RMOL. Semangat Wiranto tidak ada matinya. Walau di Pemilu Presiden 2004 dan 2009 gagal, bekas Menhan/Panglima TNI itu masih percaya diri ikut Pemilu Presiden 2014.
Apalagi, Partai Hanura yang dikomandoinya sudah meminta dirinya agar bersedia menjadi capres. Tentu ini tidak bisa diÂtolaknya. Sebab, ini demi partai dan bangsa serta negara.
“Kalau partai mengusulkan itu sebagai satu bagian dalam memÂbesarkan partai dan bagian dari perjuangan partai, mengapa tidak diterima,†ungkap Wiranto keÂpada Rakyat Merdeka, Kamis (19/1).
Menurut bekas Panglima TNI itu, semua elemen Partai Hanura yang secara aklamasi meminta ketua umumnya untuk bersedia dicalonkan menjadi capres.
“Yang merencanakan adalah sistem. Secara pribadi, saya ini bagian dari partai,†ujarnya.
Berikut kutipan selengkapnya:
Itu kan sudah secara aklamasi diusulkan seluruh bagian dari partai, baik para ketua wilayah, Ketua DPD, maupun ketua-ketua organisasi sayap organisasi otoÂnom. Semua meminta saya sebaÂgai Ketua Umum Partai Hanura agar bersedia dicalonkan.
Apa Anda sudah menjawab permintaan itu?
Di sini saya katakan, tidak mungÂkin usulan itu ditolak. Tidak mungkin diabaikan tatkala itu kebutuhan partai dan kebutuhan mereka untuk menyebarluaskan Partai Hanura. Secara resmi keÂinginan itu ditangkap oleh DPP Partai Hanura, dan dalam waktu singkat akan dijadikan suatu bahan untuk diputuskan dalam rapat khusus di DPP.
Strateginya sudah disiapÂkan?
Strategi pasti sudah dirancang. Namun yang penting, pencapreÂsan itu untuk mengembangkan organisasi partai agar menjadi lebih besar.
Apa Partai Hanura bisa meÂmenuhi persyaratan untuk meÂngaÂjukan capres?
Tentu itu diusahakan. Mesin-mesin politik partai sudah otoÂmatis digerakkan. Yang pasti, Partai Hanura saat ini secara orgaÂnisasi lebih tertata, lebih demokratis, dan lebih mantap dibanding ketika kami mengikuti Pemilu 2009.
Calon wakil presiden sudah ditentukan?
Oh, itu belum, karena itu masih jauh. Nantilah dibicarakan lagi.
Sebagai bekas Panglima TNI, bagaimana tanggapannya meÂngenai rencana pembelian tank Leopard?
Saya sebagai bekas Menteri PerÂÂtahanan dan Keamanan, meliÂhat ada suatu kebutuhan bahwa kekuatan TNI mengenai alat utama sistem senjata (alutsista) itu harus kuat dan modern. Itu harapan semua negara.
Ketika negara ketinggalan daÂlam pengadaan alutsista dan diÂanggap tentaranya lemah, maka tidak memiliki bargaining posiÂtion. Mudah ditekan, mudah diÂgertak, dan diremehkan negara lain.
Rencana ini meÂnimÂbulÂkan pro dan kontra?
Problemnya seÂkarang, apaÂkah pengaÂdaan alutÂsista yang memerÂlukan biaya besar ini mengÂÂganggu perekonomian naÂsional atau tidak. Apabila mengÂganggu pereÂkonomian naÂsional, tunda dulu. Namun kalau tidak, lanjutÂkan saja karena itu merupakan kebutuhan. Bukan hanya untuk TNI tapi untuk bangsa Indonesia.
Kan prosedur formalnya melaÂlui survei yang sangat mendalam, apakah perlengkapan itu cocok untuk dipakai oleh TNI. Apakah harganya memadai. Yang pasti, pengadaannya harus melalui suatu cara yang terbuka, sehingga uang rakyat yang jumlahnya triliunan tidak mubazir. Jangan sampai ada celah untuk korupsi, sehingga seakan-akan kita beli bagus tapi kenyataannya buruk.
Apa yang perlu dilakukan PangÂlima TNI ?
Ya. Butuh keberanian dari PangÂlima TNI, dan keberanian dari kepala staf masing-masing angkatan sebagai pengguna alutÂsista ini untuk benar-benar meneÂliti perlengkapan itu. Apabila tiÂdak tepat, harus berani mengaÂtakan tidak. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: