WAWANCARA

Hamid Awaludin: Konflik Besar Bisa Didamaikan, Masa Pemilukada Tak Bisa

Selasa, 17 Januari 2012, 08:52 WIB
Hamid Awaludin: Konflik Besar Bisa Didamaikan, Masa Pemilukada Tak Bisa
Hamid Awaludin

RMOL. Bekas Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Hamid Awaluddin, prihatin dengan berbagai penembakan di Aceh. Padahal, pasca damai kondisi di sana sangat tenteram.

“Kita ini sudah menikmati ketentraman. Rakyat Aceh pun sudah mengalami kedamaian selama enam tahun. Ini harus terus dipertahankan,’’ ujar Hamid Awaluddin kepada Rakyat Mer­deka, Sabtu (14/1).

Sebagai orang yang ikut men­damaikan Aceh, Hamid berharap agar pemerintah cepat meng­ungkap siapa penembak warga sipil yang terjadi di Aceh belum lama ini.

Hamid Awaluddin diutus Jusuf Kalla sebagai juru runding per­damaian antara pemerintah Indo­­nesia dengan Gerakan Aceh Merdeka, di Helsinki, Finlandia, 15 Agustus 2005. Perdamaian itu mengakhiri sekitar 30 tahun kon­flik di bumi Serambi Mekah itu. Hasilnya sudah dinikmati rakyat di sana.

Berikut kutipan wawancara dengan bekas Duta Besar RI untuk Rusia itu;

Berikut kutipan selengkapnya:

Apa penembakan itu tidak ada kaitannya dengan Pemilu­kada Aceh?

Dua tahun talu ditemukan sen­jata di Aceh, orang mengira itu milik Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Setelah ditelusuri, sen­jata itu ternyata milik teroris. Ti­dak ada kaitannya dengan GAM. Saat itu semuanya terke­sima. Penilaian awal itu salah besar.

Saya kira, jangan terlampau cepat mengambil keputusan tentang kekerasan yang ada se­karang ini. Marilah melihat per­masalahan ini dengan kepala dingin. Belum tentu penembakan warga sipil ada kaitannya dengan Pemilukada.


Apa yang terjadi sesungguh­nya?

Inilah yang perlu ditelusuri. Yang jelas, ini tidak ada kaitan­nya dengan pemerintah. Saya juga tidak percaya bahwa kerusu­han itu ada kaitannya dengan Pemilukada.

Namun semua pihak yang ter­libat dalam Pemilukada Aceh untuk bisa menahan diri. Sebab, kepentingan damai jauh lebih penting daripada perebutan ke­kuasaan.

Saya juga berharap jangan ter­lalu cepat menarik garis ke­sim­pulan, penembakan yang terjadi di Aceh beberapa waktu lalu ada kaitannya dengan Pemilukada.     


Apa yang harus dilakukan?

Saya secara pribadi menilai se­baiknya semua pihak yang akan mencalonkan diri dalam Pe­milu­kada agar bisa duduk ber­sama. Harus mediasi secara ber­sama dan berbicara terbuka.

Kelompok muda harus bisa menghormati kelompok yang tua. Begitu pula orang tua harus bisa mengayomi yang muda.

Masalah konflik beberapa ta­hun lalu saja bisa berdamai. Masa masalah Pemilukada saja tak bisa.


Ada yang berpendapat, Pe­mi­lu­kada Aceh diundur, tang­ga­pan Anda?

Harus disiapkan ruang perge­rakan secara fleksibel. Sebab, Aceh itu memiliki keunikan.


Maksudnya?

Secara legal, Aceh memiliki UU Otonomi Khusus, sehingga  cara berpikirnya jangan secara umum. Masalah Aceh harus dari kacamata kekhususan.


Artinya diundur Pemilukada bukan langkah mundur?

Itu bukan langkah mundur. Ha­rus ada ruang gerak secara flek­sibel. Mengakomodasi ke­pen­tingan dari variabel-variabel poli­tik yang bermain dalam Pe­milukada ini.


Didua korban penembakan itu salah satunya teman dekat Gubernur Aceh, komentar Anda?

Mungkin saja yang jadi korban itu ada kaitannya dengan Pak Gubernur. Tapi motifnya bukan karena Pemilukada. Bisa saja ada urusan lain. Semuanya harus kita lihat secara jernih dan tenang.


Kenapa Aceh mudah dima­suki teroris?

Memang Aceh itu mudah se­kali dijadikan tempat seperti itu. Sebab, orang yang ingin mem­buat kekerasan bisa saja berlin­dung dengan masa lalu tentang kerusuhan Aceh.

Selain itu, secara geografis, Aceh itu tempat paling strategis untuk keluar melalui laut. [Harian Rakyat Merdeka]


Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA