada 4 November 2011, Bank Indonesia mengundang Bank Artha Graha untuk membahas pinjaman sub-ordinasi Bank Artha Graha. Pertemuan dipimÂpin Deputi Gubernur Bank IndoÂnesia Bapak Halim Alamsyah, dihadiri BPK dan Bank Artha Graha. KeÂsimÂpulan rapat: Bank Indonesia akan menyampaikan surat klariÂfikasi dan penegasan kepada BPK perihal perjanjian restruktuÂrisasi pinjaman sub-ordinasi Bank Artha Graha dengan Bank Indonesia, bahwa Bank Artha Graha tidak memiliki tunggakan sebesar Rp 497 miliar.
Dari program ini, poin apa yang ingin Anda sampakan?Program penyelamatan dan penyehatan Bank Arta Prima yang dilakukan Bapak Tomy Winata selaku investor baru Bank Arta Prima di tahun 1997 sama sekali tidak merugikan negara, sebaliknya justru berhasil menyelamatkan kerugian negara dan seharusnya menjadi contoh sukses yang baik dan selayaknya diterapkan oleh Bank Indonesia dalam penyelamatan dan penyeÂhatan perbankan Indonesia lainnya. [Harian Rakyat Merdeka]
BERITA TERKAIT: