WAWANCARA

Widjajono Partowidagdo: Warga Sekitar Tambang Nggak Mau Cuma Kebagian Getah, Pahami Itu

Jumat, 30 Desember 2011, 09:01 WIB
Widjajono Partowidagdo: Warga Sekitar Tambang Nggak Mau Cuma Kebagian Getah, Pahami Itu
Widjajono Partowidagdo

RMOL. Mengapa perusahaan tambang diberi izin usaha pertambangan? Tak lain tak bukan, untuk menjaga kelestarian lingkungan.

“Pertambangan umum itu lebih merusak lingkungan dari­pada migas atau panas bumi,” kata Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Widja­jono Partowidagdo, kepada Rak­yat Merdeka di Jakarta.

Pemerintah, menurut dia, tidak ingin sebuah perusahaan yang telah mendapat izin usaha per­tam­bangan menggunakan see­naknya lahan tambang tersebut, lalu merusak lingkungan.

“Sekarang ada aturan agar dibicarakan dengan pemerintah pusat, jangan sampai nanti ada tumpang-tindih pemanfaatan lahan tambang dan merusak ling­kungan,” ujar guru besar Institut Teknologi Bandung itu.

Berikut petikan wawancara.

 

Terkait kasus pertambangan di Bima, bagaimana pendapat Anda?

Secara umum, masalah tam­bang itu biasanya antara investor dan masyarakat harus berbicara baik-baik. Saya ingin mencon­toh­kan, di daerah Sukabumi (Jawa Barat) ada perselisihan, tapi akhirnya antara perusahaan dan masyarakat bisa kerja sama.

Kita harus memahami bahwa masyarakat tidak mau bila peru­sahaan mencari keuntungan di daerahnya lalu masyarakat terima getahnya saja.

 

Jadi, hanya soal komunikasi saja?

Ya. Bila ada ke­giatan di daerah lalu masyarakat ti­dak dapat apa-apa, mereka keberatan karena mereka pas­ti menerima dam­­pak negatif. Na­mun, kalau me­reka diikutser­ta­kan ke­hidupan bisa lebih baik. Kan kalau me­reka ber­tani, lalu nyambi jadi penam­bang, me­reka pasti senang. Masa­lahnya, kita mau mikirin orang lain apa nggak.

 

Alasan warga, sumber air me­­reka terancam?

Tambang emas itu kan biasa­nya pakai zat merkuri (Hg) dan sebagainya. Kalau tidak terkon­trol bisa kontaminasi. Praktik se­perti itu harus dicegah. Sebaiknya warga diikutsertakan, sebab bila warga ikut mereka akan tahu bahwa ada sumber air dan biar tidak hilang bagaimana.

Kalau pengusaha bekerja sama dengan penduduk setempat, pen­duduk pasti nggak mau daerah­nya hancur. Jadi, intinya kerja sama dengan masyarakat setem­pat. Caranya bagaimana? Mereka harus tahu, kalau tidak masya­rakat pasti keberatan.

 

Pemerintah pusat akan me­nengahi?

Pemerintah pusat punya atu­ran-aturan. Misalnya Ditjen Mineral dan Batubara (Mi­nerba), lebih mengerti pertam­bangan itu harus bagaimana agar tidak ada pence­maran, dan ma­syarakat se­kitar bisa ikut kerja sama. Mereka harus mau men­dengarkan apa yang dio­mongin pemerintah pusat.

Artinya, ada pembangka­ngan dari pemda?

Dulu, melalui perundangan otonomi daerah, Un­dang-Undang No­mor 22 Tahun 1999 atau Undang-Un­dang No­mor 32 Ta­hun 2004, daerah mem­pu­nyai kekua­saan pe­nuh me­nge­lola po­tensi dae­rahnya.

Memang harus ada yang mengawasi, atau minimal mem­peringatkan bahwa hal seperti itu ti­dak bener. Harus ada kontrol­nya, dan itu tugas pemerintah pu­sat. Di Ditjen Miner­ba ada yang nama­nya clean and clear dan ada yang be lum clean and clear, itu mau di­beresin semua oleh Dirjen Mi­nerba.

 

Soal perizinan?

Kalau perizinan, mungkin di­izinkan tapi kan persyaratan perizinan itu harus ada. Persya­ra­tan orang mendirikan tambang harus ada. Mungkin di daerah banyak yang belum tahu karena mereka bukan orang tambang. Ditjen Minerba tahu, praktik tam­bang yang baik seperti apa.

Misalnya, tambang liar kan me­­ru­sak lingkungan seenaknya sendiri, ingin ke­untungan banyak. Seharusnya keuntungannya wa­jar, ling­kungan tidak rusak, masya­rakat sekitar senang. Kalau tidak, perusahaan dan masyarakat akan berantem; Dan tugas peme­rin­tah membuat agar itu tidak terjadi.

 

Ada usulan moratorium izin tambang. Komentar Anda?

Kalau itu memang sedang di­lakukan, ada beberapa kasus per­tambangan setelah desen­tra­lisasi. Dilihat kasusnya satu per satu, se­tengahnya punya ma­salah, se­te­ngah­nya tidak pu­nya ma­sa­lah. Kami mengingin­kan sebe­lum yang setengah punya ma­salah ini selesai, jangan mem­beri izin tambang dulu ke­pada yang lain.

Kalau itu maksudnya morato­rium, ya. Yang bermasalah belum selesai, lalu memberi izin lagi ke­pada yang lain, nanti bisa me­nam­bah masalah lagi.

 

Permasalahan tambang sa­ngat rumit, ya.

Tidak rumit bila kita bisa me­lihat praktik dari negara lain. Saya pernah bertemu orang dari Australia, saya tanya kenapa dia ingin melakukan pertambangan di Indonesia karena di Australia pun diperbolehkan untk melaku­kan usaha itu.

Dia mengatakan, di Indonesia bagian yang didapatkan pemerin­tah lebih kecil dan peraturan ling­kungannya tidak seketat Aus­tralia.

Mungkin kalau kita ikut prak­tik di Australia tidak akan ada masalah tambang.

Memang harus ditata ulang se­muanya. Paling tidak, kalau ba­gian pemerintahnya seperti sekarang, perusahaan punya ke­wajiban yang ketat untuk men­jaga lingkungan, termasuk kehar­monisan warga sekitar.  [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA