RMOL. Dilaporkan memeras seorang saksi kasus korupsi, Kepala Kejaksaan Negeri Takalar, Sulawesi Selatan, Rakhmat Harianto hanya ditarik ke Kejaksaan Agung sebagai jaksa fungsional.
“Sudah dicopot dari jabatan strukturalnya. Selanjutnya, dia diÂtarik ke Kejaksaan Agung untuk nanti ditempatkan. Dia tidak meÂmegang jabatan lagi,†ujar JakÂsa Agung Muda Pengawasan (JamÂwas) Marwan Effendy kepada Rakyat Merdeka.
Menurut Marwan, proses peÂmeÂriksaan terhadap Rakhmat HaÂrianto masih berlangsung. LanÂtaran itu, pihaknya belum bisa memastikan, apakah ada dugaan tindak pidana pemerasan atau tiÂdak. Jamwas menambahkan, jajaÂrÂannya masih perlu mengecek sejumlah informasi lain yang maÂsuk ke Kejaksaan Agung meÂngeÂnai laporan tentang pemerasan itu. “Dugaan tindak pidananya maÂsih kami dalami,†ujarnya.
Bila memang alat buktinya kuat untuk ditindaklanjuti secara pidana, maka Jamwas akan melaÂporÂkan kasus Kajari Takalar ke kepolisian. Seperti melaporkan jaksa Cirus Sinaga ke Bareskrim Mabes Polri terkait perkara peÂmalÂsuan dan pembocoran renÂcaÂna tuntutan (rentut) terhadap GaÂyus Tambunan, Pegawai Negeri Direktorat Jenderal Pajak, KeÂmenÂterian Keuangan.
Akan tetapi, lanjut Marwan, seÂjauh ini alat bukti pemerasan yang diduga dilakukan Kajari TaÂkalar belum kuat. “Menurut KaÂjaÂri yang dikuatkan Kasi, tidak beÂgitu ngomongnya. Rekaman itu tidak utuh, jadi terkesan ada upaÂya pemerasan. Kalau utuh kata-katanya, dia hanya berÂseÂloÂroh. Mungkin ada upaya menÂdisÂkreditkannya, karena dia banyak menangani perkara korupsi di Takalar,†kata Jamwas.
Selain memeriksa Rakhmat Harianto, jajaran Jamwas juga maÂsih memroses Kepala Seksi PiÂdana Umum (Kasi Pidum) KeÂjaksaan Negeri Takalar, Tuwo yang turut dilaporkan. “Masih proÂses, tapi usulannya belum samÂpai ke saya, masih di InsÂpektur,†ujar Marwan.
Jaksa Agung Basrief Arief teÂlah memerintahkan Jaksa Agung Muda Pengawasan untuk memÂproÂses dua jaksa tersebut. BahÂkan, Jaksa Agung sudah meÂnunÂjuk Pelaksana Tugas Kajari TakaÂlar untuk menggantikan Rakhmat.
Sementara itu, pada pergantian tahun 2011 ke 2012, jajaran Jaksa Agung Muda Pengawasan sudah memroses ribuan laporan pelangÂgaran jaksa dari seluruh IndoÂnesia. Hingga Desember 2011, paÂpar Marwan, ada 889 laporan yang tersisa, itu pun masih dikerÂjakan. “Semua laporan yang maÂsuk sudah kami proses. Yang beÂlum selesai itu kebanyakan dari daerah, masih kami proses.â€
Marwan menjelaskan, pada Desember 2010, pihaknya menÂdaÂpat tanggung jawab meneÂrusÂkan penyelesaian tunggakan 910 laporan pelanggaran jaksa. SeÂdangÂkan selama 2011, Jamwas mendapatkan 1.550 laporan lagi. “Yang sudah terselesaikan proÂsesÂnya sebanyak 1.571 laporan, sisanya 889 kami kebut.â€
Hingga akhir tahun 2011, kata Marwan, pihaknya sudah menÂjaÂtuhkan sanksi terhadap 227 terlaÂpor yang terbukti membuat keÂsalahan. Para jaksa dan staf tata usaha (TU) yang terbukti meÂlaÂkuÂkan pelanggaran, mendapatkan sanksi sesuai jenis pelangÂgaÂranÂnya. Jenis sanksi dibagi tiga kaÂteÂgori, yaitu hukuman tingkat riÂngan, hukuman tingkat sedang dan hukuman tingkat berat.
Untuk sanksi berat, Kejagung menghukum 110 terlapor, dengan rincian: pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS sebanyak 19 orang, pemberhentian dengan tiÂdak hormat sebagai PNS seÂbaÂnyak 20 orang, penurunan pangÂkat sÂetingkat lebih rendah sebaÂnyak 28 orang, pembebasan jabaÂtan fungÂsional jaksa sebanyak 10 orang dan pembebasan dari jabatan strukÂtural sebanyak 33 orang.
REKA ULANG
Rekaman Itu Disampaikan Ke Kejagung
Kepala Kejaksaan Negeri TaÂkalar, Sulawesi Selatan, Rakhmat Harianto dan Kepala Seksi PiÂdana Umum Kejari Takalar, TuÂwo dilaporkan kepada Jaksa Agung Basrief Arief karena diÂduga memeras seseorang yang diperiksa sebagai saksi perkara korupsi. Laporan itu kemudian ditangani jajaran Jaksa Agung Muda Pengawasan.
Dugaan pemerasan itu, berÂmula saat seseorang bernama Rommy Hartono Theos meÂminÂjamkan Rp 160 juta kepada teÂmanÂnya yang bernama William pada 2009 untuk modal usaha. Uang itu digunakan William unÂtuk membuat kapal.
Selanjutnya, pada 25 NoÂvemÂber 2011, William bersama seÂseÂorang bernama Sirajuddin Andi Ismail diduga melakukan korupsi proyek pengadaan kapal penyeÂbeÂrangan sebanyak 2 unit pada Dinas PerhuÂbungan Kabupaten Takalar. Proyek tersebut bernilai Rp 1,5 miliar.
Rommy kemudian dipanggil Kejari Takalar untuk diperiksa terÂkait kasus tersebut. “Klien kami tak tahu menahu mengenai pengadaan kapal itu, tak mengeÂnal Sirajuddin, tak pernah berÂhuÂbungan dengan Dinas PerhuÂbuÂngan dan tak mengerti mengapa dipanggil. Dia hanya tahu meÂminjamkan uang kepada sahaÂbatÂnya, William, yang katanya akan dipakai sebagai modal usaha,†ujar kuasa hukum Rommy, Anang Yuliardi Chaidir.
Kendati begitu, lanjut Anang, RomÂmy bersedia datang untuk menghormati kejaksaan, guna memberikan keterangan. “Tapi, awal kedatangan klien kami iniÂlah yang menjadi awal pemeÂraÂsan, intiÂmidasi dan makian KaÂjari Takalar Rakhmat Harianto,†ujarnya.
Menurut Anang, untuk pengaÂmanan, Rakhmat meminta uang Rp 100 juta kepada Rommy. “TeÂtapi klien kami tidak meÂnanÂgÂgaÂpiÂnya,†ujar dia.
KaÂrena tidak memenuhi perÂminÂtaan Rakhmat, lanjut Anang, Rommy sering ditelepon dan diÂmaki-maki. Bahkan, menurutnya, kata-kata kasar dan tidak senonoh kerap disampaikan Rakhmat kepada Rommy.
Pada 13 Desember 2011, RakhÂmat menelepon Rommy dan meÂnyuruh untuk datang diperiksa jam 9 pagi. Tapi, Rommy baru ditÂemui Rakhmat pukul 4 sore. Rommy kemudian merekam pemÂbicaraannya dengan RakhÂmat. “Pada hari itu, Rakhmat kemÂbali memeras klien kami seÂbesar Rp 500 juta. Rommy sudah tak tahan, dia merekam semua pertemuan itu. Rekamannya suÂdah disampaikan ke Kejaksaan Agung,†cerita Anang.
Ketika dikonfirmasi, Jaksa Agung Muda Pengawasan MarÂwan Effendy membenarkan, ada laporan mengenai Rachmat meÂngancam akan menjadikan seseÂorang tersangka jika tidak dibeÂrikan Rp 500 juta. “Kalau dibÂerÂiÂkan, katanya tidak akan dijadikan tersangka. Kacau yang begini ini,†tandasnya.
Tak Boleh Ragu Beri Hukuman
Laica Marzuki, Pensiunan Hakim Agung
Pensiunan hakim agung Laica Marzuki mengingatkan para penegak hukum, seperti hakim, jaksa dan polisi agar menjaga kepercayaan publik terhadap penegakan hukum.
Lantaran itu, kata Laica, jika ada aparat penegak hukum yang malah terbukti melakukan pemerasan, menerima suap dan tindak pidana korupsi lainnya, maka harus diberikan hukuman seberat-beratnya.
“Ketika terjadi suatu pelangÂgaÂran, seperti aparat hukum memeras dan menerima suap, maka tak boleh kepalang tangÂgung, harus dihukum seberat-beratnya jika terbukti. Aparat peÂnegak hukum harus jujur, tidak boleh dibeli,†ujar Lacia Marzuki kepada Rakyat MerÂdeka, kemarin.
Setiap perilaku menyimpang aparat penegak hukum, lanjut Laica, akan menjadi cacat di haÂdapan masyarakat. Hal itu pula yang akan menimbulkan ketiÂdakÂpercayaan masyarakat keÂpada hukum. “Maka jangan meÂnyimpang. Sebab, bila meÂlaÂkuÂkan pelanggaran, publik tidak akan percaya lagi. Karena ituÂlah, penegak hukum yang meÂlaÂkuÂkan pelanggaran perlu dihuÂkum seberat-beratnya,†ujar dia.
Dia mengatakan, untuk meÂnimÂbulkan efek jera, maka apaÂrat penegak hukum yang meÂlaÂkuÂkan pelanggaran mesti dikeÂnaÂkan sanksi berat.
“Tidak boÂleh ada keragu-raguan menÂjatuhkan hukuman berat kepada aparat penegak huÂkum yang memeras, meneÂrima suap atau melakukan pelangÂgaÂran lainnya. Jangan sampai pubÂlik kehilangan kepercayaan keÂpada penegakan hukum karena sanksinya ringan,†katanya.
Jika publik sudah sampai pada titik krisis kepercayaan kepada hukum dan aparaturnya, lanjut Laica, maka situasi maÂsyaÂrakat dapat digambarkan suÂdah dalam keadaan sangat beÂrÂbahaya.
“Kalau terjadi krisis keperÂcayaan publik kepada hukum, maka akan terjadi malapetaka, akan terjadi aksi main hakim sendiri. Jangan sampai krisis kepercayaan itu terjadi. Silakan hukum aparat penegak hukum yang melakukan pelanggaran,†ujarnya.
Hormati Praduga Tidak Bersalah
Andi Azhar Cakra Wijaya, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Andi Azhar Cakra Wijaya meÂngÂapresiasi langkah Kejaksaan Agung mencopot Kepala KeÂjakÂsaan Negeri Takalar, SulaÂwesi Selatan, Rakhmat HarianÂto dari jabatannya.
Pencopotan jabatan itu, meÂnurut dia, sudah merupakan sanksi yang berat bagi kepala keÂjaksaan negeri yang dilaporÂkan melakukan pemerasan terÂhadap seseorang yang diperiksa terkait perkara korupsi.
“Sanksi seÂperti itu perlu terus dilÂaÂkuÂkan, apabila memang terbukti ada pelanggaran seperti peÂmeÂraÂsan dan tindak pidana berat lainnya.â€
Tapi, Andi mengingatkan, jika seorang jaksa terbukti meÂlaÂkukan pemerasan, maka mesti diproses secara pidana juga. “Ini kalau terbukti lho, mesti diÂpecat dan dipidanakan,†tandas politikus PAN ini.
Kendati begitu, dia meÂngiÂngatÂkan semua pihak agar tetap menghormati azas praduga tiÂdak bersalah. Sebab, pembÂuÂkÂtian itu perlu dilakukan terlebih daÂhulu sebelum menjatuhkan sanksi, apalagi sanksi berat seperti pemecatan.
“Ada juga orang yang melaÂpor, padahal laporannya tidak benar. Di sinilah perlunya kita tetap menjunjung tinggi azas praduga tak bersalah,†tuturnya.
Sebaliknya, kata Andi, apaÂbiÂla pelapor menyampaikan lapoÂran palsu dan tidak ada buÂkÂtiÂnya, maka bisa diproses secara pidana. “Orang yang mÂeÂlaÂporÂkan itu pun bisa diproses, kalau laporannya tidak benar. Jika tidak terbukti, orang itu bisa diÂsangka melakukan pencemaran nama baik,†ujarnya.
Dia menambahkan, proses pengawasan yang telah dilaÂkuÂkan Kejaksaan Agung juga mesti diparesiasi, selain dikritik atau diberi masukan.
Andi berharap, Jaksa Agung Muda Pengawasan menÂjaÂlanÂkan proses pengawasan seÂmakÂsimal mungkin untuk memÂbeÂnahi kejaksaan.
“Yang pasti, kaÂlau terbukti ada unsur piÂdaÂnaÂnya, maka jakÂsa seperti itu harus diproses seÂcara pidana. Berikan sanksi yang berat,†katanya. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: