RMOL. Pembentukan badan khusus penyelenggara haji hendaknya diperhitungkan secara matang. Sebab, pemerintah saja yang sudah berpengalaman hampir seratus tahun tetap saja ada kekurangan.
“Apalagi kalau ditangani yang belum berpengalaman, bagaiÂmana jadinya penyelenggaraan haji itu,’’ ujar Wakil Menteri AgaÂma, Nasaruddin Umar, kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Jangan sampai, lanjutnya, ide pembentukan badan tersebut hanya memindahkan masalah, bukan menyelesaikan masalah haji.
“Saya berpandangan, jangan kita membakar lumbung untuk membunuh tikus. Apabila ada masalah, kita bicarakan dan dicari solusinya,†tandas Nasaruddin.
Berikut kutipan selengkapnya:
Kalau DPR dan masyarakat ingin membuat badan khusus peÂnyelenggara haji, kita perlu memÂpersiapkan secara bertahap. SeÂlama ini tidak ada kesalahan fatal yang dilakukan pemerintah.
Mari kita berpikir obyektif saja. Ini taruhannya rukun Islam kelima. Jangan dijadikan kelinci percobaan dengan membuat baÂdan yang belum kredibel. SiapaÂpun yang menyelenggarakan haji, selama haji dilaksanakan di luar negeri, itu tidak akan sempurna.
Kenapa penyelenggaraan haji negara lain dianggap lebih baik?
Kita harus melihatnya secara obyektif. Negara seperi Rusia, Iran dan Turki menganggap peÂnyeÂlenggaraan haji kita paling tertib. Bahkan mereka mengunÂdang kami untuk training penyeÂlenggaraan haji.
Saat ini ada 32 negara Islam dari Organisasi Konferensi Islam (OKI) datang ke Indonesia meÂnanyakan mengapa Indonesia bisa menyelenggarakan ibadah haji dengan tertib. Namun ironisÂnya, orang Indonesia sendiri menganggap apa yang dilakukan pemerintah salah semua.
Bukankah masih banyak keÂkurangan?
Terserah teman-teman menilaiÂnya seperti apa. Anehnya kita seÂring mencontoh pelaksanaan haji di Malaysia. Sebab, dinilai lebih baik. Kenyataannya mereka seÂring mencontoh Indonesia. Saya juga tidak mengerti. Apakah ini persoalan haji semata, atau disuÂsupi kepentingan politik.
Siapa yang berkepentingan?
Saya tidak mau tahu siapa di balik kepentingan itu. Namun saya hanya ingin menekankan, belum saatnya kita melakukan pemindahan kewenangan penguÂrusan haji. Bayangkan saja, peÂmeÂrintah yang hampir 100 tahun mengurus masalah haji, tiba-tiba diberikan kepada lembaga baru yang belum ada pengalaman secara kolektif.
Belum tentu gagal kan?
Kementerian Agama yang notaÂbene memiliki pengalamn panjang tidak bisa melaksanakan secara maksimal walupun sudah banyak peninjaunya. Seperti DPR, Badan Pengawas KeÂuangÂan dan PemÂbangunan (BPKP), dan KPK. Semuanya terlibat untuk memanÂtau. Jangan dikira pelaksanaan haji negara lain suÂdah sempurna seÂperti yang kita bayangkan. Negara lain saja melihat penyelenggaraan haji kita paling tertib.
Berdasarkan survei KPK, inÂtegritas Kementerian Agama renÂdah?
Terserah orang lain melihat kami seperti apa. Namun yang jeÂlas, kami telah melakukan seÂsuatu dengan maksimum. KekuÂrangan yang ada selalu kami benahi dari tahun ke tahun. Boleh saja dikritik pedas Kementerian Agama, kami tidak perlu marah. Kami selalu berbenah.
Kenapa setiap penyelenggaÂraan haji selalu ada masalah?
Saya sebagai profesional meliÂhat banyak kesulitan dalam peÂnyeÂlenggaraan haji. Pertama, kita mengurus sesuatu di luar keweÂnangan kita, di wilayah negara lain. Kedua, banyak yang memÂpermasalahkan mengenai pembaÂtasan jumlah jamaah haji kita. Ini berkaitan dengan daya tampung yang dibatasi Arab Saudi.
Bagaimana dengan masalah makanan yang selalu saja berÂmasalah?
Ya, itu pernah diributkan meÂngenai sistem prasmanan dan nasi box. Nasi box itu dianggap banyak memakan ruang, seÂhingga terÂpaksa dipilih prasmaÂnan. Tapi di Arafah, kita memiliki ruang yang tidak cukup luas. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.