Kejagung Segera Tuntut 4 Tersangka Level Bawah

Lanjutan Perkara Korupsi Di BPOM

Jumat, 02 Desember 2011, 08:59 WIB
Kejagung Segera Tuntut 4 Tersangka Level Bawah
Kejaksaan Agung

RMOL. Setelah sebulan digarap Kejaksaan Agung, para tersangka dugaan korupsi pengadaan alat laboratorium Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional BPOM tahun anggaran 2008 disidang akhir tahun ini.

“Pastinya, Desember ini ma­suk tahap penuntutan. Tidak lama lagi akan kami limpahkan ke Pengadilan Tipikor,”  kata Ke­pala Pu­sat Penerangan Hukum (Ka­pus­penkum) Kejaksaan Agung (Ke­jagung) Noor Rach­mad keti­ka dihubungi, kemarin.

Sejauh ini, lanjut Noor, sudah 20 saksi perkara tersebut yang di­periksa aparat Kejagung. “Se­ka­rang, sudah masuk tahap fina­li­sasi pemberkasan terhadap empat tersangka,” ujar Noor.

Kejaksaan Agung sudah me­ne­tapkan dua pejabat Badan Pe­nga­was Obat dan Makanan (BPOM) dan dua pengusaha sebagai ter­sangka dugaan korupsi pe­nga­da­an alat laboratorium Pusat Pe­ngu­jian Obat dan Makanan Nasional  BPOM tahun anggaran 2008. Tapi, dua tersangka dari BPOM itu masih tergolong pejabat level bawah.

Keempat tersangka itu adalah Ketua Panitia Lelang Pengadaan Alat Laboratorium Irmanto Za­mahir Ganin dan Pejabat Pem­buat Komitmen Pengadaan Alat Laboratorium Siam Subagyo, serta Direktur PT Ramos Jaya Abadi, Surung H Simanjuntak dan Direktur CV Masenda Putra Mandiri, Ediman Simanjuntak yang merupakan rekanan BPOM.

Para tersangka itu pun telah di­tahan Kejaksaan Agung di Rutan Salemba cabang Kejagung sejak se­bulan lalu. Namun, Kejaksaan Agung tampaknya belum bisa me­­ngendus tersangka baru. “Belum ada tersangka baru,” ujar Noor.

Noor menjelaskan, pada 2008 Pu­sat Pengujian Obat dan Maka­nan Nasional (PPOMN) melak­sa­nakan pekerjaan pengadaan alat laboratorium yang dibagi dalam empat paket.

Paket 1 dan 2, dana pengadaan alat laboratorium berasal dari APBN dan berada di bawah Satuan Kerja (Satker) Pusat PPOMN BPOM RI.

Paket 1 berupa pengadaan alat laboratorium PPOMN dengan pagu anggaran Rp 4,5 miliar un­tuk 66 item barang, sedangkan paket 2 berupa pengadaan alat la­boratorium Pusat Riset Obat dan Makanan Nasional (PROMN) de­ngan pagu anggaran Rp 15 mi­liar untuk 46 item barang.

Dari hasil lelang, CV Masenda Putra Mandiri (MPM) mem­per­oleh kontrak untuk paket 1 de­ngan nilai kontrak Rp 43,49 mi­liar. Sementara paket 2 dipegang PT Ramos Jaya Abadi (RJA) de­ngan nilai kontrak Rp 13,02 mi­liar.

“Dalam pelaksanaannya, ke­dua perusahaan telah men­sub­kon­trakan seluruh pekerjaan ter­sebut kepada PT Bhineka Usada Raya, sehingga terjadi selisih harga atau kemahalan harga,” kata Noor.

Akibatnya, para tersangka di­duga merugikan keuangan negara dengan total Rp 10,8 miliar. Ka­re­nanya, keempat tersangka di­je­rat dengan Pasal 2 ayat 1 dan Pa­sal 3 Undang Undang Tipikor, ser­ta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Kepala Biro Hukum BPOM Hendri Siswadi menyampaikan, pe­ngadaan proyek itu berjalan lan­car. Namun, bila Kejagung me­­ngendus adanya dugaan tin­dak pidana korupsi, pihaknya ti­dak akan menghambat proses hukum yang akan dilakukan.

“Laboratoriumnya jalan kok. Setahu saya pengadaannya trans­paran dan sesuai prosedur. Tapi, bila kejaksaan menemukan ada­nya dugaan korupsi ya silakan di­usut. Kami tidak akan meng­halangi. Silakan proses hukum dengan transparan,” ujarnya ke­pada Rakyat Merdeka.

Hendri menyampaikan, pihak BPOM tidak akan mencampuri urusan persoalan hukum yang se­dang berjalan bagi dua peja­bat­nya yang sudah ditetapkan seba­gai tersangka itu.

Selama pe­nye­li­di­kan dan pe­nyidikan, lanjut dia, sejumlah staf dan pejabat BPOM pun su­dah dimintai kete­rangan. “Siapa pun yang diduga terlibat, silakan di­proses. Kami pun siap mem­buat persoalan ini segera ditun­taskan,” ujarnya.

Sejak dua pejabatnya ditahan Kejagung, lanjut Hendri, pihak BPOM tidak mencampuri proses hukumnya. Bahkan, bantuan hu­kum pun tidak diberikan. “Ka­rena sudah jadi tersangka, sudah ada pengacara mereka masing-masing. Sebelumnya memang ada pendampingan dari institusi BPOM. Selanjutnya, itu sudah menjadi persoalan hukum pribadi masing-masing. Bukan institusi BPOM,” ujar Hendri.

REKA ULANG

Jumat Tahan 2, Kamis Tahan 2 Lagi

Pada Jumat (4/11) lalu, pe­nyidik Pidana Khusus (Pidus) Kejagung menangkap dan me­nahan dua pejabat BPOM yakni, Siam Subagyo sebagai Pejabat Pembuat Komitmen dan Kepala Panitia Pengadaan Irmanto Za­mahir Ganin.

Penahanan terhadap keduanya dilakukan penyidik untuk me­mas­tikan tidak terganggunya pe­nyidikan kasus korupsi penga­da­an alat laboratorium Pusat Pe­ngu­jian Obat dan Makanan Nasional BPOM tahun anggaran 2008.

“Mereka ditahan karena ada kekhawatiran akan melarikan diri, menghilangkan barang bukti dan mengulangi pe­r­bua­tan­nya,” ujar Kapuspenkum Ke­ja­gung Noor Rachmad.

Kemudian, pada Kamis (10/11), Kejagung kembali menahan dua tersangka dalam kasus yang sama. Keduanya, adalah rekanan BPOM dalam pengadaan labo­ra­torium itu. Mereka, Direktur PT Ra­mos Jaya Abadi, Surung Hasi­holan Simanjuntak dan Direktur CV Masenda Putra Mandiri, Edi­man Simanjuntak.

“Mereka kita tahan di Rutan Salemba cabang Kejagung, “ ujar Noor Rachmad.

Dari hasil penelusuran pe­nyi­dik  Kejagung, diketahui peru­sa­ha­an Surung mengerjakan satu pa­ket proyek bernilai Rp 13 mi­liar, dan Ediman mengerjakan dua proyek yang nilainya men­ca­pai Rp 43 miliar.

Noor menjelaskan, penahanan ter­hadap Surung dan Ediman me­ru­pakan tindak lanjut penahanan dua pejabat BPOM sebelumnya.

Kedua perusahaan rekanan ter­sebut melakukan tindakan se­pi­­hak yang berakibat selisih har­ga atau kemahalan harga, se­hingga me­ru­gi­kan keuangan ne­gara Rp 10,8 miliar.

Kasus ini bermula pada 2008, ke­t­ika PPOMN-BPOM melak­sa­na­kan pekerjaan pengadaan alat laboratorium yang dibagi dalam empat paket. Untuk paket 1 dan 2, dana pengadaan dari APBN dan berada di bawah Satker Pusat PPOMN BPOM.

Dalam pelak­sa­na­annya kedua perusahaan men­subkontrakkan se­luruh pekerjaan ter­sebut kepa­da PT Bhineka Usa­da Raya (PT BUR), sehingga di­du­ga terja­di penggelembungan harga.

Kejagung pun memperkirakan ke­rugian negara mencapai Rp 10,8 miliar. Nilai itu didapat dari total pro­yek yang dilakukan ba­dan ter­se­but. Pada proyek per­tama se­nilai Rp 45 miliar untuk 66 item de­ngan dugaan kerugian negara mencapai Rp 8 miliar. Kemudian proyek kedua, senilai Rp 15 mi­liar untuk 46 item, de­ngan du­gaan kerugian negara men­capai Rp 2,5 miliar.

Keempat tersangka dijerat de­ngan Pasal 2 dan 3 Undang Un­dang Nomor 31 tahun 1999 se­ba­gaimana diubah dengan Un­dang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tin­dak Pidana Korupsi.

Dorong Tersangka  Terbuka Di Pengadilan

Andi Rio Idris Padjalangi, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Andi Rio Idris Panjalangi men­dorong para tersangka yang akan disidang itu membuka se­mua pihak yang terlibat dalam perkara dugaan korupsi di BPOM tersebut.

Andi curiga, dalam kasus itu tidak hanya empat pelakunya. “Mungkin penyidik kejaksaan hanya bisa jerat empat orang itu. Mestinya penyidik bekerja pro­fesional dan mengungkap se­mua yang terlibat. Nanti di per­si­dangan, para tersangka harus me­ngungkapkan semua siapa yang terlibat,” ujarnya, kemarin.

Politisi Golkar itu mendesak kejaksan agung bisa mengusut se­cara serius kasus tersebut. “Si­lahkan diselidiki siapa saja lagi yang terlibat. Apakah ke atas, ke bawah, ke kiri, ke ka­nan, kemanapun itu bisa di­te­lusuri. Jangan berhenti hanya pada empat orang itu,”ucapnya.

Apabila ada indikasi keter­li­ba­tan penyidik untuk “me­nga­man­kan” pihak-pihak tertentu sehingga tidak ditetapkan seba­gai tersangka, kata Andi, maka penyidik pun harus diselidiki dan dihukum. “

Itu tegas, tidak bo­leh ada per­mainan penyidik di situ. Semua penyidik atau pe­nuntut yang turut bermain harus pula diusut. Kita akan buktikan, apakah be­nar pengawasan di kejaksaan su­dah benar-benar efektif. Jam­was sendiri bilang akan tegas, ya kita lihat setegas apa,” ucapnya.

Jaksa Agung Muda Pengawa­san (Jamwas) Marwan Effendy setuju agar setiap jaksa yang me­­lakukan pelanggaran dibe­ri­kan sanksi. Selain sanksi, upaya pengembangan diri dan pening­ka­tan kemampuan jaksa juga perlu terus dilakukan. Dengan de­mikian, dia berharap masy­a­ra­kat akan percaya terhadap ki­nerja kejaksaan.

“Kami berikan sanksi sesuai pelanggarannya. Bisa sanksi administratif, penurunan pang­kat, pemindahan, pencopotan dan pemecatan sampai pada uru­san pidana. Memang harus tega. Tapi, kami juga mem­be­ri­kan reward bagi jaksa-jaksa yang berprestasi,” ujarnya.

Saat ini, ujar Marwan, tidak ada alasan lagi bagi jaksa untuk bermain curang, memeras, me­nipu, memperjualbelikan per­kara atau pasal-pasal. “Sudah ada renumerasi. Kalau masih suka begitu, kebangetan nama­nya. Yang sudah kelewatan, ya di­pecat saja,” tegasnya.

Sangat Tidak Masuk Akal

Sandi Ebenezer, Anggota Majelis PBHI

Menurut anggota Majelis Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indo­nesia (PBHI) Sandi Ebenezer Si­tungkir, sangat tidak logis apa­bila pelaku kasus korupsi di instansi-instansi negara hanya berkisar pada ketua panitia le­lang pengadaan, pejabat pem­buat komitmen dan pengusaha.

“Tidak mungkin bawahan me­nerima duit dari pengusaha, tanpa sepengetahuan koman­dan­nya. Kasus seperti ini sudah terlalu sering terjadi, tetapi ke­rap dilokalisir hanya menjerat pelaku-pelaku kelas bawah,” katanya, kemarin.

Menurut Sandi, penyidik Ke­jaksaan Agung semestinya bisa membongkar para pelaku lain­nya yang lebih tinggi. Bila tidak dibongkar sampai ke atas, kata dia, patut dicurigai penyidik pun turut bermain dan berupaya melindungi pihak-pihak lain yang terlibat.

“Rata-rata, kasus korupsi yang ditangani kejaksaan itu hanya menyentuh level bawah. Apakah mereka sengaja fo­kus­kan hanya menjerat sekelas pe­jabat lelang. Jika sudah begitu, tentu saja kasusnya tak akan bisa diharapkan terbongkar ke­seluruhan,” ujar Sandi.

Sandi mengingatkan, walau­pun para pelaku sekelas ketua pa­nitia lelang pengadaan dan pe­jabat pembuat komitmen yang tertangkap, bukan berarti para atasannya tidak bisa dije­rat. Dia mendesak Kejaksaan Agung menunjukkan keser­iu­san dengan cara mengusut kasus itu sampai ke level atas.

“Pengadaan seperti itu se­pe­nge­tahuan atasannya. Meskipun atasannya tidak secara langsung terlihat mendapat keuntungan secara material, tapi Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi bisa diper­gu­­na­kan menjerat mereka juga. Se­bab, dalam pemberian Surat Ke­putusan kepada panitia lelang pengadaan dan pejabat pembuat komitmen, tentu sepengetahuan atasannya. Tanggung jawab melekat juga di situ,” ujarnya.

Sandi pun mengkritik kinerja pe­nyidik kejaksaan yang ter­ke­san suka melokalisir persoalan dan menjerat pelaku-pelaku ting­kat bawah saja. Menurut dia, perilaku penyidik seperti itu pun harus disikapi dengan tegas.

“Tidak boleh diam saja dan sengaja melokalisir hanya di le­vel bawah. Sudah banyak pe­nga­laman bahwa mereka ber­henti di level bawah,” katanya. [Harian Rakyat Merdeka]


Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA