RMOL. Polisi menangkap sembilan tersangka kasus pembalakan liar di Kalimantan Barat. Untuk mensupervisi penanganan kasus ini, kemarin Bareskrim Polri mengirim tim gabungan.
Hasil sementara Operasi Hutan Lestari (OHL) 2011 ini disamÂpaiÂkan Kepala Divisi Humas Polri Irjen Saud Usman Nasution. MeÂnurutnya, pemilihan lokasi opeÂraÂsi ditentukan setelah memÂpeÂlajari pola kerja mafia kayu dan potensi kerawanan yang ada.
Dia mengatakan, pola operasi mafia kayu Kalbar sangat rapi. Memanfaatkan batas wilayah dengan Malaysia, para pencuri kayu kerap bisa mudah keluar-masuk negara tetangga Indonesia itu. Bukan hanya Akses masuk MaÂlaysia, berkat kerjasama deÂngan kelompok tertentu, kayu curian itu bisa langsung diselÂunÂdupkan ke negara lain.
Tingkat kerawanan akibat pengÂgundulan hutan Kalbar juga menjadi fokus kepolisian dalam menentukan operasi. Dia menilai, konÂdisi hutan Kalbar sudah saÂngat memprihatinkan. Jika proses peÂnegakan hukum tak dilakÂsaÂnaÂkan secara tegas, dampak pemÂbaÂbatan hutan Kalbar bisa meÂluas.
Disinggung mengenai barang bukti yang disita dalam OHL 2011, ia menjelaskan, dari tiga terÂsangka yang ditangkap tim Bareskrim, polisi menyita 2450 batang dan 500 meter kubik kayu. Lebih jauh, Polda Kalbar yang bergabung dalam OHL 2001 ini menangkap enam tersangka. Keenam tersangka adalah, S, O, ME, S,E, dan A.
Dari keenam tersangka, Polda Kalbar menyita sedikitnya 3190 batang kayu. Saud menegaskan, tersangka dijerat Pasal 50 ayat (3) huruf (f) dan (h) UU No.41 TaÂhun 1999 tentang Kehutanan. AnÂcaman hukuman dari ketentuan pasal tersebut paling lama 9 taÂhun. Saat ini penyidikan para tersangka dilakukan di Polda Kalbar.
Dia memastikan, operasi akan dilanjutkan. Namun ia menolak menyebut daerah lain yang dijaÂdikan target operasi berikutnya. Digarisbawahi, OHL dilakÂsaÂnaÂkan karena masih adanya dugaan penebangan liar di sejumlah wiÂlayah. Padahal sebelumnya, peÂmerintah sudah tidak menerÂbitÂkan izin penebangan dan izin konsesi atau pemanfaatan hasil hutan secara serampangan.
Hal senada disampaikan Wakil Direktur V Tindak Pidana TerÂtentu (Wadir-V Tipiter) BaÂresÂkrim Polri Kombes Alek ManÂdaÂlika. Saat dikonfirmasi kemarin, Alek mengaku, OHL 2011 dilakÂsanakan secara tertutup. “Pola operasi dilakukan secara silent,†ujarnya.
Ia pun menolak membeberkan siapa dan daerah mana yang menÂjadi target operasi lanjutan. “Saya tidak bisa menyebutkan daerah maÂna yang menjadi fokus operasi kita. Nanti bisa lari tersangkanya. Operasi ini akan berkesinamÂbungÂan. Hari ini tim gabungan BaresÂkrim sudah berangkat ke Polda Kalbar untuk meninÂdakÂlanjuti kasus ini,†katanya, kemarin.
Bekas Direskrim Polda Riau itu menjawab, hasil operasi yang masih dinilai minim oleh berÂbagai kalangan, menjadi catatan kepolisian. Karena itu, lanjut bekas Kabidhumas Polda Metro Jaya tersebut, sambil memproses hukum tersangka, operasi tetap dilanjutkan.
Dengan asumsi itu, ia yakin keÂpolisian bakal mengoleksi kayu sitaan dan menambah jumlah tersangka. Apalagi, selama ini masih banyak daftar nama mafia kayu yang menjadi target buruan polisi.
Terkait nama-nama cukong yang jadi target kepolisian, sumÂber penyidik di lingkungan Direktorat V-Tipiter Bareskrim mengÂinformasikan, ada sejumlah cuÂkong yang biasa mengatur bisÂnis kayu ilegal dari luar wilayah IndÂonesia. “Mereka bermukim di Malaysia dan Singapura.â€
Ia menyebut, aksi pembaÂlakan liar oleh cukong-cukong tersebut tak hanya meliputi wilayah KalÂbar, tapi nyaris di seluruh wilayah KaÂlimantan. Oleh karenanya, duÂgaan kerugian negara dalam kaÂsus ini mencapai triliunan ruÂpiah. Disoal mengenai tim gaÂbungan yang dikirim ke Kalbar, dia menyatakan, tim tersebut terÂdiri dari personel gabungan.
Ada yang berasal dari penyidik Polri dan ada juga yang dari penyidik pegawai negeri sipil (PPNS). Dia menyebutkan, selain menÂdukung operasi yang dilaÂkuÂkan, tim gabungan mengemban tugas khusus mempercepat proÂses pemberkasan perkara terÂsangÂka. “Kasus pembalakan ini komÂplek. Selain menyangkut hukum lingkungan, juga perkara pidana yang bisa masuk ranah korupsi. Jadi tim penyidiknya harus lengÂkap dan kuat,†terangnya.
Dengan begitu, sambungnya, kemungkinan lolosnya tersangka dan barang bukti jadi kecil.
Tak Tuntas Karena 86
Dasrul Djabar, Angota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR DasÂrul Djabar tidak heran maÂsih maraknya dugaan korupsi di sektor kehutanan, khususnya illegal logging atau pembalakan liar yang sangat merugikan neÂgara. Sebab, menurut dia, selain oknum pejabat pemerintah dan pengusaha, oknum pejabat peÂnegak hukum juga sudah kian menjamur menjadi beking daÂlam persoalan pembalakan liar seperti itu.
“Sejak lama persoalan kayu itu sudah marak, dan hampir tak perÂnah ada yang tuntas diseÂlesaikan. Penyebabnya, ya suÂdah ada kerja sama antara meÂreka yang terlibat. Mereka suÂdah 86, selesai di bawah taÂngan,†tandas anggota DPR dari Partai Demokrat ini, keÂmarin.
Karena itu, menurut Dasrul, sebaiknya ada tindakan tegas bagi penegak hukum yang terÂbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam illegal logging. “Copot dan pecat semua yang berÂmain dalam pembalakan hutan itu. Kalau tidak begitu, yakinlah tidak akan ada peruÂbahan, hutan kita akan kian hanÂcur dan masa depan anak cuÂcu kita pun terancam,†ujarnya.
Dasrul juga menekankan perÂlunya penindakan bagi pejabat kehutanan yang turut terlibat. “Tidak cukup hanya dipecat, teÂtapi harus diproses hukum. DiÂpenjarakan,†tegas Wakil Ketua Fraksi Demokrat DPR ini.
Miliaran rupiah yang lenyap akibat korupsi sektor kehutanan itu, lanjut Dasrul, tidak pernah berÂmanfaat bagi keuangan neÂgara, apalagi bagi pembangunan manusia Indonesia. “Tidak ada untungnya, semua masuk kanÂtong pribadi. Itu harus dihenÂtikan. Uang yang banyak dari sekÂtor itu pun tidak perlu, kaÂrena bangsa kita akan menangÂgung akibatnya berpuluh-puluh, bahkan beratus-ratus tahun ke depan,†ingatnya.
Aparat penegak hukum harus menunjukkan bahwa uang dari illegal logging dihentikan, serta semua yang terlibat ditindak tegas. “Harus diproses hukum, peÂmecatan, pencopotan dilaÂkuÂkan, lalu proses hukumnya pun harus berjalan,†katanya.
Sudah Jadi Rahasia Umum
Hendrik Siregar, Aktivis Jatam
Pemerhati dan aktivis lingÂkungan hidup dari LSM JaÂringÂan Advokasi Tambang (Jatam) Hendrik Siregar mengaku suÂdah lama menginvestigasi berÂbagai pelanggaran dan korupsi sektor kehutanan dan tambang di Kalimantan. Menurutnya, banyak aparat pemerintah dan banyak aparat penegak hukum di sana terlibat dan bermain unÂtuk mendapatkan keunÂtungan pribadi.
Pembalakan hutan, yang seÂlanjutnya juga masuk pada pengelolaan tambang illegal, marak terjadi di Bumi Borneo. Akan tetapi, tidak ada upaya serius untuk menghentikannya. “Tidak hanya satu dua pejabat pemerintah dan aparat penegak hukum yang bermain. Itu sudah menjadi rahasia umum di sana. Nyatanya, tetap dibiarkan,†ujar Manajer Kampanye LSM Jatam ini, kemarin.
Menurut Hendrik, selain peÂriÂlaku korupsi yang kian menÂdarah daging dalam diri banyak pejabat pemerintah dan banyak penegak hukum, regulasi peÂngelolaan hutan dan peneÂbangan hutan pun sangat rawan diselewengkan.
“Regulasi yang mereka perÂgunakan sangat besar peÂluangÂnya untuk bermain. Sangat tidak konsisten, sesuai kepenÂtingan pribadi masing-masing. Itu sangat berbahaya,†ujarnya.
Dia berharap, ada gerakan yang signifikan untuk mengÂhenÂtikan perilaku korup pejabat pemerintah dan aparat penegak hukum di sana. “Tidak cukup hanya pemecatan atau dipindah tuÂgas, tetapi juga harus ada sanksi hukum. Mesti ada sanksi yang memberikan efek jera,†tanÂdasnya.
Selain proses hukum di peÂngadilan, Hendrik setuju agar mereka yang terlibat juga diberi ganjaran sanksi moral. “Di sana, penegakan hukum sudah tidak bisa dipercaya. Sepertinya suÂdah seperti masuk hukum rimÂba. Saya setuju diberikan sanksi moral bagi mereka-mereka yang terlibat,†katanya.
Jenis sanksi moral itu, lanjut Hendrik, tidak lantas melepas sanksi pidana yang juga harus dijatuhkan. “Harus ada upaya mempermalukan mereka. SankÂsi moral misalnya, dengan mengÂhÂukum kerja sosial selama seÂtahun atau berapa lama, deÂngan diketahui masyarakat. Biar publik tahu,†ucapnya.
Tak lupa, Hendrik mengÂingatÂkan, agar regulasi peÂngeÂlolaan hutan dan tambang dibeÂnahi. “Regulasi itu tidak boleh dibiarkan begitu saja. Harus teÂgas dan konsisten, jangan samÂpai dijadikan peluang untuk meÂraup keuntungan pribadi-priÂbÂadi yang kerap mengÂatasnaÂmaÂkÂan masyarakat,†ujarnya. [Harian Rayat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: