RMOL. Kasus pencurian pulsa yang diduga merugikan masyarakat luas, semakin tak jelas juntrungannya. Bareskrim Polri tak berani tetapkan tersangka, sementara salah seorang pelapor, Feri Kuntoro menarik laporannya.
Kuasa hukum Feri, Didit WiÂjaÂyanto beralasan, kliennya menÂcabut laporan karena ada niat baik perusahaan content provider, PT Colibri Network (CN) yang seÂmula diduga mencuri pulsa Feri. Menurut Didit, Feri maupun PT CN sama-sama mengaku khilaf dan bermufakat mencabut lapoÂran masing-masing.
Kendati begitu, Didit memÂbantah bahwa kliennya menerima imbalan besar dari PT Colibri, sehingga mau mencabut laporan tersebut. “Tidak semua upaya perÂdamaian harus dengan uang,†keÂlitnya, saat dihubungi, kemarin.
Didit pun beralasan, laporan kliennya itu laporan perdata. MeÂnurutnya, pencabutan laporan perÂdata itu dilatari kelelahan klienÂnya menghadapi kasus terÂsebut. Feri, katanya, ingin proses perkara ini cepat selesai.
Didit bercerita, upaya damai berÂawal saat pihak PT CN meÂngaÂjak Feri untuk bertemu. PerÂtemuan sedianya dilaksanakan di sebuah kafe di Jakarta Selatan. Akan tetapi, lanjutnya, Feri meÂnolak. Feri meminta perwakilan PT CN bertemu di rumahnya saja.
Dalam pertemuan itu, menurut Didit, pihak Colibri meminta maaf dan sepakat saling menÂcaÂbut laporan. Atas dasar itu, pada Jumat (27/1), Feri mencabut laÂpoÂran di Bareskrim Polri dan PT Colibri mencabut laporan penceÂmaÂran nama baik di Polres JaÂkarta Selatan.
“Kami memaafkan dan menÂcabut tuntutan perdata di MaÂbes Polri. Mereka juga mencÂaÂbut laÂporannya terhadap Feri di Polres Jakarta Selatan,†katanya.
Perdamaian tersebut diamini kuasa hukum PT Colibri NetÂwork, John K Azis. Menurut dia, dasar perdamaian dilatari keÂkhiÂlafan kedua pihak. Dia juga meÂnyangkal memberikan uang keÂpada Feri untuk mencabut lapoÂran tersebut. “Tidak ada itu,†akunya.
Kendati Feri sudah mencabut laporan yang diklaim pengacaÂraÂnya sebagai laporan perdata, KaÂbagpenum Polri Kombes Boy Rafli Amar mengaku, kepolisian tetap menindaklanjuti kasus penÂcurian pulsa ini secara pidana. “Prosesnya tetap lanjut,†kata bekas Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya ini, kemarin.
Soalnya, menurut Boy, kasus pencurian pulsa tidak masuk kaÂtegori delik aduan. Dengan senÂdirinya, pencabutan laporan, tiÂdak bisa menggugurkan proses hukum pada kasus tersebut. Apalagi, yang melaporkan kasus ini bukan hanya Feri. “Tapi, ada atau tidak ada laporan, polisi bisa menindaklanjuti perkara yang diduga merugikan masyarakat ini,†kata dia.
Hal senada dikemukakan DaÂvid Tobing, bekas kuasa hukum Feri. Menurut David, tindak piÂdana dalam kasus ini tidak gugur akibat pencabutan laporan terseÂbut. “Ini bukan delik aduan, seÂhingga prosesnya tidak bisa diÂhentikan begitu saja,†tandasnya.
David mengaku tidak diberi tahu sama sekali saat Feri berÂupaÂya mencabut laporan tersebut. Soalnya, surat kuasa penÂdaÂmpiÂngan hukumnya sudah dicabut Feri pada awal Januari lalu. Sejak saat itu, dia tidak lagi menÂdamÂpingi Feri.
Namun, David menyatakan tetap mendorong kepolisian meÂngusut skandal ini sampai tuntas. Soalnya, dia juga merasa menjadi korban permainan mafia pulsa. “Apalagi, masih banyak masyaÂrakat yang menjadi korban dan tetap ingin kasus ini diusut samÂpai tuntas,†katanya, kemarin.
Hal senada disampaikan korÂban sekaligus pelapor lain kasus pencurian pulsa konsumen, yakni Hendri Kurniawan. Dia mengaÂtakan tidak akan mencabut laÂpoÂrannya. “Saya akan maju terus,†tegasnya.
Hendri pun menyayangkan siÂkap Feri. Tapi, dia mengaku tidak bisa berbuat banyak lantaran hal itu adalah hak Feri. “Saya kecewa dengan Pak Ferry. Saya setengah tidak percaya, karena dari awal dia mendorong saya,†kata pria yang sempat dikeroyok sejumlah orang tak dikenal setelah meÂlaporkan kasus pencurian pulsa ke kepolisian.
Dia pun berharap, kepolisian dapat menuntaskan kasus ini tanÂpa pandang bulu. Dalam peÂnaÂnganan kasus ini, polisi sediÂkitÂnya sudah memeriksa 30 saksi. Jajaran Cyber Crime juga tengah mengembangkan perkara terÂseÂbut. Namun, hingga kemarin, Bareskrim Polri tak kunjung meÂnetapkan tersangka kasus yang diduga merugikan masyarakat seÂcara luas ini.
REKA ULANG
Dari Grapari Telkomsel Hingga Polda Metro Jaya
Kasus pencurian pulsa antara lain dilaporkan konsumen berÂnama Feri Kuntoro. Dia mengadu ke Markas Polda Metro Jaya pada 4 Oktober 2011.
Feri merasa dirugikan karena harus membayar tagihan pasca baÂyar hingga ratusan ribu rupiah setelah registrasi undian berhaÂdiah melalui SMS premium ke nomor 9133. Registrasi itu diÂduÂga menÂjerat Feri. Dia sering meÂnerima SMS berupa informasi seputar artis dan nada dering. SeÂtiap kali meÂneÂrima SMS dari noÂmor itu, pulsa Feri terpotong tanÂpa persetujuan.
Feri mengaku telah berusaha menghentikan layanan SMS deÂngan mengetik unreg dan mengiÂrimkannya ke nomor tersebut. Namun, usahanya itu selalu gagal dan ia hanya mendapat jawaban “Maaf, sistem sedang bermaÂsaÂlah, silakan ulangi lagiâ€.
Lantaran teÂrus-menerus menÂdapatkan jaÂwaban senada, Feri kemudian meÂngadukan masalah ini ke Grapari Telkomsel di GamÂbir, Jakarta Pusat. Namun, kata dia, jawaban petugas di sana kuÂrang memuaskan. Akhirnya, Feri melaporkan kasus tersebut ke Markas Polda Metro Jaya. Kasus tersebut kemudian diambil alih Mabes Polri.
Belakangan, Feri menyatakan keberatan atas tudingan pihak PT Colibri Networks, bahwa dirinya mencari keuntungan dalam perÂkara tersebut. Feri justru merasa banyak dirugikan dalam kasus ini. “Kalau dibilang saya cari keÂuntungan ekonomi, apa yang saya dapat. Apa untungnya buat saya,†katanya pada 12 Januari lalu.
Feri mengaku justru dirinya seÂdang susah. “Gaji saya berapa sih. Saya ini hanya karyawan swasÂta,†lanjutnya.
Feri juga membantah pernyaÂtaÂan Direktur Utama PT Colibri Networks, HB Nafing yang meÂngaku mencoba bermusyawarah dengannya. Menurut Feri, dia tidak pernah diklarifikasi pihak Colibri sejak kasus itu mencuat.
“Saya tidak pernah dihubungi, leÂwat pengacara maupun lewat saya pribadi. Bagaimana mau muÂsyaÂwarah? Mereka tidak pernah koÂmunikasi dengan saya,†tegasnya.
Feri pun menyatakan tidak pernah mengetahui bahwa 9133 yang ia laporkan ke polisi adalah produk Colibri. Ia mengaku baru mengetahui Colibri setelah ada seÂrangan balik terhadapnya.
“Saya keberatan dengan tudingan itu. KaÂrena tudingan itu tidak benar, dan tidak pernah ada muÂsyawarah dengan saya. Saya tiÂdak tahu itu puÂnya Colibri. MaÂlah setelah saya laÂpor, justru dilaÂporÂkan balik,†kata pengguna nomor Telkomsel ini.
Nyatanya, Feri kini sudah berÂdamai dengan pihak yang dulu diÂlaporkannya.
Sedangkan General Manager Corporate CommuniÂcation TelÂkoÂmÂsel Ricardo Indra mengÂhorÂmati penanganan kasus ini di keÂpoliÂsiÂan.
Tak Boleh Lukai Rasa Keadilan Masyarakat
Anhar Nasution, Ketua LBH Fakta
Ketua Lembaga Bantuan HuÂkum (LBH) Fakta Anhar NaÂsution berpendapat, perdaÂmaian dalam sengketa perkara meruÂpaÂkan hal yang lumrah. Akan tetapi, katanya, upaya perÂdamaian mesti disikapi seÂcara cermat.
“Jangan sampai kesepakatan perdamaian menciderai rasa keadilan masyarakat. Jangan dijadikan kesempatan untuk mendapat keuntungan diantara kedua belah pihak,†kata bekas anggota Komisi III DPR ini, kemarin.
Pertimbangan hukum, meÂnuÂrut Anhar, hendaknya menjadi hal utama sebelum terjadi perÂdaÂmaian. Selain tidak boleh meÂlukai rasa keadilan masyaÂrakat, perdamaian tidak semata-mata bisa menggugurkan perÂkara pidana yang sudah berÂgulir. SoalÂnya, kasus pencurian pulsa tidak masuk kategori delik aduan.
Lantaran itu, lanjut dia, polisi maupun penegak hukum lain bisa terus memproses perkara terÂsebut meski laporannya suÂdah dicabut pihak pelapor atau korban. “Aparat hukum tetap bisa masuk ke proses penyeÂliÂdikan dan penyidikan tanpa ada laporan,†ujarnya.
Dengan begitu, kata Anhar, peÂnegak hukum wajib menyeÂlesaikan dugaan tindak pidana dalam perkara ini. Apalagi, masyarakat luas diduga menjadi korban per /0kara tersebut. “Jika dihitung angka kerugian per individuÂnya, memang kecil. Tapi kalau dihitung secara akuÂmulatif, tenÂtu angka kerugian maÂsyarakat menjadi sangat fanÂtastis,†tegasnya.
Lantaran itu, dia meminta proses perdamaian antara kedua pihak yang berseteru dalam perkara ini, menjadi perhatian Panitia Kerja (Panja) Pencurian Pulsa di DPR. Soalnya, selain ditangani kepolisian, kasus ini juga disorot DPR.
“Bagaimana nasib rekomenÂdasi Panja jika setelah perÂdaÂmaian ini, kasus tersebut menÂjadi mandeg. Tentu, apa-apa yang diupayakan selama ini menÂÂjadi sia-sia,†tuturnya.
Perdamaian Bukan Berarti Kasus Selesai
Nudirman Munir, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Nudirman Munir menyatakan, pencabutan laporan bukan baÂrang baru dalam proses hukum di Indonesia.
Selama dianggap memenuhi azas keadilan dan konstitusi, menurut dia, upaya perdamaian sah-sah saja. “Upaya perdaÂmaian atau pencabutan laporan itu tidak bisa dikatakan salah,†ujar anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar ini.
Tapi, Nudirman mengiÂngatÂkan, proses damai hendaknya tidak dilatari ancaman pihak tertentu kepada pihak lainnya. Melainkan, kesepakatan pihak-pihak yang berseteru saja.
KenÂdati begitu, kata dia, penÂcaÂbuÂtan laporan dalam kasus penÂcurian pulsa tidak bisa langÂsung diartikan bahwa kasus ini sudah selesai.
Nudirman juga berpanÂdaÂngan, kepolisian tidak bisa meÂnutup perkara pencurian pulsa, karena selain masih ada pelapor lain, kasus tersebut tidak terÂmasuk kategori delik aduan. “Proses atau pengusutan kasus ini semestinya tetap berjalan,†tandas politisi berlatar belakang pengacara ini.
Dia pun meminta kepolisian memÂpercepat pengusutan kasus tersebut. Kendala-kendala daÂlam pengusutan kasus ini, seÂperti yang disampaikan pihak kepolisian kepada Komisi III DPR, hendaknya dicarikan solusi bersama.
Nudirman berharap, koorÂdiÂnasi Polri dan Panja di Komisi I DPR menjadi modal untuk meÂngusut perkara tersebut samÂpai tuntas. Sebagai mitra kerja, dia pun meminta kepoÂliÂsiÂan mampu menjawab keinginan masyarakat agar menuntaskan kasus ini. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.